Monday 6 August 2007

Proses dan Keutamaan Mukmin Sejati

Oleh: Jufri Bulian Ababil

LANDASAN WAHYU
Dalam pandangan Islam, keimanan merupakan masalah yang fundamental yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Seorang manusia tidak akan masuk kedalam siksa neraka Allah selama-lamanya apabila terdapat sebiji zarrah keimanan dalam dadanya.

Iman itu bagaikan akar bagi sebuah pohon, di mana ia memiliki fungsi sebagai penopang tegaknya batang dan cabang. Semakin baik kualitas akarnya, maka akan semakin terjaminlah kekuatan pohon itu. Selain itu juga akar memiliki fungsi-fungsi lain, yakni sebagai penyerap unsur-unsur hara dan fungsi lainnya.

Secara bahasa iman berarti percaya. Dalam bahasa Inggeris penyesuaan kata Iman berbeda dengan kata Trust, melainkan relatif lebih sepadan dengan believement. Dalam lidah Arab, kata yang menunjukkan arti yakin juga ada beberapa lafazh, seperti Yaqien, al-Iman dan Qaniet. Iman itu ada yang sejati, ada pula yang palsu. Iman yang sejati ini, adalah iman yang senantiasa berproses menuju kepada penyempurnaannya. Sedangkan iman yang bercampur dengan kekufuran, syirik dan nifaq adalah kualitas iman orang-orang yang menganggap diri mereka sudah bersih, menganggap diri lebih dari yang lain, dan banyak lagi keadaan-keadaan yang menjerumuskan orang kepada pemalsuan iman, banyak juga sifat-sifat yang menjadi ciri-ciri manusia yang beriman, tetapi imannya bercampur dengan sesuatu yang membuatnya celaka.

Firman Allah QS. 8:2-4:


"Orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang apa bila disebut Asma Allah bergetar hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatnya bertambah iman mereka; dan kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Mereka orang-orang yang menegakkan Sholat dan dari sebahagian harta mereka, mereka nafkahkan. Mereka itulah orang-orang mukmin sejati. Bagi mereka derajat-derajat yang tinggi di sisi Tuhan mereka dan mendapatkan ampunan dan rezeki yang mulia.

Sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya iman itu adalah membenarkan dengan hati mengikrarkan dengan lidah dan melaksanakan dengan anggota tubuh (perbuatan)".

PROSES MUKMIN SEJATI
Mukmin sejati memiliki ciri-ciri kesejatian hati. Sebab di hatilah iman itu bersemaian. Untuk mencapai kesejatian hati itu, seorang yang mengaku muslim harus selalu menimbulkan stimulus-stimulus untuk menggetarkan hatinya. Stimulus itu adalah zikir kepada Allah, dengan banyak-banyak mengingat keagunganNya, keesaanNya dan KemahakuasaanNya. Selain itu, perlu juga banyak-banyak menyebut Asma Allah baik di dalam hatinya (sirr) maupun secara lafzhi dengan lidah. Dengan demikian, diharapkan akan timbul getaran-getaran kecil. Bila getaran-getaran kecil ini mulai tumbuha, maka secara otomatis tenaga gerak akan muncul. Getaran yang secara berkesinambungan akan melahirkan energi gerak. Inilah yang disebut dengan gerak hati. Itulah makanya orang yang banyak mengingat Allah adalah orang yang semangat hidupnya tinggi, energik dan survive serta memiliki daya tahan tinggi.

Pergeseran Nilai (Energi)
Proses getaran-getaran hati, secara otomatis memunculkan kecendrungan-kecendrungan untuk selalu tertarik kepada hal-hal yang mendekatkannya kepada Allah. Ini berarti getaran-getaran yang muncul dari zikir mempunyai daya geser sedikit demi sedikit. Daya geser itu semakin mendekat ke satu titik. Pergeseran inilah yang disebut dengan taqarrub ilallah atau pendekatan diri kepada Allah SWT.

Pergerakan (Percepatan)
Untuk mempercepat gerak yang disebut taqarrub itu, perlu daya picu, motivasi atau daya dorong yang terus menerus, sehingga diharapkan pergeseran nilai dari satu titik pengenalan kepada titik mahabbah tidak tersendat-sendat karena banyaknya pengaruh-pengaruh hawa nafsu dan setan yang coba memutar arah proses tadi ke arah yang semakin jauh dari Allah.
Oleh karenanya, perlu bagi seorang mukmin untuk menambah keimananya dengan banyak mendengar ayat-ayat Allah dengan cara mencari majelis-majelis ilmu, duduk dan berdiskusi dengan para ulama, mujahid dakwah, melakukan sharing informasi dan hal-hal yang berhubungan dengan mendengar nasehat-nasehat sesama saudara seiman dan seaqidah.

Bila daya picu dan percepatan ini terjadi dalam diri seorang mukmin, maka ia sedang memasuki sebuah tahapan yang disebut dengan "hijrah", atau perpindahan total (moved). Yang dimaksud pindah total di sisi adalah seorang mukmin telah melewati titik batas tertentu yang memiliki kemungkinan yang sama yang membuatnya lebih dengan kepada Allah ketimbang Thagut, bentuk penghambaan atau penuhanan lainnya. Seperti sebuah titik nol, bergeser setapak ke depan mendapat nilai 1, bergeser spoin ke belakang mendapat nilai -1.

Perjuangan (Usaha)
Selanjutnya, yang merupakan ciri mukin sejati itu bila mana telah memasuki tahap pindah total ini adalah tahap jihad. Jihad adalah usaha yang dihasilkan dari energi dan percepatan. Semakin besar energi dan percepatan yang diberikan, maka akan semakin besar pula kekuatan usaha.
Secara umum, jihad diterjemahkan kepada arti berperang. Namun, pemaknaan ini dipandang terlalu khusus. Padahal, kendati memang dapat diartikan demikian, makna yang lebih sesuai sebenarnya adalah berjuang dan bersungguh-sungguh.

Pemaknaan terhadap usaha ini hampir sama atau malah bisa disamakan dengan kata ikhtiyar (usaha/ memilih), karena pada ujung usaha, seseorang dituntut agar bisa mengambil pilihan dan keputusan.

Unsur-unsur yang terkandung dalam jihad itu sendiri ada dua hal. Pertama, mengerahkan segenap kemampuan yang ada di diri dan semua persiapan materi, dalam rangka mencapai keberuntungan. Kedua, menyerahkan apa pun keputusannya kepada Allah dan Ridho terhadapa taqdir yang ditetapkan terhadap output dari proses yang dijalankan.

Puncak tertinggi dari usaha dan jihad adalah tawakkal. Dengan kata lain, tawakkal merupakan upaya terakhir, kemampuan dan jalan terakhir yang harus diambil dalam rangka menyelesaikan sebuah persoalan atau urusan. Hal ini merupakan batas seorang muslim untuk diizinkan mengambil keputusan dan pilihan.

Seorang tidak dapat dikatakan bertawakkal sebelum ia benar-benar berjihad atau secara sungguh-sungguh melakukan sesuatu. Begitu pun, seorang tidak bisa dikatakan berjihad kalau ia tidak sampai pada puncak ikhtiarnya menyelesaikan atau menangani suaru urusan atau persoalan.

Itulah sebabnya, surah Al-Anfal ayat 2 ini menjelaskan secara bertahap bagaimana seorang muslim berproses menjadi seorang mukmin sejati.
Adapun tiga input atau jalan yang harus dilalui adalah, Zikrullah (mengingat Allah), Tasmi' 'alat Tilawah (mendengar ayat Allah) dan tawakkal.

Sedangkan proses yang akan dilalui dengan melalui ketiga strategi itu yakni, getaran (daya gerak) yang memunculkan daya geser (taqarrub); selanjutnya terjadilah usaha yang memunculkan daya picu (jihad).

Penegasan ketiga makna tersirat ini (Iman Hijrah dan Jihad) kemudian dipaparkan Allah ayat-ayat terakhir di penghujung Surah Al-Anfal ini, seperti yang dapat kita temukan pada ayat 72,74 dan 75.


Firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dan orang-orang yang menyediakan pertolongan. Mereka itulah orang-orang mukmin sejati; bagi mereka ampunan dan rezeki dan mulia" (QS. 8: 74).


KEUTAMAAN MUKMIN SEJATI
Orang-orang yang sejati imannya dijanjikan Allah dengan tiga ganjaran, tiga keutamaan dan nilai plus.

Ketiga nilai plus itu yakni, ketinggian derajat dalam pandangan Allah, ampunan dan rezeki yang mulia. Namun, tiga keutamaan ini tidak diperoleh sekaligus, melainkan hanya didapatkan dalam proses perjalanan mencapai kesejatian tadi.

Iman, Hijrah dan jihad yang merupakan inti persoalan dari surah Al-Anfal (rampasan perang) itu merupakan balasan yang diberikan Allah secara bertahap menurut sejauh mana proses yang telah dilalui.

Pada proses awal saat seorang abid tergetar hatinya ketika mengingat Allah, pada saat itu pula secara bertahap derajatnya meningkat pada ketinggian tertentu dalam pandangan Allah. Harkat, martabat dan nilai jiwa seorang manusia semakin tinggi dan berharga hanya dapat meningkat dan semakin meninggi berbanding lurus dengan tingkat kekuatan getar, kehebatan energi yang dimunculkan dalam jiwanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Inilah keutamaan pertama yang diberikan Allah.

Keutamaan kedua, yaitu maghfirah atau keampunan. Keampunan ini merupakan bukti pendekatan diri seorang mukmin kepada Allah. Dengan pendekatan yang benar kepada Allah, semakin jauhlah ia dari dosa dan maksiat. Artinya, semakin dekatlah pula ia kepada Allah. Dengan semakin dekat kepada Allah berarti semakin besarlah pengawasan Allah kepadanya, kian hebat pula perlindungan Allah untuk membentengi dirinya dari dosa. Sehingga dosa-dosa yang pernah dibuatnya tenggelam dan tertutupi dengan kebaikan-kebaikannya. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengampunan dalam proses. Jelaslah, proses menuju jihad dapat mengampunkan dosa-dosa. Tanpa hijrah dan jihad, kemungkinan orang untuk berbuat dosa sangat besar, sedangkan Allah tidak mengampuni orang yang selalu berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama.

Selanjutnya, keutamaan ketiga adalah buah usaha dan tawakkal, yaitu rezeki dan mulia. Hal ini berkaitan erat dengan takdir Allah yang sering banyak disalahartikan.
Dalam suatu riwayat, seorang sahabat pernah menanyakan pengertian Tawakkal kepada Nabi Muhammad SAW, ketika beliau bertemu. Dikatakannya, "Ya Rasulullah. Aku mempunyai seekor unta. Apakah ketika aku sholat lalu aku meninggalkannya tanpa ditambat, apakah aku disebut bertawakkal?". Rasulullah SAW bersabda: "Tambatlah untamu, maka engkau telah bertawakkal".

Dari riwayat itu, jelas nilai dari tawakkal adalah usaha atau ikhtiar. Hal ini mengandung makna, seseorang tidak boleh menggantungkan dirinya pada nasib sebelum ia benar-benar mengerahkan segenap kemampuannya.

Rezeki memang dari Allah. Namun Allah tidak akan memberikan rezeki itu secara mulia, selain dengan cara dengan gigih berusaha mencarinya, yakni dengan cara sungguh-sungguh ikhtiyar. Mengenai hasilnya, barulah diserahkan kepada Allah dan dituntut pula bagi kita untuk menerimanya dengan Qana'ah.

Jadi, jelaslah semakin besar usaha, maka semakin besar tawakkal dan semakin besar mulia pula rezeki yang akan Allah berikan. Namun antara keutamaan dan ciri mukmin sejati ini, Allah SWT memperantarainya dengan sebuah ayat "Mereka mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian hartanya".

Betapa tinggi dan luhurnya ajaran Allah itu. Walaupun kita diperintahkan untuk memproses diri untuk mencapai keutamaan-keutamaan yang tak ternilai harganya, namun Allah mengingatkan agar seorang yang mencari iman sejati jangan lupa menegakkan sholat dan menafqahkan sebagian hartanya. Ini ciri mukin sejati.