Thursday 21 May 2009

Ambillah Zakat, Bersihkan Diri dan Harta

Oleh : Jufri Bulian Ababil S. Sos.I


Kalau pajak, baik Pajak Bumi, PPh dan sebagainya dipungut setiap tahun barangkali sudah tidak asing lagi bagi kita, sehingga ketika terjadi penunggakan cepat diketahui. Tapi kalau ada ayat al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita bahwa zakat pun harus dipungut oleh para petugas pemungut pajak (amil), dapat dipastikan pasti banyak di antara kita terkejut bahkan merasa kebingungan, “Opo iyo?”. Sebab umumnya dan biasanya, zakat itu setahu kita diantar si pembayar.

Sebenarnya isi perintah al-Qur’an zakat itu dipungut amil, bukan diserahkan pembayar zakat. Firman Allah SWT QS. 9 at-Taubah: 103:“Khuz min Amwalihim shodaqoh, lituthahhirihim wa tuzakkiyhim biha”. Kalau dibahasaindonesiakan artinya kira-kira, “Ambillah dari sebagian harta mereka itu shodaqah (zakat), supaya menyucikan dan membersihkan dengannya”. Namun banyak pertimbangan mafsalah marsalah yang membuat persoalan teknis tersebut berubah, namun diharapkan tidak merubah hakikat dan tujuan zakat itu sendiri. Banyak alasan yang dapat dikemukakan. Zaman Rasul kan orang Islam masih sedikit, sekarang? Apalagi di Indonesia. Tentu para amil amat kewalahan. Alasan lain mungkin, di masa Rasul dan sahabat kepemimpinan dan pemerintahan berada di tangan umat Islam, hukumnya pun hukum Islam (sesuai Qur’an dan nyunnah). Sehingga kebijakan pemerintah, political will, sistem dan kinerja roda kehidupan masyarakat saat itu terhadap kemajuan dan peradaban Islam sangat mendukung.

Di masa Rasulullah SAW dalam hal penunaian kewajiban rukun Islam ketiga tersebut, kan Nabi sebagai pemimpin komunitas sekaligus pemimpin spritual menunjuk sejumlah sahabat untuk memungut zakat. Zaman sekarang? Pemimpin kita kan macam-macam, multi idiologi. Ada yang idealis. Ada yang opportunis, ada yang pragmatis romantis. Ada beridiologi pancasila, ada agama, ada yang kapitalis, ada pula sosialis dan sebagainya. Tentu saja akan banyak hambatan untuk menggoalkan kebijakan soal ini. Jangan-jangan belum apa-apa masing-masing sudah saling guit (senggol, ada uangnya nggak?”).

Dalam satu riwayat tentang zakat yang sudah cukup pupuler adalah kisah sahabat Nabi yang bernama Tsa’labah yang luar biasanya miskinnya, saking papa dan melaratnya, kain (sarung) sholat pun harus berkongsi (bergilir) dengan sang isteri. Hal ini disinyalir Rasul ketika beliau melihat Tsa’labah langsung membalikkan badan tergopoh-gopoh seolah-olah mengejar seseatu. Begitu setiap hari. Rasul bertanya: Kenapa engkau begitu Tsaklabah?”. Kata Tsa’labah. “Kain saya Cuma satu ya Rasulullah. Istriku belum sholat ia tidak ada kain”. Suatu hari Tsa’labah minta didoakan oleh Rasul agar menjadi orang kaya, agar ia semakin rajin beribadah dan makin dekat kepada Allah. Ringkas cerita, setelah didesak dan telah mendengar pertimbangan dan sebagainya Rasul pun mendo’akan, tak lupa memberi Tsa’labah sepasang kambing yang akhirnya berkembangbiak menjadi banyak dan sehat-sehat.

Pada tahun-tahun pertama, Tsa’labah tetap taat beribadah, Zakatnya pun lancar. Tsa’labah telah stand by di rumahnya saat petugas pengambil zakat datang. Tapi lama-lama karena sibuk mengurusi ternaknya, Tsa’labah jarang dan akhirnya tak lagi muncul-muncul ke mesjid. Bahkan zakatnya pun sempat nunggak. Akhirnya, Rasul SAW melarang para petugas zakat mengutip zakat Tsa’labah. Dibayarnya pun nanti jangan diterima dulu sebelum ada izin dari Rasul. Akhirnya, azab Allah SWT ditimpakan kepada Tsa’labah karena kepelitan dan kedurhakaannya Allah dan mangkir janji pada Rasul saat akan didoakan dulu. Secara bertahap ternak Tsa’labah bermatian, karena terserang suatu penyakit, barangkali yang dikenal dengan anthrak atau entah apa?

Di masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddique RA, pemerintahan Islam memerangi orang yang tak berzakat. Perang ini dikenal dengan perang Yamamah yang mengakibatkan sedikitnya tujuh puluhan Huffazh (Penghafal al-Qur’an) meninggal sebagai syuhada. Betapa pentingnya zakat bagi Islam. Begitu pun bagi peran pentingnya bagi pemerataan ekonomi. Satu hal lagi, zakat sangat penting bagi kesucian diri dan kebersihan harta dari milik yang mustahak (anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil dan lainnya). Krisis ekonomi dan moneter sudah berlalu. Ketimpangan sosial, ketidakadilan dan ketidakmerataan ekonomi sangat makin hari makin terasa menusuk mata dan hati. Ini menunjukkan betapa diri dan harta yang kotor telah menjangkiti bangsa ini membuat hati mati dan keras. Hingga penggusuran demi penggusuran terjadi. Dapatkah kita meyakini bahwa zakat adalah solusi?

No comments:

Post a Comment