Thursday 21 May 2009

Puasa Ramadlan: Jalan Pintas Menuju Taqwa

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2) : 183-184.
"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan terhadap kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu mudah-mudahan kau bertaqwa. (QS. Al-Baqarah, 2:183)

Pada setiap bulan Ramadlan Umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa. Puasa berarti menahan. Secara umum, maksudnya menahan diri dari segala yang membatalkannya seperti makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Bila dikaji lebih jauh mengenai signifikannya, puasa bermakna membentengi diri dalam perang melawan hawa nafsu; mempertahankan diri (survive) dari gangguan musuh manusia yaitu setan; mendindingi diri atau melindungi diri dari segala godaan dan perbuatan maksiat serta memerisai seluruh anggota tubuh dari masuknya pengaruh-pengaruh negatif seperti menjaga pandangan, pendengaran dan hati.

Sabda Rasul Saw.: "….Hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu adalah sebagai perisai bagimu (Wijhah)". Dalam HR. Ahmad, An-Nasai dan Ibnu Majah dari Utsman Bin Abil 'Ash juga diriwayatkan dari Abu Khuzaimah dalam shahihnya dan dishahihkan oleh Hakim dan disetujui oleh Baihaqi juga diriwayatkan Nabi Saw bersabda, "Puasa itu merupakan perisai bagi sesorang seperti perisai dalam peperangan (Junnah)". Sabda Rasul Saw dalam hadits lain: "Puasa itu adalah tembok/ dinding (Junnah)." Dalam hadit lain, Sabda Nabi Saw, "Puasa itu perisai (Junnah) dan Benteng Kokoh (Hishnun) yang melindungi sesorang dari api neraka" (HR. Ahmad dengn isnad hasan dan Baihaqi dari Abu Hurairah)

Sebagai salah satu pokok-pokok keislaman yang dikenal dengan rukun Islam, puasa mempunyai banyak tujuan. Salah satu tujuan diwajibkannya puasa sebagaimana dinyatakan QS. 2:183 di atas tadi adalah tujuan dari ibadah itu sendiri, yakni tercapainya prediket manusia yang bertaqwa. Ringkasnya, diperintahkan beribadah supaya bertaqwa; diperintahkan puasa pun supaya jadi orang bertaqwa.

Pada hakikatnya, puasa diwajibkan bagi setiap orang yang "merasa terpanggil" sebagai orang yang beriman. Melalui berpuasa seorang mukmin diharapkan memproses diri menjadi manusia yang tahan uji, tak mudah menyerah dan peka dalam segala situasi dan kondisi.

Sebagaimana lazimnya dalam proses hidup dan kehidupan manusia yang diciptakan Allah hanya semata-mata untuk beribadah, mengabdi, berbakti patuh dan taat kepada-Nya, proses mencapai taqwa mempunyai tujuh tahapan, di mana masing-masing tahapan akan dihadapkan kepada ujian tertentu sesuai dengan kemampuan seorang hamba-Nya menerima ujian itu.

Firman Allah: QS. 51:56, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepadaku". QS. 2 : 21, "Hai manusia, beribadahlah kamu kepada Rabb-kamu yang telah menciptakan kamu dan orang orang sebelum kamu mudah-mudahan kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa".

Untuk mencapai prediket taqwa, seorang yang mengaku muslim harus benar-benar memproses dirinya menjadi orang yang beriman dengan iman yang haq. Dengan keimanan yang benar ini diharapkan ia dapat berproses menjadi Muslim Kaffah. Selanjutnya, ia dituntut untuk manjadi hamba yang shalih, sampai menjadi hamba yang taat. Dengan ketaatan dan pengabdian yang ikhlash diharapkan ia akan berproses menjadi hamba yang istiqamah yang pada akhirnya tumbuhlah sikap ihsan, penuh kesadaran. Melalui kesadaran ia akan berproses menumbuhkan kesabaran, tahan uji dan pantang menyerah. Dari sikap tahan uji inilah seseorang akan meningkat ke proses taqwa. Diwajibkannya ibadah puasa merupakan jalan pintas menutu taqwa itu. Sebab dalam berpuasa, ketujuh proses hamba menuju taqwa, yakni: Mengikrarkan keislaman, memenuhi cabang-cabang keimanan, berislam secara Kaffah, beramal shalih, istiqamah, menumbuhkan sikap ihsan, menanamkan kesabaran sudah terangkum dalam ibadah puasa. Jelasnya, puasa tidak saja mengharapkan rahmat, maghfirah dan penjagaan dari siksa neraka, tapi juga sekaligus memproses seorang mukmin menjadi Insan yang taqwa.

No comments:

Post a Comment