Thursday 21 May 2009

MTQ: Tidak Sekedar Lomba Baca

1. Makna dan Pelaksanaan MTQ
Musabaqah artinya berlomba-lomba atau saling mendahuli, berasal dari kata Sabaqa, artinya mendahului/telah lewat. Kata ini punya bentukan lain seperti kata Masbuq, artinya terlambat/didahului, fastabiqul kahirat yang berarti berlomba-lombalah dalam kebajikan, sabiq yang berarti juara atau “yang keduluan”dan sebagainya.

Firman Allah QS. 35: 32: “Kemudian kami wariskan Kitab itu (al-Qur’an) kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami. Di antara mereka ada yang menganiaya dirinya, sementara di antara mereka ada yang mengambil jalan tengah (karena ada maksud-maksud/kepentingan tertentu), dan di antara mereka ada orang yang lebih dahulu (juara) dalam kebajikan. Itulah karunia yang Agung”.

Firman Allah QS. 2: 148: “Dan setiap bidang (arah/jurusan) ada pemusatannya (kiblat). Maka berlombalah-lombalah kamu dalam kebajikan. Di mana saja kamu berada Allah akan mendatangi kamu semuanya. Sesungguhnya Allah terhadap segala sesuatu Maha Menetukan (Ukuran)”.

Tilawah berarti membacakan. Maksud yang sebenarnya adalah membacakan isi kandungan, bukan hanya sekedar membaca teks sebagaimana pada pengetian qira’ah. FirmanNya QS. 2: 151: “Sebagaimana telah Kami utus untuk kamu Rasul, rasul-rasul di antara kamu, yang membacakan kepada kamu ayat-ayat Kami, dan mensucikan Kamu serta mengajarkan kepada Kamu Ilmu dan Hikmah, dan juga mengajarkan kamu apa yang belum kamu ketahui”. Dengan demikian, musabaqah tilawatil Qur’an merupakan perlombaan membacakan isi kandungan al-Qur’an.

Dalam pelaksanaannya, MTQ sejak pertama kali diadakan hingga saat ini telah memperlombakan berbagai cabang ilmu pengetahuan tentang al-Qur’an. Di antara cabang-cabangnya itu adalah Mujawwad yang berarti pentajwidan; yakni, tata cara dan adab membaca al-Qur’an baik kefasihan lidah, tajwid, faqahah dan sebagainya. Sehingga dalam perkembangannya dikenal secara internasional 7 irama lantunan ayat al-Qur’an berikut variasi dan pecahannya, yaitu Bayyati (Suri, Nawa, Qarar) Shaba, Hijaz, Nahawan, Rasy, Sikha dan Dziharkah. Namun Indonesia, dipandang sebagai negera yang paling banyak Qari dan Qari’ahnya yang menguasai Mujawwad ini.

Ada juga cabang cerdas cermat isi kandungan al-Qur’an atau diistilahkan fahmil Qur’an (pemahaman yang meliputi sejarah Islam, Ulumul Qur’an, hadist dan Budaya Islam). Selain itu, ada juga cabang menghafal (hifzul Qur’an); cabang menulis indah (khattil Qur’an/kaligrafi) seperti khat Khaoufi, Tsuluth, Diwani Jali, Naskh, Farsi, Andalus dan lainnya; cabang syarh al-Qur’an (menjelaskan pesan-pesan ayat); dan Bazar produk Islam.

Selain itu, menurut Walikota Medan, MTQ diselenggarakan dalam rangka syiar Islam dan pembinaan kemasyarakatan. Pelaksanaanya juga dimaksudkan sebagai sarana penggemblengan bagi qori dan qoriah untuk diterjunkan mewakili kota medan pada MTQ tingkat propinsi. Setiap pemerintah daerah, baik kecamatan Kota/Kab maupun propinsi tetap selalu berharap MTQ dapat melahirkan qori dan qoriah yang berkualitas, sehingga mampu mencatat prestasi terbaik di MTQ di tingkat yang lebih tinggi. Karena, dapat mengangkat dan mengharumkan nama baik daerahnya, dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan.

Musabaqah Tilawatil Qur’an merupakan perlombaan rutin tahunan yang diselenggarakan secara Nasional mulai dari tingkat Kecamatan sampai Tingkat Internasional. Biasanya, oknum pejabat-pejabat Pemerintahan RI , tidak ketinggalan “ambil bagian” dalam Musabaqah ini, apalagi mereka yang ditunjuk sebagai Panitia, tuan rumah dan fasilitator lain. Selain kegiatan ini menasional sifatnya, juga karena seperti biasanya, memang ada “bagian yang bisa diambil” darinya. Entah itu siapa, entah kapan dan entah bagaimana caranya, yang jelas seperti yang sudah-sudah, memang, semua bidang dan sektor pembangunan sepertinya telah “ada jatah” sesuai dengan pangkat dan kedudukan masing-masing.

Tetapi, maaf cakap maaf cerita, itulah kondisi realitas sosial-politik yang telah membumi dan mendarah daging sampai kerakyat-rakyat kecil. Kita bisa lihat langsung pelaksanaan Pemilu lalu, kita bisa saksikan pelaksanaan Zakat dan Haji beberapa waktu lalu. Tak ada yang bisa unjuk diri sok suci sekarang ini. Karena, boleh jadi itu karena mereka belum ada kesempatan. Sehingga, muncul tanda tanya besar. Lomba membaca, menghafal, menulis, dan memahami serta menjelaskan telah dilakukan. Belumkah datang waktunya kepada kita untuk berlomba-lomba menerapkan al-Qur’an di keluarga sampai di sistem bernegara kita?

Terlepas dari itu semua, kita juga mau tidak mau harus mengakui jujur, tidak semua oknum pejabat terkontaminasi sistem yang sarat dengan budaya “ambil bagian” seperti yang umumnya dibicarakan orang-orang. Oleh karenanya kita bisa merasa sedikit bangga dengan pengakuan Walikota Medan, Ketua DPR dan Ketua Panitia kemarin saat meresmikan pembukaan MTQ kemarin. Mudah-mudahan mereka benar seperti yang mereka ucapkan.

2. MTQ di Medan
Kota Medan, kota Metropolitan yang diimpi-impikan itu, baru-baru ini menggelar Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) . Kelihatannya, Pemko berharap besar yang kemarin disampaikan Pak “Wali”, MTQ bisa mendukung program pembangunan kota Medan khususnya program pemberdayaan masyarakat; mengingat pentingnya peranan MTQ dalam pembinaan kemasyarakatan. Apakah ini pernyataan yang jujur, lipservice, atau ada kepentingan lain, soal ini kita serahkan saja ke pengamat politik.

Pak “Wali”, sebagaimana dipidatokannya, jua minta dukungan segenap komponen masyarakat, termasuk dari tokoh-tokoh agama, agar dapat membina umatnya menjadi masyarakat yang beriman dan bertaqwa, sehingga dengan tulus dapat memberikan dukungan penuh dalam memberhasilkan program pemberdayaan masyarakat di kota Medan.

Dia benar. Dapat dibayangkan, kalau tokoh-tokoh agamanya pun tidak mendukung atau malah “ikut ambil bagian”, tentu saja akan terbangun image, seperti pembolehan. Padahal itu karena oknum dan pribadi. Namun, sedikit yang bisa membedakannya. Makanya, semangat dan keberanian para koruptor dan mafia kuning pun akan terpompa, tersulut. Taring “tikusnya” pun akan siap diasah melirik aset-aset gurih dan “kue-kue kekuasaan” yang basah-basah.

Begitu juga, Pak Ketua (DPRD Medan) dalam sambutannya yang senada dan menambahkan, al-Qur’an sebagai petunjuk yang benar bila dihayati akan dapat menjadi solusi terhadap semua persoalan bangsa dan negara. MTQ diadakan tak lain merupakan salah satu upaya meningkatkan minat masyarakat membaca al-Qur’an. Seperti dicontohkannya, gejolak sosial yang terjadi saat ini, akan dapat teratasi dengan adanya MTQ. Karena MTQ juga salah satu alat dalam rangka membina kehidupan yang lebih damai, mampu memberikan suasana persaudaraan, silaturrahmi. Sehingga masyarakat dan pemerintah agar lebih akrab, agar persaolan dapat diselesaikan dengan damai.

Jadi, bila dari tahun ke tahun semua persoalan bangsa dan negara tak kunjung selesai-selesai, berarti dia benar. Itu artinya, al-Qur’an belum dihayati atau warga negara Indonesia masih mencari petunjuk yang tidak benar. Signifikannya juga, kalau minat sebagian masyarakat dari hari ke hari lebih meminati acara dangdutan “dihadiri puluhan ribu” dan AFI “jutaan remaja/emak-emak” ketimbang MTQ (cuma 12 ribu, itupun pas malam pembukaan dan penutupan, hari-hari lain hanya beberapa ratus pengunjung), berarti Pak Tom benar juga. Misi MTQ belum mengenai sasaran. Memang pas harapannya bila, panitia dan para peserta diingatkan, agar benar-benar memiliki dan menjaga niat tulus untuk mencari Ridha Allah, bukan mencari “bagian” atau yang lainnya. Juga, ia juga minta didukung semua pihak dengan sama-sama menjaga keamanan dan kebersihan.

Kita yakin, siapapun yang keluar sebagai yang terbaik adalah yang terbaik membaca, menulis, memahami, menjelaskan dan menghafal al-Qur’an untuk kota Medan. Tinggal kita mencari siapa yang terbaik mengamalkannya.

Para pengunjung pelaksanaan Musabaqh Tilawatil Qur’an Kota Medan tahun kali ini pun tidak semuanya mampu menyesuaikan diri. Pasalnya, hingga memasuki hari ke-4 sebagian pengunjung tampaknya masih banyak yang datang ke lokasi MTQ dengan mengenakan pakaian ketat, tak mengenakan jilbab, memakai rok pendek; bahkan ada pula yang memakai “you can see” (kalau diterjemahkan, baju nampak ketiak). Selain itu, ada juga yang datang ke sana berpasang-pasangan, padahal diduga keras, bukan suami isteri.

Beberapa pengunjung lain sempat menyampaikan keresahannya seputar hal itu. Diherankannya sebagian yang datang ke sana bukan mau mendengarkan al-Qur’an. Padahal, kita diperintahkan supaya mendengarkan sungguh-sungguh dan menyimak, kalau ada orang yang sedang baca Qur’an. Bazar dan perhelatan lain yang ada di arena alun-alun Istana Maimun banyak membuat sebagian pengunjung lupa, acara yang sesungguhnya, yakni Musabaqah.

Kita patut menyesalkan sikap Pemko Medan yang kurang peka terhadap hal ini, kendati dapat difahami sebagian akhlak masyarakat kota Medan belakangan ini. Seharusnya Pemko melalui Panitia dan petugas yang berwenang lainnya mengkordinasikan hal ini agar dapat memberikan himbauan laungsung maupun tidak langsung kepada para pengunjung. Diharapkan agar lebih dapat menyesuaikan diri terhadap situasi keagamaan. Memang, istana Maimun merupakan salah satu lokasi bersejarah dan objek wisata kota Medan. Namun, acara keislaman jangan dinodai dengan hal-hal kecil apapun, tanpa harus dibuat peraturan, diharapkan akan dapat dimengerti sendiri. Firman Allah QS. 47: 24: “Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an. Apakah hati mereka telah tertutup?”.

3. Lomba Menerapkan, Kapan?
MTQ dilaksanakan, sebagaimana dikatakan Ketua Panitia, adalah dalam rangka usaha mengembangkan kemampuan bacaan alQur’an dengan baik dan benar, mampu memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam al-Qur’an dan membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an. Tujuannya kata Farid, adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan merealisasikan (penerapan) ajaran agama dalam masyarakat. Sangat ideal tentunya.

Tetapi, bagaimana bisa menerapkan al-Qur’an bila perangkat-perangkat hukum negara, sistem negara, oknum-oknum aparatur negara masih banyak yang belum mendukung masyarakat untuk menerapkan ajaran Agama. Misalnya, Perjudian, korupsi dan sogok menyogok (cuap-cuap) masih diperankan. Menipu, menganiaya rakyat masih dilakonkan. Pabrik Miras tidak ditutup dan sebagainya. Dan kelihatannya belum muncul perlombaan itu.

Apakah perlombaan ini sudah terjadi dengan adanya kasak-kusuk berebut kursi agar bisa “menyelamatkan” legislatif dari wajah-wajah lama yang dinilai korup, biar harus beli suara sama oknum cukong suara “berkedok PPK”. Apakah perlombaan itu juga terjadi dengan merebut kursi presiden sehingga harus siram sana siram sini. Pokoknya kalau kegiatan perlombaan sejenis ini justru sangat terencana dan terkordinir, termenej terjaga dan terselamatkan dengan komplit, rapi, teliti, baik dan benar-benar seperti tak terkalahkan. Walaupun ada satu-satu yang jatuh, itu pasti kurang “siram”. Tetapi, kalau difikir-fikir. Kalau tidak begitu cara masuknya. Bagaimana lagi? Nanti, katanya khawatir kalau non-Muslim yang mendahului masuk sitem, Bah?!! Ini apologi atau cari kambing hitam, atau dua-duanya? Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment