Thursday 21 May 2009

Gesekan Hak Vs. Batil Dari Penangkapan Aktivis Islam, sampai Penggelapan Dana Haji

Awal tahun 2003 ditandai dengan penangkapan sejumlah aktivis Islam dengan berbagai tuduhan, akhir tahunnya ditandai dengan kecewanya para jemaah haji yang sudah ber“iya-iya” mau berangkat. Itu untuk skala nasional. Untuk scope daerah Sumut, khususnya kota Medan sendiri, tahun 2003 diakhiri dengan mencuatnya “persoalan” raibnya milyaran rupiah dana bantuan bagi jemaah haji yang direncanakan –ada yang mengatakan dijanjikan- oleh Pak “Wali” akan dibagi-bagikan kepada seluruh jamaah pada saat menjelang keberangkatan dari tanah air menuju tanah suci. Berbagai dugaan bermunculan dari tengah-tengah pluralitas masyarakat kota Medan.

Ada yang menduga dana itu “dipinjam”, Tapi ada yang mengatakan dana yang berjumlah 250 Riyal atau Rp. 1 Miliar lebih itu “dicuri”. Setelah 7000-an calon jemaah haji Sumut gagal berangkat, sekali lagi, jemaah haji kota Medan kecewa. Umat Islam ikut kecewa. Bantuan yang setidaknya dapat membantu meringankan beban jemaah dalam menjalankan ibadah fisik-mental spiritual itu, tak dapat mereka nikmati gara-gara ulah beberapa “kepala” yang akibat ulahnya nampak, tapi makhluknya masih “gaib” dan gentayangan di Kota Medan, walaupun belakangan ada yang disebut-sebut sebagai calon tersangka.

Belum lagi babak demi babak, proses demi proses yang terjadi sepanjang tahun yang dialami umat Islam (termasuk warga muslim kota Medan) seharusnya membuat umat Islam membuka mata. Mengapa kita bangsa Indonesia yang berpopulasi penganut Islam terbesar di dunia, bahkan mungkin terbanyak sepanjang sejarah manusia, tetapi justeru menjadi bangsa yang mempunyai koruptor terbanyak, penggarap anak kandung terbanyak, pembunuh tersadis, dunia mistik terheboh dan ter-ter lainnya. Kenapa umat Islam menjadi “bulan-bulanan”, jadi “target” dan masih banyak jauh tertinggal, dari banyak sisi? Inilah sepenggal pangkal dan ujung kisah yang dapat dijadikan refleksi.

Refleksi 2003, Hak Vs. Batil
Sebenarnya sudah tampak jelas, tahun 2003 menjadi tahun transisi. Di satu sisi yang “haq”, Islam yang sebenar-benar Islam, yang hakiki tanpa atribut, tanpa “cover”, sedang menggeliat menuju kebangkitan. Hal itu disinyalir dari semakin merambahnya kekuatan dakwah Islam ke berbagai komponen bangsa di semua sektor dan keahlian, baik dari kalangan sipil maupun militer.

Di sisi lain, sebahagian yang masih ber-KTP Islam tetapi masih tetap “diliputi dosanya” atau mereka sudah terlalu sulit menarik diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini terus mereka lakukan. Kaum yang sepintas kelihatan seperti bagian dari umat Islam ini “insya Allah” akan hancur.

Kenapa demikian? Karena Allah berkehendak supaya memisahkan para pencandu yang “batil-batil” ini dari penegak yang Haq tadi, sehingga kekuatan Islam tidak bercampur dengan kekuatan batil. Sebab logikanya, Haq ditambah batil sama dengan batil. Pada akhirnya, komunitas yang diridhoi akan tetap terbimbing membangun kembali bangsa dan negara yang mereka cintai ini dengan landasan yang Haq, sementara yang batil-batil tadi akan saling makan, saling cakar, saling fitnah, saling bunuh dan saling hancur mengancurkan. Mereka kelihatan bersatu dalam satu “bendera” tapi sebenarnya hati mereka berpecah belah. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya pertentangan intern di kalangan mereka itu.

Firman Allah: “Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan yang bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau dibalik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu hati sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti” (QS. 59:14).

Ayat di atas mengingatkan, begitu pun banyaknya kelompok dan golongan yang berisi orang-orang yang Islamo fobia, antek-antek yahudi, kaum sekularis yang berbaju nasionalis dan sosialis, namun tidak sekalipun mereka pernah berani secara terbuka dan serentak melakukan perlawanan terhadap Islam, apalagi menghancurkan Islam. Banyak kepentingan yang mengganggu mereka. Idealisme mereka semu. Solidaritas mereka lemah. Itulah makanya, Islam hanya sering dipojokkan dengan cara fitnah, ditangkap tanpa bukti. Dituduh tanpa dasar. Biasanya, ini dilakukan dengan cara mencari kambing hitam, mencari “pion” yang bisa dikorbankan.

Penulis melihat, sepanjang tahun 2003, pergesekan-pergesekan antara kedua kubu (Haq-batil) ini mulai nampak di tengah-tengah kita, bahkan sepertinya sempat menimbulkan percikan-percikan kecil. Barangkali, tidak tertutup kemungkinan pada tahun 2004 gesekan-gesekan itu secara akumulatif akan semakin membesar dan akan menimbulkan percikan yang lebih besar. Namun, sebagai seorang yang beriman perlu diyakini, Allah pasti melindung yang Haq.

Haq jangan disembunyikan tapi juga tidak perlu dimuncul-munculkan, sebab yang Haq pasti akan muncul dengan sendirinya. Yang batil tidak perlu dihancurkan, karena yang batil itu akan hancur dengan sendirinya juga. Itulah makanya ayat Allah yang menjelaskan “Katakanlah: Yang haq telah datang dan yang batil telah hancur, sesungguhnya yang batil itu pasti hancur”.(QS. 17: 81) berbentuk “bina lazim” bukan “bina muta’addi”, artinya Allah tidak menjelaskan sama sekali yang menghancurkan yang batil itu adalah yang Haq, apalagi tak satu pun ayat yang memerintahkan kita untuk menghancurkan yang batil. Ayat Allah justeru memerintahkan kita agar memisahkan diri dari yang batil. Sebab kalau kita bercampur dengan yang batil-batil, kita digolongkan batil.

Firman Allah: “Janganlah kamu campuradukkan yang Hak dan batil sementara yang Hak kamu sembunyikan sedangkan kamu mengetahuinya” (QS. 2: 42).
2004, Perubahan Cepat: “Menarik Diri” atau Hancur !

Rakyat Indonesia khususnya umat Islam di masa sekarang ini ibarat sedang kembali digodok dalam sebuah kancah perubahan yang sangat cepat. Kita melihat dari waktu ke waktu, terjadi banyak perubahan yang sangat mendasar dalam kehidupan sosial, baik itu berubahnya persepsi masyarakat dalam memandang dunia politik, dunia Islam, dunia barat dan sebagainya. Dari perubahan pemikiran dan pandangan ini perlu dimatangkan lagi, perlu digodok lagi sampai umat Islam dan rakyat Indonesia umumnya dapat menjadi bangsa yang dewasa. Dewasa dalam menyelesaikan persoalan, dewasa dalam menyikapi keadaan dan sebagainya.

Kendati demikian, perlu digarisbawahi, perubahan adalah sesuatu yang direncanakan dan diproses secara matang. Sedikit saja terlambat di masa-masa seperti sekarang ini, jangan harap dapat mengejarnya dalam waktu yang singkat.

Oleh karena itu, tahun 2003 telah berlalu. Perlu diadakan muhasabah, (evaluasi) sudah sejauh mana kita memisahkan diri dari yang batil, sejauh mana pula kita telah mengintegrasikan segenap jiwa raga kita kepada yang Haq. Bila yang batil belum terpisah dari sekeliling kita, berarti tinggal menunggu giliran. Sekeliling kita sewaktu-waktu pasti siap membinasakan kita. Tak peduli kita salah atau tidak, tetap jadi korban.

Sebaliknya bila yang Haq sudah menyatu dalam kehidupan kita, al-Qur’an dan Sunnah sudah jadi kebutuhan hidup sehari-hari, alhamdulillah, berarti kita telah bersiap-siap menerima tiga hal dari Allah, rezki yang mulia, ampunan dan derajat kemenangan. Sebab di sekeliling kita sewaktu-waktu pasti siap mengembangkan potensi kita.

Selain itu, aktivis yang ditangkapi awal tahun lalu bila benar bersalah, semoga disadarkan Allah untuk bisa kembali ke jalan benar. Tetapi bila tidak benar bersalah melainkan hanya korban fitnah keji, insya Allah 2004 Allah akan tunjukkan jawabnya. Siapa yang menabur fitnah, pasti menuai “fitnah besar” dan makan fitnah.

Bagi para 30.000 jemaah haji yang tidak jadi berangkat, perlu diingatkan. Semua ini ujian dari Allah. Allah SWT tidak pernah menganiaya hamba-Nya. Niat kita tetap akan disampaikan Allah. Walaupun kita tak jadi berangkat ke Makkah, barangkali Allah sudah mengutus malaikat “dengan menyerupai wajah kita atau tidak” untuk menghajikan kita. Karena ini terjadi setiap musim haji. Tiga hari terakhir, para jemaah dari beberapa kelompok terbang sudah berangkat. Kita doakan mereka. Ikhlaskan menerima ujian ini. Barangkali, saat jemaah haji yang berangkat tahun ini juga menemukan “kita” di sana.

No comments:

Post a Comment