Monday 24 September 2007

Gelar dan Nilai Seorang Kepala Negara

Oleh: Jufri Bulian Ababil

1. Manifesto Politik Surat 110, al-Lahab: 1-5
Bila ditelusuri lebih jauh makna-makna dalam al-Quur’an baik melalui kacamata sejarah, sosial budaya, sains dan teknologi, niscaya akan banyak ditemukan berbagai kandungan ayat yang bersisi segala hal yang tak terhitung banyaknya sesuai dengan susut pandang yang digunakan.
Ditinjau dari segi politik, surat al-Lahab mempunyai sejumlah konsep yang dapat dijadikan paradigma berpolitik, karena banyak faktor-faktor pelanggengan kekuasaan, teknik hagemoni dan sebagainya terkandung dari ayat-ayarnya.Dari sejumlah kalimatnya saja, terdapat beberapa kata kunci (keyterms) yang dapat dimaknai ke arah itu, antara lain: “Yada_ni” yang berarti kedua tangan; Abu Labah, artinya “Bapak Gejolak”; al-Mal, berarti harta (materi); “Kasab” berarti upaya atau usaha; “Hammalah al-Hatob” yang artinya, pembawa kayu bakar dan “al-Masad” yang dapat berarti belenggu karena dikaitkan dengan kata sebelumnya “Jie_d” yang berarti leher.Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat al-Lahab (110): (1) Celakalah kedua tangan Abu Lahab maka celakalah ia (2) Tiada akan bermanfaat dari padanya hartanya dan apa yang ia usahakan (3) Kami akan melemparkannya ke dalam api yanbg menyala-nayala (4) Dan isterinya adalah pembawa kayu bakar (5) Di lehernya ada tali dari belenggu neraka”.

2. Kekuasaan
Pada ayat pertama yang berbunyi: “Celakalah kedua tangan Abu Lahab maka celakalah ia” menyiratkan bahwa Abu Lahab sebagai seorang pemimpin yang menggunakan kedua tangannya untuk menghalang-halangi Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah pernah dilempari tahi onta oleh Abu Lahab pada saat beliau Sholat, mau dibunuh dan sebagainya. Kiranya, manalah mungkin Abu Lahab berani mengacung-acungkan tangan kalau dia orang yang biasa-biasa saja seperti tukang beca, Jufri atau petugas kebersuhan (cleaning service/office boy) yang tak punya pengaruh apa-apa. Tentunya, arogansi muncul karena kedua tangannya punya kekuatan tertentu.
Asbabun Nuzul surat ini adalah ketika Rasulullah berdakwah kepada pemuka-pemuka Qabilah (suku) Quraisy, khususnya di tengah-tengah pihak keluarganya dari Bani (keturunan) Hasyim. Abu Lahab tiba-tiba mengacung-acungkan tangan, menonjok-nonjok sambil mencerca beliau, “Celaka Muhammad…Celaka Muhammad”. Maka turunlah ayat ini sebagai dukungan psikologis dari Allah kepada Rasulullah SAW, bahwa sebenarnya yang celaka adalah Abu Lahab.
Abu Lahab sendiri adalah gelar atau laqob yang biasa digunakan oleh orang-orang Arab. Sehingga nama sebenarnya malah sulit ditemukan karena saking popolernya gelar yang diberikan kepadanya. Misalnya, Abu Jahal yang berarti Bapak Kebodohan adalah gelar bagi Umar Bin Hisyam, selain juga digelar sebagai Abu Hukkam atau Bapak kebijaksanaan, ketika jaya-jayanya dia berkuasa di Makkah saat itu. Padahal Umar Bin Hisyamlah namanya yang sesungguhnya.
Demikian pula Abu Thalib yang berarti Bapak Pelajar, disebabkan ketinggian ilmu dan keluasan wawasan yang dimilikinya saat itu, sehingga dia dikagumi dan disegani sebagai tokoh intelektual di masanya. Begitu pun dengan Abu Hurairah yang berarti Bapak Kucing, karena kebiasaannya memelihara kucing, sehingga rumahnya dipenuhi bayak kucing.
Ayat ini mengandung makna yang umum, artinya bukan hanya Abu Lahab saja yang celaka namun setiap orang yang menghalang-halangi dakwah Islam pasti akan dicelakakan Allah sesuai dengan kaidah Ushul “Al-Ibratu bi umumil lafzhi la bi khusususis Sababi”; artinya, pelajaran diambil dari umumnya lafazh, bukan dari sebab yang khusus (dikarenakan sebab tertentu).
Nah pertanyaan selanjutnya adalah, kenapa dia (Abu Lahab) diberi gelar sebagai bapak gejolak (gelora). Abu artinya ayah, Lahab artinya gejolak api. Jawabnya tentu tak jauh beda pada masa-masa sekarang ini. Setiap pemimpin kiranya selalu diberi gelar-gelar tertentu. Tak usah jauh-jauh, di negeri Indonesia misalnya, kelima-lima presiden Indonesia memiliki gelarnya masing-masing sesuai dengan pamor, prestasi dan kemapuannya yang menonjol dalam menggagas, mensosialisasikan maupun mencetuskan sesuatu.
Presiden Pertama Ir. Soekarno, diberi gelar dengan Bapak Proklamator, karena dialah bersama Bung Hatta yang telah memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selain itu Bung Karno juga digelar Bapak Penyambung Lidah Rakyat dan “Singa Podium” karena kemampuannya yang luar biasa dalam menggelorakan semangat rakyat melalui pidato-pidatonya yang berapi-api.
Presiden Kedua Jenderal Berbintang Empat (purn) H. Muhammad Soeharto, diberi gelar Bapak Pembangunan karena kemampuannya dalam menggagas Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada saat ia berkuasa, juga karena kinerja kabinet pembangunannya, serta pembangunan sektor ekonomi yang dilakukannya dinilai telah mampu mengangkat ekonomi negara yang sudah hancur total di masa Presiden Soekarno dengan inflasi yang gila-gilaan.
Selanjutnya Presiden Ketiga Republik Indoenesi, Prof. Ir. Ing. Baharuddin Joesoef Habibie yang digelar Mr. Creek atau Bapak keseimbangan, karena penemuannya yang spektakuler dalam bidang teknologi, yakni menemukan keseimbangan pada sayap pesawat pada cuaca tertentu, sehingga pesawat terbang (plane) dapat tetap terbang dalam keadaan normal; penemua yang tidak saja menjadi sumbangsih kepada masyarakat teknologi dunia, namun juga merupakan putera bangsa yang mempu mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia.
Begitu pula Presiden Abdurrahman Wahid yang populer dengan gelar Bapak Prodem dan Bapak HM, karena jasa-jasanya dalam mengkampanyekan perdamaian dunia dan HAM di Indonesia serta menghidupkan sdemokrasi di Indonesia di saat-saat demokrasi nyaris mati di negara ini.
Dan terakhir, Presiden kelima, Ibu Hajjah Megawati Soekarno Puteri yang digelar ibu Wong Cilik, di saat saat kampaye Pemilu tahun 1999 lalu, dinilai karena berpihaknya kepada masyarakat tertindas saat itu.
Jelasnya, mereka berlima diberi gelar sehebat itu tentu karena mempunyai kekuatan. Terlebih-lebih ketika kekuatan itu menjadi kongkrit yakni, sebuah kekuasaan. Itulah sebabnya ada orang yang diberi julukan Bapak Gejolak Seperti Abu Lahab, karena di masa ia berkuasa, dakwah Islam benar-benar tertindas. Peperangan di mana-mana, memfitnah lebih kejam dari tidak memfitnah sama sekali (sama-sama kejam), permusuhan terjadi di mana-mana.pelanggaran HAM sudah tak kenal peri kemanusiaan lagi. Banyak sahabat-sahabat Nabi yang disiksa dimasanya dengan sangat sadis, baik dengan cara mencincang, menarik anggota tubuh dengan kuda, menyeret orang ditengah-tengah padang pasir. Intinya semua polosok daerah bergejolak. Itulah makanya dia diberi gelar Bapak Gejolak.

3. Ekonomi dan Program Politik
Pada ayat selanjutnya (ayat 2) dinyatakan, “Tiada akan bermanfaat dari padanya hartanya dan apa yang ia usahakan”. Ini menunjukkan bahwa Abu Lahab telah berusaha dengan harta dan program-program yang direncanakan untuk menghancurkan kaum muslimin yang saat itu masih sangat sedikit akibat kekhawatirannya bila Muhammad SAW sewaktu-waktu dapat mengganggu kekuasaannya. Apabila ia mengetahui benar bahwa Muhammad tidak mau berkerjasama dengan pihak pemerintahan Quraisy.
Di negara-negara otokrasi yang dipimpin seorang diktator umumnya selalu menggunakan dua kekuatan dalam mencengkeramkan kekuasaannya. Pertama harta (mal) dan kedua dengan usaha (kasab).
Bicara harta berarti bicara materi. Bicara materi pasti bicara ekonomi. Seangkan bila kita bicara soal usaha, berarti mau tidak mau kita harus bicara tentang badan usaha, program, sasaran (target) dan tujuan serta hasil (output).
Namun inti dari usaha adalah managemen (pengelolaan) dari arti yang menyeluruh secara keseluruhan baik dari segi sitemnya, fungsinya, maupun perangkat-perangkatnya.

4. Neraka
Ayat ketiga surat ini yang berbunyi, “Kami akan melemparkannya ke dalam api yang menyala-nyala”. Menggambarkan sebuah realiti (kenyataan) yang terjadi secara paksa. Di sana ada kata-kata “yashla”. Abu Lahab diriwayatkan gugur dalam peperangan yang ia kobarkan sendiri.
Kata-kata api dalam bentuk “Nakirah” dalam ayat ini dapat merupakan bentuk yang lebih real, berupa kekacauan-kekacauan.
Berdasarkan Hadits Rasulullah SAW yang amat masyhur dalam menggambarkan rumah tangganya sebagai surganya: “Baiti Jannati” yang artinya, Rumah tanggaku adalah surgaku. Maksudnya, rumah tangga yang harmonis, rukun, damai dan sentausa merupakan wujud surga di dunia ini. Bukan hanya sebatas kiasan. Jadi, tidak ada kata-kata “’adat at-Tamtsil” yang dibuang (mahdzuf) di sana. Karena hadist tersebut berbentuk mubtada’ dan khobar. Dari hadits tersebut billa diambil mafhum mukhalafahnya (pemahaman terbalik) berarti bahwa, rumah tangga yang sering cek-cok, tidak harmonis dan tidak rukun dan damai, merupakan wujud neraka.
Dalam scope yang lebih besar, sebuah organisasi (pehimpunan/jamaah) juga merupakan rumah tangga. Makanya ada Anggaran Rumah Tangganya (ART). Bahkan suatu bangsa atau negarapun adalah sebuah rumah tangga dan dipandang sebagai suatu satu keluarga. Karena ada kepala rumah tangganya, yakni pihak (puak) pemerintahan di tiap tingkatan dari tingkat nasional samapi tingkat lurah/ kepada desa.
Ini artinya bahwa, apabila sebuah negara tidak teratur, rakyatnya tidak pernah merasa aman karena gangguan penjahat di segala bidang dari kelaparan, kekacauan “banyak persekcokan terjadi di mana-mana, itu pun dapat disebut neraka sesuaid dengan pengembangan makna hadits tadi.

5. Pasangan Hidup kepala Negara
Ayat kelima surat al-Lahab berbunyi: “ Dan isterinya adalah pembawa kayu bakar”. Isteri Abu Lahab dikenal dengan gelar Ummu Jamilah (ibu yang cantik) merupakan aktor dibalik layar yang suka menggosok-gosok, menggesek-gesek dan krasak-krusuk terhadap semua persoalan, teruatam lawan-lawan politik suaminya Abu Lahab. Dia juga dikenal sebagai ibu negara yang tukang fitnah, yang menyebabkan masalah semakin besar dengan eskalasi yang semakin meluas.
Memang, sewajarnya bila pendamping seorang kepala negara menjadi begitu penting disebabkan faktor saling mempengaruhi dan interaksi yang terjadi di dalam rumah tangga. Misalnya, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) digagas oleh almarhumah (Allah yarham) Ibu Siti Hartinah yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi, bahkan mempengaruhi budaya dan politik ketika itu (orde baru). Itulah makanya, raja-raja di masa dahulu, demi mempersatukan beberapa kerajaan atau kepentingan ekspansi kekuasaan, saling menjodohkan anak mereka.
Oleh karena itu, tidak perlu hairan bila seorang kepala negara yang mempunyai pasangan hidup seorang koruptor dapat memberantas korupsi. Bila pasangan hidupnya seorang pesolek, suka berfoya-foya; tak perlu hairan bila negara tersebut akan menjadi negara penghasil kosmetik. Begitu pun yang lain misalnya, pasangannya seorang pecundang, mafia, pendendam dan sebagainya, sangat jarang dijumpai tidak mempunyai pengaruh terhadap jalannya pemerintahan yang sedang ia pimpin.

6. Belenggu
Sedangkan dalam ayat terkhir surat al-Lahab ditutup dengan pernyataan, “Di lehernya ada tali dari belenggu (neraka)”. Maksudnya, ayat ini merupakan kesimpulan dari keempat ayat sebelumnya, bahwa yang terjadi pada masa kepemimpinan (leadership) seorang semisal Abu Lahab, pasti terbelenggu dalam sebuah ikatan semu, pandangan hidup semu, yang insya Allah dijamin bakal menjadi penyesalan bagi seluruh rakyatnya. Ketika seorang pendamping pemimpin negara telah mengkalungkan di lehernya kalung “ketamakan’ atau semisal lain haus “darah”, lambat laun cepat atau lambat kebanyakan rakyat akan mengikut; mereka pun akan membelenggu dirinya dengan rantai yang terbuat dari neraka. Mereka tidak bisa keluar dari masalah dan senantiasa diliputi masalah, sampai mereka melepas belenggu itu. Artinya, pemimpinnya harus diganti. Perlu dicari seorang pemimpin lain yang berakhlak mulia dan pasangan hidupnya pun berakhlak mulia pula sebagai mana yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW, dengan Ummahatul Mukminin (isteri-isteri Nabi SAW) Radiallahu Anhunna, Wallahu A’lam Bissowab.

Mengertikah Kita Arti Bersatu?

Oleh: Jufri Bulian Ababil

Bangsa Indonesia, adalah bangsa yang satu. Kita semua sama sepakati hal itu sejak 28 Oktober 1928, melalui Sumpah Pemuda. Umat Islam adalah Umat yang satu, mereka yang menganut agama Islam harus percaya itu, karena Al-Qur'an secara tegas mengatakan hal itu. Firman Allah QS. 2 (al-Baqarah): 213: "Manusia manusia itu satu ummat. Maka Allah mengutus Nabi-Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan kabar takut; dan Allah menurunkan bersama para Nabi itu Kitab suci dengan konsep Kebenaran (hakikat), agar dijadikan hukum sesama manusia terhadap apa saja perselisihan yang ada tentang kitab suci itu. Dan tidak ada perselisihan tentangnya kecuali setelah mereka diberi Kitab suci dan telah muncul penjelasan kepada mereka, mereka pun saling dengki. Maka Allah menunjuki orang-orang yang beriman untuk yang mereka perselisihkan tentangnya dengan izin-Nya. Allah akan menunjuki siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus".

Nah, muncul sejumlah pertanyaan. Bila kita adalah satu bangsa, mengapa tingkat kemiskinan semakin meningkat? Kerusuhan bernuansa SARA dan konflik di beberapa daerah terus terjadi? Kenapa tawuran sesama pelajar, masyarakat terus terjadi? Mengapa konflik internal sesama teman sekantor, seinstansi seoraganisasi, satu partai tidak pernah selesai bahkan semakin tajam?

Demikian pula sebagai umat Islam, ummah wahidah. Bila kita mengaku sebagai ummat yang satu seperti yang diteriak-teriakkan para da'I, para Ustazd dan kaum Mu'allimin di mimbar-mimbar dan majelis majelis. Tetapi, kenapa tetap saja partai politik Islam lebih dari satu? Kenapa tidak ada persatuan para ustadz? Kenapa bila 5 orang ustadz bertemu membahas agama tidak pernah ada kesefahaman? Kenapa komponen sesama komponen umat Islam menuntut saudaranya? Kenapa ada parpol Islam menggugat parpol Islam lain? Dari banyak pertanyaan mengenai bangsa dan umat yang satu itu, muncul sebuah pertanyaan besar. Mengertikah kita arti bersatu?

Konsep Persatuan dan Prakteknya
Sila ketiga Pancasila adalah persatuan Indonesia yang sebenarnya diberi lambang rantai, jelas-jelas menyebutkan, persatuan merupakan salah satu dasar negara RI didirikan. Apa para elit politik sudah lupa? Dalam UUD Dasar 1945 baik yang belum diamandemen maupun yang sudah diamandemen, dari pembukaan sampai batang tubuh juga menggariskan alangkah mahalnya persatuan bangsa. Apa pakar hukum sudah lupa?

Dalam Islam, persatuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kalimah Tauhid itu sendiri. Artinya, umat bertauhid adalah umat yang mengaku memiliki hukum yang satu (hukm ullah), atau tidak saja sekedar mengaku ber-Ilah yang satu (tauhid Ubudiyah/Uluhiyah) dan berwala'/berkepemimpinan dalam sebuah kedaulatan saja (Mulkiyah), melainkan juga harus mempraktekkan ummah wahidah dalam satu Tali Buhul Agama Allah.

Mempersatukan ummat adalah Tauhid. Sebaliknya memecah-belah ummat adalah Syirik. Mengajak bersatu memang sulit, apalagi di tengah-tengah kaum yang fanatik dengan golongannya. Padahal, orang-orang yang fanatik faham/golongan adalah ciri kaum yang musyrik, jahiliyah dan fasiq, munafik dan kafir. Firman Allah SWT QS. 30 (ar-Rum): 31-32: "Dengan kembali kepada ajaran fitrah (bertaubat kepada Allah), dan dirikanlah Sholat dan bayarlah zakat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mensekutukan Allah (musyrik). Yaitu, orang-orang yang memecah belah agama mereka lantas mereka menjadi berkelompok-kelompok, tiap-tiap golongan merasa bangga (hebat/lebih) dengan apa yang ada pada mereka".

Munculnya perpecahan berawal dari perbedaan faham, berbeda pandangan, berbeda fikiran, berbeda visi dan tujuan. Masing-masing perbedaan ini apabila dicampurkan dengan kesombongan dan kedengkian, ego dan merasa benar. Maka muncullah perselisihan. Sebenarnya perselisihan dapat dirembuk melalui memohon maaf dan menunjukkan iktikad baik memperbaiki. Tetapi, bila perselisihan justeru diisi dengan rasa gengsi dan sikap cuek menganggap "semuanya pasti beres" atau "entar lu ya?", maka tak bisa dihindarkan lagi, muncullah sikap permusuhan dan rasa dendam. Lambat laun konflik pasti terjadi. Konflik, bila tidak diredam dengan keadilan sikap orang yang mengangkat dirinya sebagai penengah, akan memunculkan konflik yang baru; dan akan semakin meluas bila terjadi saling bela dan dicampuri pihak-pihak lain yang memihak. Konflik akan memunculkan luka lama dan parah. Kelukaan sosial akan membunuh persatuan.

Konsep yang baru dikemukankan tadi tak ada apa-apanya, karena negara kita kalau soal membuat konsep termasuk paling jago. Sekali buat ketetapan MPR, ratusan miliyar Kas negara terkuras, sekali mengesahkan UU, puluhan milyar leong, sekali buat perda, ratusan juga lenyap, nyap nyap. Namun dalam prakteknya, hukum-hukum dan segala aturan yang telah dibuat seperti diakui banyak pihak, NOL besar lagi menyedihkan. Selain, penafsirannya beda-beda, banyak yang kontadiktif, setengah jadi, juga banyak yang tidak berpihak kepada rakyat kecil (malah berpihak ke kapitalis, borjuis dan menguntungkan koruptor dan pencuri berdasi).

Faktor Penghambat Persatuan
a.Pemimpin Jahat (Thagut).
Pemimpin Jahat merupakan tipe pemimpin yang memecah belah rakyatnya demi melanggengkan kekuasaannya. Pemimpin seperti ini, adalah faktor penghambat persatuan bangsa dan umat. Tak peduli harus dengan cara menindas, menangkapi aktifis, menculik/ membunuh lawan politiknya, melakukan politik belah bambu maupun mengkambinghitamkan suatu kelompok demi menaikkan pamornya. Pemimpin ini, tak akan dapat memperbaiki bangsa Indonesia dan umat Islam, karena selain merusak sumber daya manusia, pemimpin seperti ini juga merusak sumber daya alam seperti Fir'aun. Firman Allah QS. 28 al-Qashash: 24: "Sesungguhnya Fir'aun adalah (pemimpin yang) sewenang-wenang di muka bumi dan memecah belah rakyatnya dengan menindas sekelompok dari mereka (dan memanjakan sekelompok yang lain). Dia membunuh genesrasi-generasi (pemuda) mereka dan menghidupkan anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang membuat kerusakan".

b.Ulama Jahat/ Cendikiawan Sesat.
Ulama jahat atau cendikiawan sesat adalah orang-orang yang mengakui dirinya sebagi ulama atau dianggap cendikiawan oleh sebagian umat Islam. Tetapi sebenarnya, banyak ide-idenya yang menyimpang dari ajaran Tuhan. Namun anehnya, Rakyat yang memang banyak jadi korban pembodohan (baik melalui sistem maupun kurikulum pendidikannya) justru lebih mengikuti kata-kata ulama atau cendikiawan seperti ini ketimbang Tuhan. Haram kata Tuhan halal katanya (demi kepentingan uang, kekuasaan atau kepentingan gengsi). Haram kata Tuhan, malah ia ikut membubuhkan tanda tangan melegalisasi maksiat. Orang yang mengikuti mereka ini adalah orang Musyrik, karena mereka telah mempertuhankan manusia. Orang musrik tidak akan dapat bersatu, karena mereka akan lebih cenderung tunduk kepada tuhan masing masing. Firman Allah 9 (at-Taubah): 31: "Mereka menjadikan alim ulama (pendeta dsb) dan kaum tokoh spritual (seperti rahib, syaikh dsb) menjadi Tuhan (Rabb) selain Allah (mereka juga menjadikan) Isa putera Maryam (sebagai tuhan). Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali hanya mengabdikan diri kepada sembahan (Ilah: sasaran ketaatan) yang satu saja. Tidak ada Sembahan selain Dia. Maha Suci Dia dari apa-apa yang mereka sekutukan".

c. Sistem Jelek (Jahiliyah)
Bila sebotol minyak wangi atau permata dimasukkan ke dalam tong sampah. Pasti dipukulratakan sebutannya, sama-sama sampah, walaupun dari jenis berbeda tetapi dimasukkan pada wadah yang sama. Begitu pula, seorang mengaku muslim apabila lebih memilih tinggal di daerah kafir (darul bawar/Kuffar: sekuler, komunis, paganis) dan tidak mau pindah ke darul Islam (daerah/komunitas Islam) padahal dia mampu, maka dia termasuk golongan mereka. Firman Allah QS. 16 (an-Nahl):28: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menukar nikmat Allah (Keimanan dan keislaman) dengan kekafiran dan menggiring bangsa mereka ke kampung (sistem) kebinasaan (darul bawar)?"

d. Fanatik Golongan/ Faham
Mereka, adalah orang-orang yang kaum konservatif tradisional yang masih mengikuti ajaran-ajaran nenek moyang, ajaran (isme-isme) tokoh "tempoe doeloe" yang bertentangan dengan Islam atau tidak ada dalam Islam. Mereka ini kaum yang tidak mengerti tentang adat dan budaya, tetapi sok beradat dan berbudaya. Kendati demikian, sebagian kaum Konservatif tradional yang lain yang tunduk kepada ajaran Islam tidak termasuk kategori ini. Pernyataan ini bukan berarti pembenaran terhadap kaum pembaharu. Justeru tidak sedikit kaum pembaharu yang dinilai "kurang tepat" mengartikulasikan konsep Islam dengan semangat modernismenya, sehingga sesat dan menyesatkan. Firman Allah QS. 2 (al-Baqarah): 170: "Apabila dikatakan kepada mereka, marilah kepada ajaran-ajaran (ayat) yang diturunkan Allah. Malah mereka mengatakan, "Kami hanya akan tetap mengikuti apa yang telah dipusakakan oleh nenek moyang kami", walaupun pun nenek moyang mereka itu tidak mengerti apa pun, dan tidak mendapat petunjuk".

Untuk Dapat Dimengerti…Persatuan dimulai dari penyatuan fikiran, penyatuan visi, misi, saling berbesar hati dan terbuka menerima kelebihan orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri. Dan yang terpenting, untuk dapat bersatu, maka yang pertama dan yang paling utama dilakukan adalah mencari pengertian tentang bersatu itu sendiri. Tauhid pun seperti itu, untuk mewujudkan ummah wahidah, perlu kita mengerti dulu, ummat yang satu itu seperti apa? Untuk dapat dimengerti, berikut ini disebutkan tahapan menuju persatuan Umat Islam bangsa Indonesia, yakni:

1.Satu Pengertian
Untuk dapat bersatu, perlu ada satu pengetian, satu persepsi, satu penafsiran dan satu pemahaman bail tentang pokok-pokok isi kandungan al-Qur'an, satu pengertian siapa kawan dan dan Lawan dan satu pengertian pula tentang misi dan tujuan. Bila terdapat perbedaan jangan dipertajam. Bila ada persamaan teruslah dipupuk. Firman Allah: QS 3 (Ali Imran): 64: "Hai pakar konsep agama (ahli Kitab) marilah kepada satu Kalimah yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak akan mengabdikan diri selain hanya kepada Allah dan kita tidak menyaingiNya dengan sesuatu apapun; dan tidak akan memilih sesama kita sebagai tuhan-tuhan (Rabb) selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: "Saksikan kamulah, sesungguhnya kamilah orang-orang yang menyerahkan diri (mencari jalan selamat)".

2.Satu hati
Tidak selamanya dalam menyelesaikan persoalan uang, logika pergerakan, pedang atau kekuasaan yang bicara. Tak jarang, perselisihan dapat terpecahkan melalui bicara hati ke hati. Sebab, bila hati telah menyatu, tidak ada akan lagi saling curiga. Salah sedikit, tak mengapa. Malah justru, lebih mempererat hubungan. Firman Allah: QS. 3 (Ali Imran) : 151: "Kami akan menyusupkan ke dalam hati orang-orang kafir itu rasa takut (cemas dan ragu), karena mereka telah mensekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak punya kemampuan. Tempat mereka Jahannam, sebagai tempat paling buruk bagi orang-orang yang zalim"; QS. 3: 102: "Berpegang teguhlah kamu pada tali (ikatan) Allah (Islam) dan jangan berpecah-belah; dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu di saat kamu dulu bermusuh-musuhan maka Allah menjinakkan hati kamu, sehingga jadilah kamu ummat yang bersaudara…"

3.Satu Barisan
Pemimpin Umat Islam (ulil Amri) adalah satu, dan wajib berbai'atnya dan haram durhaka kepadanya. Agar umat Islam dapat terkomandoi dalam satu ketaatan. Tanpa pemimpin Umat Islam akan lemah dan terpecah belah. Bila ulil Amri belum ada, maka wajib bagi umat Islam untuk tetap mencetak kader-kader umat sampai Allah mengkaruniakan kepada umat Islam pemimpin dari sisi-Nya. Secara Firman Allah QS. 61 (as-Shaff): 4: "Sesunguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan ang kokon seolah-olah mereka itu bangunan yang teramat kokoh". Wallahu A'lam.