Thursday 21 May 2009

Krisis Iman dan Lemahnya Kesadaran Sosial

Oleh : Jufri Bulian Ababil


Bila dicermati lebih mendalam pola hidup kita selaku umat beragama, khususnya kita yang menganut agama Islam atau minimal yang mengaku muslim, tampaklah jelas tidak sedikit diantara kita yang muslim kuatitatif, bukan kualitas, artinya islam hanya kulit dengan pemahaman yang sekedar tahu saja, sehingga belum memiliki kesadaran yang memadai untuk dapat dikatakan seorang yang beriman atau mukmin. Firman Allah: "Dan diantara manusia itu ada yang menyembah Allah dipinggir-pinggir saja." (QS : 22 : 13)

Mengapa kesadaran yang memadai merupakan tolak ukur dari keimanan atau aqidah memang begitulah semestinya. Bila mungkin pengertian kesadaran itu adalah aqidah/iman dan itu dapat kita terima, mengapa tidak ? mengapa kita tidak berani menerjemahkan kata IMAN itu kepada bahasa indonesia yang kaya dan kita bangga-banggakan dengan sebuah kata SADAR. Mengapa kita tidak berani, sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri jelas-jelas membuka jalan pengertian kearah itu, Sabda Beliau : "Iman itu ialah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan lidah, dan berbuat dengan anggota tubuh" (HR Tabrani & Ali bin Abi Thalib). "Iman itu ialah bahwa engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, kadar baik dan buruk. (HR. Muslim dari Umar Bin Khatab).

Pada dua defenisi berdasarkan kedua hadist diatas memang sangat sulit bagi kita untuk memastikan iman adalah kesadaran, namun mari kita telusuri berbagai hadist-hadist lain yang menjelaskan secara exsplisit mengenai cabang-cabang keimanan yang selanjutnya kita sebut saja, aspek-aspek kesadaran.


Iman dan Kesadaran

Dalam berbagai hadist saheh dan terpercaya, nabi kita Muhammad SAW menyebutkan bahwa ada 70 cabang iman ( baca : aspek kesadaran ), daimana yang paling utama ialah kalimat Laila Haillallah dan paling sederhana membuang duri dari jalan umum. Dalam riwayat lain pula menyebutkan ada 60 cabang. Sabda nabi Muhammad SAW : "Iman itu terdiri dari 60 cabang. Dan rasa malu adalah satu cabang dari iman". ( HR. Bukhari dari Abu Hurairah ).

Keenam puluh aspek kesadaran itu sebagian besar menyoroti permasalahan sosial. Adapun kesadaran ritual dalam hal ini tentu tidak dibahas. Disini akan diuraikan 5 diantara 9 aspek-aspek kesadaran yang dinilai amat penting untuk kita renungkan antara lain :

Iman dan Rasa Malu.

Sabda Rasul : "rasa malu dan iman itu saling berkaitan erat, apabila hilang salah satu maka hilanglah yang lainnya" (HR. Abu Nain dari Ibn. Umar). Hadist Nabi yang lain : "malu itu satu cabang dari iman". Bila kita perhatiakn perkembangan masyarakat akhir-akhir ini, praktek maksiat telah dapat dikatakan gila-gilaan tanpa menyisakan sedikitpun rasa malu. Kita masih ingat dulu sewaktu orde baru, seorang koruptor masih malu unjuk muka didepan publik lalu berbicara soal kejujuran dan menyelamatkan bangsa. Majalah atau surat kabar porno masih lebih mencetak dan menerbitkan majalah dan korannya. Tapi sekarang masyaAllah! Orang sudah terang-terangan mempertontonkan aurat diberbagai bentuk media, orang sudah tidak malu-malu lagi mengkomersilkan diri. Apakah barang kali setanpun merasa malu melihat sepak terjang kebanyakan kita dalam melakukan dosa jangankan malu kepada Allah, kepada orang lain, kepada keluarga sendiripun rasa malunya nyaris pupus lalu diamana kita dapat melihat tanda-tanda keimanan itu hari ini ?.

Iman dan Kebersihan Lingkungan.

Sabda Rasulullah SAW : "dan kebersiahan itu adalah sebahagian dari iman". Kalau kesadaran hidup bersih benar-benar tertanam bersama keimanan kita tak mungkin ada sampah yang berserakan disegala pelosok kota-kota (sama saja ). Tentu dinas kebersihan kota akan terbantu tugasnya. Namun karena lemahnya kesadaran kita tumpukan sampah justru menjadi santapan sehari-hari yang baunya tidak sedap tidak lagi mampu membuat kita terpolusi karena sudah terbiasa. Wajar bila got atau parit sampah tersumbat sampah sehingga setiap hujan menjadi banjir.

Iman dan Solidaritas Umat Islam.

Sabda Rasul SAW: "Seorang mukmin bagi mukmin yang lain menguatkan". (HR. Bukhari Muslim dari Abu Musa). Ada orang yang mengatakan, dari dulu bangsa kita ini suka main keroyok. Siapa yang duduk paling atas, dia akan dikeroyok. Bila tidak lagi mampu mengeroyok karena terlalu kuat, satu-satunya jalan yang ditempuh, yakni yang sudah mudah tidak asing lagi, menjilat. Apakah omongan itu benar, sebagian kita pun mungkin sama-sama tahu. Kapan umat Islam dapat kuat, bila bersatu hanya demi kepentingan sesaat, hanya demi kepentingan oknum-oknum tertentu. Bukan untuk izzul Islam, tetapi untuk Izzul organisasi masing-masing.


Iman dan Mengutamakan Diam Ketimbang Omong (Sok Tau).

Sabda Nabi SAW: "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya, dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata yang baik (tidak membikin resah) atau (kalau tidak bisa maka lebih baik diam)". (HR Bukhari Muslim dari abu Hurairah).


Iman dan Tidak Melakukan Kebohongan Publik.

Sabda Nabi SAW: "Jauhi kamulah dusta, karena sesungguhnya dusta itu mengikis keimanan". (HR. Ahmad). Mungkin banyak di antara kita yang benar-benar pernah menelan berbagai bentuk pembohongan publik. Tak usahlah kita buka lembaran-lembaran politik masa lalu, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sekarang saja msih banyak pembohongan publik/ penipuan dengan modus operandi penerimaan TKW tetapi malah dijadikan "korban kejahatan seksual" dengan diperdagangkan secara gelap di mancanegara. Begitu juga praktek pemalsuan ijazah untuk dapat masuk ke suatu instansi, pemberitaan yang sepihak (tanpa receck) dan dibumbu-bumbui sehingga mencoreng nama baik dunia jurnalistik dan sebagainya.

No comments:

Post a Comment