Saturday 13 June 2009

Festival Film Anak (FFA): Menelusuri Jejak Anak Rimba

Festival Film Anak (FFA) 2008: Pertama di Indonesia


Kembali, PKPA dan Komunitas Film di Sumut Selenggarakan FFA ke-2

• Pemropsu Diminta Jadikan FFA Menjadi Program Tahunan


Medan,
Setelah sukses menyelenggarakan Festival Film Anak (FFA) pada 2008 lalu, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) bekerjasama dengan komunitas film di Sumatera Utara kembali menyelenggarakan FFA 2009, yang memperlombakan film untuk katagori fiksi dan dokumenter. Pendaftarannya masih akan dibuka hingga 17 Agustus 2009 mendatang.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Steering Commite (SC) FFA, Onny Kresnawan didampingi SC FFA lainnya Rius Suhendra (Kensington Institute), Andi Hutagalung (Kofi 52), Erick Murdianto (MSM) dan Gunawan (IMMC) kepada wartawan di Medan, Kamis (11/6) lalu.

“Dalam tiga tahun pertama kami masih memberikan kelonggaran bagi anak-anak peserta yang masih melibatkan orang-orang dewasa dalam rangka melatih dan mendampingi anak-anak selama masa produksi. Jadi, sekarang ini hitungannya masih komposisi delapan puluh persen anak-anak dan dua puluh persen dewasa,” kata Onny.

Onny menambahkan, kelonggaran itu tentu saja harus tetap dibarengi dengan pengembangan jaringan sineas anak dan remaja di Indonesia melalui jaringan komunitas film independen seperti yang dilakukannya selama dua tahun terakhir.

Menurut Produser Sineas Film Documentary (SFD) itu, perlunya keterlibatan komunitas film indie ke dalam jaringan komunitas film anak merupakan pertimbangan yang matang, mengingat hal itu juga akan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama guru, orang tua dan sineas dewasa lainnya.

“Dengan adanya kerjasama sineas dewasa dan pendampingan produksi film anak di tiga tahun pertama ini, diharapkan akan memberikan warna bagi masyarakat agar lebih menemukan formulasi terbaik dalam melakukan pendekatan kepada anak-anak, sehingga dapat berfikir lebih berpersfektif anak,” ujarnya.

Namun, lanjut Onny, pihaknya menargetkan dalam lima tahun ke depan, film-film karya anak Indonesia benar-benar merupakan karya produksi anak-anak 100 persen walaupun pendampingan dan pemantauan produksi tetap akan dilakukan.

Mengenai soal usia 10-19 tahun Onny memaparkan, hal itu dilakukan lebih karena alasan realitas dunia anak. Soalnya, perlu waktu dan pelatihan yang serius untuk melibatkan anak-anak yang lebih dini dari usia tersebut.

“Kita tidak menafikan, tetapi kalau melibatkan, kita sudah melibatkan mereka sejak FFA 2008, malah aktor terbaiknya juga usianya baru 8 tahun, anak Bekasi Jawa Barat, siswa salah satu Sekolah Dasar Alam,” katanya.

Pertama di Indonesia
Festival Film Anak (FFA) di Medan merupakan festival film anak yang pertama di Indonesia, yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) bekerjasama dengan komunitas film dan belasan private sector di Sumut sejak 2008 lalu.

Direktur Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Ahmad Sofian, SH, MA di tempat terpisah kepada wartawan di Medan, Kamis (11/6) lalu menerangkan, FFA 2008 telah memperlombakan 17 film dokumenter dan fiksi karya anak-anak yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Aceh.

“Itu realitas anak-anak kita yang masih perlu dukungan banyak pihak. Terbatasnya akses mereka untuk mendapatkan informasi FFA merupakan salah satu faktor yang membuat kreatifitas perfilman anak di Indonesia kurang benar-benar menjadikan anak sebagai pelaku perubahan, bukan objek eksploitasi,” terang Sofian.

Selain menyelenggarakan festival, rangkaian kegiatan di FFA juga ada menyelenggarakan workshop, pendampingan produksi dan malam penganugerahan. Melalui workhop, anak diperkenalkan dan dilatih untuk menggunakan peralatan produksi film dari mulai penyusunan naskah, pembuatan stroty board, casting, penggunaan handycam sampai comcorder yang standar broadcast (camera 3ccd); sedangkan pendampingan dan pemantauan produksi dilakukan untuk memastikan orisinalitas dan kemungkinan kendala yang dihadapi anak-anak dalam berkreasi.

“Nah, malam penganugerahan merupakan malam puncak pengumuman dewan juri mengenai hasil seleksi terhadap film-film anak yang masuk ke Panitia,” jelasnya.

Program Tahunan
Sejak pelaksanaan FFA pertama yang diselenggarakan Juli 2008 silam, pemerintah Sumatera Utara (Pemprovsu) telah menjanjikan keseriusannya melalui Kepalada Dinas Kominfo Sumut untuk mendukung pelaksanaan Festival Film Anak (FFA), karena itu kepada Pemprovsu diminta untuk menjadikan FFA menjadi program tahunan.

”Bila diseriusi, FFA sebenarnya cukup strategis untuk mendorong anak ikut berpartisipasi memajukan pariwisata, budaya, pendidikan dan penyadaran di Sumatera Utara,” kata Kordinator Pelaksana (Coomitte Organizer) Jufri Bulian Ababil kepada wartawan di Sekretariat FFA di Jalan Abdul Hakim, Tanjung Sari Medan, Kamis (11/6).

Untuk itu, tambah Jufri, perfilman anak perlu mendapatkan perhatian dan tempat khusus bagi Sumatera Utara, agar anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang cerdas dan kreatif.

Menurut Jufri, saat ini pihaknya terus mendorong semua pihak baik di lingkungan instansi terkait seperti Biro PP Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata Sumut, Dinas Kominfo, KPID maupun sektor swasta untuk mendukung pelaksanaan perhelatan film anak pertama di Indonesia ini.

”Film anak-anak yang diproduksi berdasarkan dukungan pihak yang memang seharusnya bertanggungjawab, tentunya akan bisa membangun kpribadian anak-anak melalui tontonan yang mendidik,” ujar tukas Kordinator Informasi dan Dokumentasi (Indok) PKPA itu.

Saat ini, kata Jufri, dirinya sedang mengupayakan langkah-langkah yang lebih maju mempromosikan Sumut hingga melalui film anak yang edukatif di seluruh lapisan tidak hanya dewasa tetapi juga anak-anak dan remaja. Karenanya, ia memandang perlunya dukungan banyak pihak, agar kegiatan seperti ini dapat menjadi program tahunan di Sumatera Utara.

Apalagi, imbuhnya, FFA juga sudah dilirik oleh sejumlah private sector di Sumatera Utara. Hal itu terbukti pada penyelenggaraan FFA tahun lalu, sudah belasan perusahaan swasta yang ikut andil mensponsori pelaksanaan FFA, dari mulai hadiah sampai publikasi. ***

(Jufri Bulian Ababil)