Thursday 21 May 2009

Tahun Baru Islam: Hijrah Umat Islam dari Segala yang "Busuk"

1. Tahun Baru, Apanya yang Baru?

Umat Islam di Indonesia bila difikir-fikir pasti akan membuat pening. Sebab, banyak yang mengaku Islam, banyak yang ber-KTP Islam, lahir dari keturunan Islam tetapi tidak dengan sungguh-sungguh mempelajari al-Qur'an, mengkajinya dan mengamalkannya. Tapi, ceritanya, maunya masuk surga. Kalau bisa malah dia yang duluan. Ada lagi yang berpendapat, "Nanti kan kalo sudah dimasukkan keneraka beberapa waktu, akhirnya kan masuk surga juga".

Ini perlu dibantah dengan tegas. Apa Islam, agama ini punya datuk-datuk mereka, sehingga seenaknya saja mau sebentar ke sana sebentar ke mari. Apa mereka-mereka ini tidak pernah membaca ayat-ayat al-Qur'an, "Mereka berkata: Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka melainkan hanya beberapa hari saja". Katakanlah: "Sudahkan kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan menyalahi janjinya? Atau kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?". Sebenarnya, barang siapa yang melakukan perbuatan dosa dan ia larut (diliputi) oleh dosanya itu, mereka itulah penduduk neraka dan mereka kekal di dalamnya". QS.2 (al-Baqarah):80-82).

Firman Allah lagi, "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (beban) cobaan sebagaimana halnya orang-oarng terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan berbagai ujian) sampai berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datang pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat".

Tidak usah jauh-jauh bicara soal menjalankan ajaran Islam atau mengkaji al-Qur'an secara mendalam oleh remaja atau generasi muda Muslim; untuk menyemarakkan hari-hari besar Islam saja sebahagian kita umat Islam masih alergi. Bahkan, anehnya, sebahagian generasi muda Islam malah dibikin heboh dengan hari-hari peringatan yang tidak pernah diajarkan Islam, bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan memperingati hari yang berbau maksiat. Lebih aneh lagi, orang tuanya malah tidak tanggap bila anak mereka sedang diracuni, sedang disuntik dengan pengaruh-pengaruh Kafir Modern/Globalisasi.

Kemarin, ya baru-baru ini. 1 Januari bukan main hebohnya. Ada terompet-teompet segala. Ada ngerumpi bersama, buka aurat bersama, ada pestanya, ada kesibukan dan bentuk perayaan lain yang menunjukkan betapa antusiasnya kita merayakan tahun baru Nasrani itu. Karena Masehi sendiri berasal dari kata al-Masih (menunjukkan Nabi Isa).

Kita cukup sedih, karena dalam merayakan tahun Baru Hijriyah orang-orang Nasrani atau lainnya tak seheboh kita ketika merayakan tahun Baru Masehi tadi. Bahkan, bisa diyakini 100 % tak pernah terdengar mereka merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi). Tidak pernah itu.

Maaf, ini tidak ada tendensi apa-apa bagi umat beragama lain. Ini hanya peringatan bagi sesama umat Islam yang perlu saling ingat-mengingatkan. Jadi, bukan urusan yang lain. Ini internal sifatnya.

Taruhlah, Kita sepakat merayakan tahun baru. Apanya yang baru? Bajunya? Kalendernya? Atau apanya? Padahal sebenarnya, sebenarnya tahun baru itu bukan untuk dirayakan tetapi untuk momen refleksi dan evaluasi, agar hari-hari di masa mendatang semakin baik, makin cerah dan menggembirakan.

Tahun Baru Hijriyah, tahun baru kita umat Islam, perlu disemarakkan dalam rangka meninggikan syi'ar Allah, dalam rangka mengingatkan kembali peristiwa Hijrahnya Rasul dan Para Sahabat. Lain tidak. Adapun, kegiatan di luar itu sah-sah saja. Dapat juga bernilai ibadah bila diramu dengan niat dan managemen yang baik. Silakan kita gali potensi remaja kita melalui gebyar, perlombaan dan kompetisi. Karena memang seperti inilah kita diperintahkan. "Fastabiqul Khairat". Hanya, scopnya dan aspeknya saja berlainan.

2. Sekilas Tentang Hijrah
Hijrah secara bahasa berarti pindah. Keluar (ikhraj) atau berpaling (I'radh) dari sesuatu kepada sesuatu yang baru. Hijrah hukumnya wajib dalam Islam. Hanya saja ulama berbeda pendapat mengenai bentuk dan caranya.

Di antara ulama ada yang membagi-bagi Hijrah menjadi beberapa bagian sesuai dengan konteksnya. Antara lain, Hijrah Pemikiran, Hijrah Sikap Politik. Hijrah Teritorial dan Komunitas dan Hijrah Pola Hidup.

Kedudukan Hijrah menempati urutan teratas dalam Islam, karena dengan hijrah akan terpisahlah yang hak dan yang batil, akan terukurlah kesetiaan seorang pengikut kepada pemimpinnya, sebagaimana sahabat di masa Rasul yang rela meninggalkan apa yang mereka cintai (anak isteri, sawah ladang, rumah, dagangan) demi membangun masyarakat Islam yang berdaulat dunia akhirat. Di bumi ini yang kepunyaan Allah ini dan di Surga Darussalam tentunya. Namun, Hijrah hanya dapat terjadi apabila dilandasi dengan keimanan (aqidah) yang kokoh. Karena Hijrah adalah jembatan menuju jihad. Diperlukan niat lurus karena Allah dan Rasulnya untuk Hijrah.

Hijrah dilakukan dalam rangka menambah dan menjaga aqidah, meningkatkan nilai Ibadah, mengangkat derajat di sisi Allah, memperoleh ampunan serta rezeki yang mulia. Dan Insya Allah, khusus mengenai kesemua ini akan dikemukakan secara lebih terperinci dan mendalam dalam tulisan lain. Hijrah dari Segala yang Busuk-busuk

Sebentar lagi, umat Islam sedunia akan memasuki tahun 1425 H. Ini berarti peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah sudah berlalu sesuai dengan angka itu. Peristiwa ini merupakan momentum sejarah yang sangat strategis sampai-sampai Sayyidina Umar Bin Khattab saat beliau menjadi Kahlifah, menobatkan peristiwa ini sebagai standart penanggalan Hijriyah bagi umat Islam. Nilai strategisnya di mana? Nilai strategisnya adalah, peristiwa ini mempertemukan beberapa suku dari Mekkah-Madinah dan membangun sebuah komunitas baru.

Di satu sisi, kaum muhajirin adalah orang-oarng yang tertindas di negeri sendiri, yakni Mekkah. Mereka orang-orang yang butuh suaka politik, perlindungan hukum. Karena di negeri sendiri mereka tidak menemukan keadilan, ketenangan, keamanan, apalagi kesejahteraan. Mereka adalah orang-oarng yang berhijrah (pindah) meninggalkan segala yang busuk-busuk di negeri Mekkah saat itu. Mereka berkeyakinan, hijrah sebuah tuntutan. Tak mungkin mereka bisa melaksanakan ajaran-ajaran Islam di tengah masyarakat yang berhukum dan berpola fikir sekuler, paganis dan hedonis. Islam sebagai ajaran yang suci tak akan mungkin bisa ditegakkan di tengah-tengah sistem yang busuk dan kotor. Politisinya busuk, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sofyan. Ahli kitab (tokoh agama)nya busuk. Hukumnya busuk; bahkan rakyatnya pun busuk juga.

Politisinya dikatakan busuk karena mereka sangat ambisi kekuasaan, sampai-sampai menghalalkan pembohongan, pemalsuan, penipuan, pertentangan, permusuhan, peperangan dan pertumpahan darah. Arogansi mereka tinggi, kehidupan sosial yang mereka jalani sangat elitis dan berstrata, omongannya pun sulit difahami rakyat.

Ahli kitab yang istilah kerennya "pakar Kitab Suci" (zaman sekarang ini dapat dianalogikan dengan ulama, cendikia, ustadz, pendeta, Bikhsu) dikatakan busuk, karena mereka tidak beragama sesuai dengan tuntunan agama itu sendiri. Agama seolah dijadikan komoditi dan barang dagangan. Ayat-ayat Tuhan diputarbalikkan sesuai dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Firman Allah: "Dan orang-oarng Yahudi berkata: "Orang-orang nasrani itu tidak ada pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai pegangan,", padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab (Taurat, Zabur dan Injil). Demikian pula perkataan orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan sama seperti ucapan itu (Contohnya, nggak nyunnah, bid'ah, nggak berfaham salafusslalih, Aswaja, tidak ikut Qur'an; padahal sama-sama mengaku Islam dan baca Qur'an?). Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa-apa yang mereka berselisih (ikhtilaf) padanya" (QS. 2: 113).

Perdebatan persoalan ikhtilaf (perbedaan faham) tak ada habis-habisnya. Agama dijadikan ajang cari uang dan menjilat penguasa. Lidah mereka bengkok tak berani menyuarakan kebenaran. Berfatwa seenaknya saja, (kadang-kadang seperti pesanan). Umat kebingungan mereka tak peduli. Wibawa agama hilang gara-gara mereka. Bandit betul.Banyak lagi kebusukan-kebusukan mereka yang diabadikan Allah dalam al-Qur'an.

Hukumnya juga busuk, karena tidak mencerminkan keadilan. Hukum sudah dapat diperjualbelikan, dapat diotakatik sesuai pesan sponsor. Hal ini sesuai diriwayatkan dalam kitab Min Kunuzis Sunnah sebagaimana dikemukakan Umar Bin Khattab dalam sebuah Khobar (Atsar). Di situ dinyatakan, kehancuran sebuah bangsa terjadi ketika perlindungan hukum sudah tidak berjalan, bagi orang-orang yang dianggap lemah atau rakyat jelata supremasi hukum bukan main cepat dijalankan. Tetapi bila orang-orang yang dianggap mulia dan berpengaruh (syarif), hukum seolah tidak mempan, berbelit belit.
Jelasnya, hukum sudah laksana pisau semakin ke bawah; atau seperti sarang laba-laba yang dibuat dengan ludah. Apabila nyamuk, kutu busuk, kecoa, lalat atau serangga-serangga kecil lainnya yang masuk, cepat lengketnya. Coba kalau kelelawar, kadal busuk dan burung hantu yang numpang lewat. Jangankan lengket, sarangnya pula yang hancur dan diobok-obok. Hancur, lalu dengan tanpa bersalah kepada serangga-serangga kecil tadi, sang laba-laba malah membuat sarang yang baru dengan begitu mudahnya. Maklum, membuatnya dari ludah. Firman Allah: "Perumpamaan orang-oarng yang mengambil pelindung selain dari Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesunggunya serapuh-rapuh rumah adalah laba-laba kalau mereka mengetahui QS. 29 (al-Ankabut): 41)".

Selain politisi, Ahli agama, dan hukumnya, rakyat negeri itu pun saat itu busuk juga. Sehingga, saban hari ada yang kemalingan, ditipu, ditodong, dirampok, dicabuli atau didukuni. Sehingga, keamanan tidak ada yang menjamin lagi. Hati kecil mereka sebenarnya sudah muak dengan segala kebusukan yang ada. Kalau ada kesempatan ingin rasanya mereka keluar dari sistem yang bobrok itu, negeri yang pailit tetapi pura-pura wibawa dan sok hebat itu. FirmanNya :

"Mengapa kamu tidak mau berperang di Jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mapun anak-anak yang semuanya berdo'a: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zalim penduduknya (rakyatnya, warganya) dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau" QS. 4 (an-Nisa): 75).

Di sisi lain, penduduk asli Yasrib yang belakangan diberi nama Madinah, adalah masyarakat yang mayoritas bekerja petani, karena luasnya lahan agraria di daerah Yasrib. Mereka adalah orang-orang yang telah lama merindukan kedatangan saudara-saudara mereka seiman dan seqidah, penduduk Mekkan yang berimigrasi besar-besaran tadi. Mereka adalah para pengikut Islam yang meyakini Islam tanpa pernah bertemu dengan Nabi SAW sendiri, melainkan hanya mengenal Islam beberapa tokoh di antara Banu Auz dan Khadraj, Mus'ab Bin Umair dan Mus'ab Bin Jabal.

Mereka adalah orang-orang yang masuk Islam karena melihat bukti kebenaran Islam itu, bukan hanya sekedar janji kosong dari seorang pembual dengan memakai ayat-ayat kitab suci. Karena perlu diketahui, dahulunya Bani Khadraj dau 'Auz adalah dua Suku besar di Yasrib (Madinah) yang saling bermusuhan hebat, seolah sudah musuh bebuyutan. Namun setelah kedatang ajaran Islam, permusuhan mereka hilang tak berbekas, seolah tuntas tas tas. Itulah sebabnya, ketika para Muhajirin dari Mekkah datang ke Yasrib penduduk Yasrib benar-benar siap membela dan menolong mereka, sehingga mereka terkenal sebagai kaum Anshor (para penolong).

No comments:

Post a Comment