Thursday 21 May 2009

Ikhlas Beribadah

Oleh : Jufri Bulian Ababil


Ikhlas
Ikhlas, secara lughawi (epistimologi) artinya selesai, tuntas, Berasal dari bahasa Arab, Khalasa sesuai dengan timbangan tatabahasa, kata ini merupakan mashdar (akar kata) yang memiliki pengertian kholas, (selesai) seperti pada kalimat Akhalashta hadza a’mal, yang berarti “sudahkah engkau menyelesaikan tugas-tugas ini?”.

Sedangkan secara istilah ilmiah (terminologi), kata Ikhlas mempunyai pengertian tulus dan murni, tidak bercampur dengan sesuatu yang lain. Pemaknaan ini dalam islam digunakan berkaitan dengan pekerjaan hati. Biasanya ikhlas selalu dihubungan dengan perbuatan yang baik (amal Sholeh) dan senantiasa dikaitkan dengan tujuan atau sasaran karena Allah semata-mata (lillahi ta’ala).

Ikhlas mempunyai banyak lawan kata, tidak ikhlash, bercampur, mendua hati dan setengah hati serta salah niat. Namun sebenarnya, ketidakikhlasan ini tetap memiliki akbibat yang sama, yaitu hasilnya tidak akan pernah tuntas maksimal dan sempurna. Maskudnya, kalau ada orang yang tidak ikhlash melakukan sesuatu, entah karena menyimpang niatnya, salah niat, punya maksud tertentu seperti kata pepatah ‘ada udang di balik batu’, mendua hati atau setengah hati, maka hampir bisa dipastikan hasil atau buah perbuatannya akan setengah jadi, gagal dan kurang maksimal pula atau jauh mendekati yang diharapkan; pokoknya kurang memuaskanlah.

Dienul Islam, sebagai agama yang diyakini mempunyai nilai spritualitas yang tinggi menempatkan kedudukan ikhlas sebagai standart nilai segala bentuk aktivitas kehidupan manusia, baik dalam melaksanakan ibadah ritual maupun dalam ibadah dalam arti umum yang menyangkut kehidupan masayarakat seperti saling menghormati, suka memberi, sopan dan sebagainya.

Jadi, ikhlas sebagai pekerjaan hati selalu dihubungankan dengan niat. Dan memang niat merupakan kunci utama dalam melaksanakan ibadah.

Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari Muslim dan lainnya (Jama’ah), bersumber dari Umar bin Khattab RA:

Artinya: “Sesungguhnya segala pekerjaan itu tergantung niatnya. Dan setiap segala sesuatu sesuatu hanya berhubungan dengan yang diniatkan. Orang yang hijrahnya karena Allah, maka (buah/hasil) pekerjaan itu akan karena Allah. Orang yang hijrahnya karena seorang perempuan, maka ia akan menikahinya dan orang yang hijrah karena dunia maka ia akan mendapatkannya”.

Ibadah
Ibadah menurut tata bahasa berarti penyembahan. Berasal dari kata Abada ya’budu ibadatan. Juga mempunyai bentukan kata lain yang banyak seperti, Abid dan Abdi (hamba), Makbud (sembahan), Ubudiyah (ajaran pengabdian) dan sebagainya.

Sementara dalam istilah Syara’ (ajaran Islam), Ibadah mengandung pengertian segala amal perbuatan yang berhubungan dengan Allah sebagai sasaran pengabdian, ketaatan baik dalam pelaksanaan perintah maupun larangan.

Para ulama membagi ibadah menjadi dua bagian, mahdhoh (khusus) dan ghairu mahdhoh (umum). Sebagian yang lain membaginya menjadi ritual dan sosial. Ada pula yang menurut pembagian hablum minallah (hungungan langsung kepada Allah) dan hablum minannas (hubungan dengan manusia). Namun, kesemua pembagian jenis ibadah ini tetap berkaitan dengan perintah dan larangan agama atau kepatuhan dan ketaatan terhadap ajaran Islam. Ibadah khusus contohnya sholat, haji, puasa. Sedangkan ibadah umum contohnya, jujur dalam menimbang, suka menolong dan gemar menuntut ilmu.

Jadi, segala yang diperintahkan bila dilaksanakan akan bernilai ibadah, begitu juga segala yang dilarang apabila ditinggalkan akan mempunyai nilai ibadah, akan diberi ganjaran yang baik (pahala) dan dijanjikan kehidupan yang bahagia aman dan sejahtera di dunia dan di akherat.

Ikhlas dalam Beribadah
Dalam beribadah diperlukan kelurusan hati, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan yang diharapkan, memuaskan dan bernilai positif dalam pandangan Allah.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, orang yang sholat dengan hati yang ikhlas, maka sholatnya akan menyerupai sebuah kilatan cahaya putih bersih yang amat terang benderang yang menembus langit ke tujuh dan langsung menghadap Allah sebagi sebuah persembahan seorang hamba. Allah bangga dengan orang yang mempersembahkan cahaya itu. Lalu Allah merestui sholatnya itu lalu dikembalikan kepada yang melakukannya dengan nilai yang berlipat ganda.

Sedangkan, orang yang sholat dengan hati yang tidak ikhlas, sholatnya juga akan keluar dari bumi menghadap Sang Pencipta, tetapi dengan penyerupaan yang jelek, hitam kusam dan kumuh, yang dalam riwayat diumpakan kain lap (bekas pembersih). Tetapi sholat itu tidak sampai kepada Allah, karena Allah berfirman: “Kembalilah kamu kepada tuanmu”.

Begitulah, tidak hanya sholat, segala perbuatan (amal) yang baik maupun yang buruk akan hidup dan bisa memberikan dampak atau pengaruh, akibat dan nilai bagi si pelakunya.

Firman Allah, dalam al Qur’an Surah Al-Bayyinah (98), ayat 5:

“Kamu tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas karena Allah (pemilik) Agama (Dien) dengan lurus (hanief/tidak melenceng), dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan demikian itulah Agama yang tegak (kokoh)”.

No comments:

Post a Comment