Thursday 21 May 2009

Ikhlas Beribadah

Oleh : Jufri Bulian Ababil


Ikhlas
Ikhlas, secara lughawi (epistimologi) artinya selesai, tuntas, Berasal dari bahasa Arab, Khalasa sesuai dengan timbangan tatabahasa, kata ini merupakan mashdar (akar kata) yang memiliki pengertian kholas, (selesai) seperti pada kalimat Akhalashta hadza a’mal, yang berarti “sudahkah engkau menyelesaikan tugas-tugas ini?”.

Sedangkan secara istilah ilmiah (terminologi), kata Ikhlas mempunyai pengertian tulus dan murni, tidak bercampur dengan sesuatu yang lain. Pemaknaan ini dalam islam digunakan berkaitan dengan pekerjaan hati. Biasanya ikhlas selalu dihubungan dengan perbuatan yang baik (amal Sholeh) dan senantiasa dikaitkan dengan tujuan atau sasaran karena Allah semata-mata (lillahi ta’ala).

Ikhlas mempunyai banyak lawan kata, tidak ikhlash, bercampur, mendua hati dan setengah hati serta salah niat. Namun sebenarnya, ketidakikhlasan ini tetap memiliki akbibat yang sama, yaitu hasilnya tidak akan pernah tuntas maksimal dan sempurna. Maskudnya, kalau ada orang yang tidak ikhlash melakukan sesuatu, entah karena menyimpang niatnya, salah niat, punya maksud tertentu seperti kata pepatah ‘ada udang di balik batu’, mendua hati atau setengah hati, maka hampir bisa dipastikan hasil atau buah perbuatannya akan setengah jadi, gagal dan kurang maksimal pula atau jauh mendekati yang diharapkan; pokoknya kurang memuaskanlah.

Dienul Islam, sebagai agama yang diyakini mempunyai nilai spritualitas yang tinggi menempatkan kedudukan ikhlas sebagai standart nilai segala bentuk aktivitas kehidupan manusia, baik dalam melaksanakan ibadah ritual maupun dalam ibadah dalam arti umum yang menyangkut kehidupan masayarakat seperti saling menghormati, suka memberi, sopan dan sebagainya.

Jadi, ikhlas sebagai pekerjaan hati selalu dihubungankan dengan niat. Dan memang niat merupakan kunci utama dalam melaksanakan ibadah.

Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari Muslim dan lainnya (Jama’ah), bersumber dari Umar bin Khattab RA:

Artinya: “Sesungguhnya segala pekerjaan itu tergantung niatnya. Dan setiap segala sesuatu sesuatu hanya berhubungan dengan yang diniatkan. Orang yang hijrahnya karena Allah, maka (buah/hasil) pekerjaan itu akan karena Allah. Orang yang hijrahnya karena seorang perempuan, maka ia akan menikahinya dan orang yang hijrah karena dunia maka ia akan mendapatkannya”.

Ibadah
Ibadah menurut tata bahasa berarti penyembahan. Berasal dari kata Abada ya’budu ibadatan. Juga mempunyai bentukan kata lain yang banyak seperti, Abid dan Abdi (hamba), Makbud (sembahan), Ubudiyah (ajaran pengabdian) dan sebagainya.

Sementara dalam istilah Syara’ (ajaran Islam), Ibadah mengandung pengertian segala amal perbuatan yang berhubungan dengan Allah sebagai sasaran pengabdian, ketaatan baik dalam pelaksanaan perintah maupun larangan.

Para ulama membagi ibadah menjadi dua bagian, mahdhoh (khusus) dan ghairu mahdhoh (umum). Sebagian yang lain membaginya menjadi ritual dan sosial. Ada pula yang menurut pembagian hablum minallah (hungungan langsung kepada Allah) dan hablum minannas (hubungan dengan manusia). Namun, kesemua pembagian jenis ibadah ini tetap berkaitan dengan perintah dan larangan agama atau kepatuhan dan ketaatan terhadap ajaran Islam. Ibadah khusus contohnya sholat, haji, puasa. Sedangkan ibadah umum contohnya, jujur dalam menimbang, suka menolong dan gemar menuntut ilmu.

Jadi, segala yang diperintahkan bila dilaksanakan akan bernilai ibadah, begitu juga segala yang dilarang apabila ditinggalkan akan mempunyai nilai ibadah, akan diberi ganjaran yang baik (pahala) dan dijanjikan kehidupan yang bahagia aman dan sejahtera di dunia dan di akherat.

Ikhlas dalam Beribadah
Dalam beribadah diperlukan kelurusan hati, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan yang diharapkan, memuaskan dan bernilai positif dalam pandangan Allah.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, orang yang sholat dengan hati yang ikhlas, maka sholatnya akan menyerupai sebuah kilatan cahaya putih bersih yang amat terang benderang yang menembus langit ke tujuh dan langsung menghadap Allah sebagi sebuah persembahan seorang hamba. Allah bangga dengan orang yang mempersembahkan cahaya itu. Lalu Allah merestui sholatnya itu lalu dikembalikan kepada yang melakukannya dengan nilai yang berlipat ganda.

Sedangkan, orang yang sholat dengan hati yang tidak ikhlas, sholatnya juga akan keluar dari bumi menghadap Sang Pencipta, tetapi dengan penyerupaan yang jelek, hitam kusam dan kumuh, yang dalam riwayat diumpakan kain lap (bekas pembersih). Tetapi sholat itu tidak sampai kepada Allah, karena Allah berfirman: “Kembalilah kamu kepada tuanmu”.

Begitulah, tidak hanya sholat, segala perbuatan (amal) yang baik maupun yang buruk akan hidup dan bisa memberikan dampak atau pengaruh, akibat dan nilai bagi si pelakunya.

Firman Allah, dalam al Qur’an Surah Al-Bayyinah (98), ayat 5:

“Kamu tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas karena Allah (pemilik) Agama (Dien) dengan lurus (hanief/tidak melenceng), dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Dan demikian itulah Agama yang tegak (kokoh)”.

Ambillah Zakat, Bersihkan Diri dan Harta

Oleh : Jufri Bulian Ababil S. Sos.I


Kalau pajak, baik Pajak Bumi, PPh dan sebagainya dipungut setiap tahun barangkali sudah tidak asing lagi bagi kita, sehingga ketika terjadi penunggakan cepat diketahui. Tapi kalau ada ayat al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita bahwa zakat pun harus dipungut oleh para petugas pemungut pajak (amil), dapat dipastikan pasti banyak di antara kita terkejut bahkan merasa kebingungan, “Opo iyo?”. Sebab umumnya dan biasanya, zakat itu setahu kita diantar si pembayar.

Sebenarnya isi perintah al-Qur’an zakat itu dipungut amil, bukan diserahkan pembayar zakat. Firman Allah SWT QS. 9 at-Taubah: 103:“Khuz min Amwalihim shodaqoh, lituthahhirihim wa tuzakkiyhim biha”. Kalau dibahasaindonesiakan artinya kira-kira, “Ambillah dari sebagian harta mereka itu shodaqah (zakat), supaya menyucikan dan membersihkan dengannya”. Namun banyak pertimbangan mafsalah marsalah yang membuat persoalan teknis tersebut berubah, namun diharapkan tidak merubah hakikat dan tujuan zakat itu sendiri. Banyak alasan yang dapat dikemukakan. Zaman Rasul kan orang Islam masih sedikit, sekarang? Apalagi di Indonesia. Tentu para amil amat kewalahan. Alasan lain mungkin, di masa Rasul dan sahabat kepemimpinan dan pemerintahan berada di tangan umat Islam, hukumnya pun hukum Islam (sesuai Qur’an dan nyunnah). Sehingga kebijakan pemerintah, political will, sistem dan kinerja roda kehidupan masyarakat saat itu terhadap kemajuan dan peradaban Islam sangat mendukung.

Di masa Rasulullah SAW dalam hal penunaian kewajiban rukun Islam ketiga tersebut, kan Nabi sebagai pemimpin komunitas sekaligus pemimpin spritual menunjuk sejumlah sahabat untuk memungut zakat. Zaman sekarang? Pemimpin kita kan macam-macam, multi idiologi. Ada yang idealis. Ada yang opportunis, ada yang pragmatis romantis. Ada beridiologi pancasila, ada agama, ada yang kapitalis, ada pula sosialis dan sebagainya. Tentu saja akan banyak hambatan untuk menggoalkan kebijakan soal ini. Jangan-jangan belum apa-apa masing-masing sudah saling guit (senggol, ada uangnya nggak?”).

Dalam satu riwayat tentang zakat yang sudah cukup pupuler adalah kisah sahabat Nabi yang bernama Tsa’labah yang luar biasanya miskinnya, saking papa dan melaratnya, kain (sarung) sholat pun harus berkongsi (bergilir) dengan sang isteri. Hal ini disinyalir Rasul ketika beliau melihat Tsa’labah langsung membalikkan badan tergopoh-gopoh seolah-olah mengejar seseatu. Begitu setiap hari. Rasul bertanya: Kenapa engkau begitu Tsaklabah?”. Kata Tsa’labah. “Kain saya Cuma satu ya Rasulullah. Istriku belum sholat ia tidak ada kain”. Suatu hari Tsa’labah minta didoakan oleh Rasul agar menjadi orang kaya, agar ia semakin rajin beribadah dan makin dekat kepada Allah. Ringkas cerita, setelah didesak dan telah mendengar pertimbangan dan sebagainya Rasul pun mendo’akan, tak lupa memberi Tsa’labah sepasang kambing yang akhirnya berkembangbiak menjadi banyak dan sehat-sehat.

Pada tahun-tahun pertama, Tsa’labah tetap taat beribadah, Zakatnya pun lancar. Tsa’labah telah stand by di rumahnya saat petugas pengambil zakat datang. Tapi lama-lama karena sibuk mengurusi ternaknya, Tsa’labah jarang dan akhirnya tak lagi muncul-muncul ke mesjid. Bahkan zakatnya pun sempat nunggak. Akhirnya, Rasul SAW melarang para petugas zakat mengutip zakat Tsa’labah. Dibayarnya pun nanti jangan diterima dulu sebelum ada izin dari Rasul. Akhirnya, azab Allah SWT ditimpakan kepada Tsa’labah karena kepelitan dan kedurhakaannya Allah dan mangkir janji pada Rasul saat akan didoakan dulu. Secara bertahap ternak Tsa’labah bermatian, karena terserang suatu penyakit, barangkali yang dikenal dengan anthrak atau entah apa?

Di masa kekhalifahan Abu Bakar Shiddique RA, pemerintahan Islam memerangi orang yang tak berzakat. Perang ini dikenal dengan perang Yamamah yang mengakibatkan sedikitnya tujuh puluhan Huffazh (Penghafal al-Qur’an) meninggal sebagai syuhada. Betapa pentingnya zakat bagi Islam. Begitu pun bagi peran pentingnya bagi pemerataan ekonomi. Satu hal lagi, zakat sangat penting bagi kesucian diri dan kebersihan harta dari milik yang mustahak (anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil dan lainnya). Krisis ekonomi dan moneter sudah berlalu. Ketimpangan sosial, ketidakadilan dan ketidakmerataan ekonomi sangat makin hari makin terasa menusuk mata dan hati. Ini menunjukkan betapa diri dan harta yang kotor telah menjangkiti bangsa ini membuat hati mati dan keras. Hingga penggusuran demi penggusuran terjadi. Dapatkah kita meyakini bahwa zakat adalah solusi?

Haji dan Sistem Infokom di Negara Muslim: Selamat Jalan Tamu Allah

Oleh : Jufri Bulian Ababil S.Sos.I

Labbaik Allahumma labbaika…la syarika laka Labbaika…Innal Hamda Wannikmata Laka wal Mulk…La syarika Lak. Alangkah harapnya hati mendengar suara panggilan Allah itu. Hadiah sudah siap dipersembahkan. Bertahun-tahun uang dikumpul agar bisa menjadi tamu Allah. Namun apa daya, gara-gara kurang diplomasi dan dan komfirmasi 30.000 calon jama’ah (7927 untuk Sumut) harus bersabar menerima kenyataan pahit, pemerintah kerajaan Saudi membatalkan penambahan kuota.

Kenyataan ini menunjukkan suatu hal yang dilematis, sangat kontras dan kontraproduktif antara apa yang dilakukan “seorang pahlawan pencari harta karun” dengan apa yang menjadi eksistensi Ibadah Haji itu sendiri. Walaupun memang tidak ada unsur kesengajaan, namun dari sudut pandang apapun, kita tetap akan memandang hal itu sebagai sesuatu yang sangat naif, sangat tolol dan memalukan bagi sebuah “instansi” yang mengatasnamakan sebuah negara/ seorang yang mengaku mewakili sebuah bangsa yang cukup besar.

Haji: Apa dan Siapa?
Secara bahasa, apa yang kita kenal dengan istilah “Haji” itu dapat berarti hujjah dan argumen, dapat pula berarti data dan bukti. Maksudnya bagaimana seseorang yang mewakili ide dan keyakinannya mewakili mempersembahkan sesuatu yang sangat berharga bagi kemenangan kaumnya. Singkatnya, kata-kata ini erat sekali kaitannya dengan dunia informasi dan komunikasi dan tentu saja sangat erat terkait dengan sistem intelijen, sistem hubungan luar negeri.

Secara istilah Haji merupakan syariat Nabi Ibrahin AS yang dikukuhakan kembali kepada Nabi Muhammad SAW menjadi syariat bagi umatnya sebagai rukun. Dalam haji terdapat tonggak sejarah yang sangat menentukan bagi tegaknya kembali kekuatan Islam di seluruh dunia. Banyak hikmah yang dapat kita petik di balik “ceremonia” atau ritualitas haji, yang dipandang sebagai simbolisasi “perjuangan”, “proses memenangkan peperangan”, “kekuatan spitual”, “konsolidasi internal”, “keajaiban hidup” dan sebagainya.

Orang-orang yang mampu melaksanakan haji adalah bukti yang ditunjukkan Allah SWT untuk keterwakilan suatu suku, kelompok, kaum, bangsa atau negara dalam rangka memeuhi panggilan Allah SWT sebagai orang-orang yang dikukuhkan tetap dalam keterwakilannya. Itulah sebabnya, kita melihat segala bangsa, suku dan profesi bertemu di Rumah Allah, Rumah yang Ajaib dan Agung itu. Setiap kelompok setiap tahunnya punya keterwakilan. Ada yang mewakili buruh, petani, LSM, Pemerintah, para wali, sufi, pers, guru, pengusaha sampai pada seorang gembel pun ada perwakilannya.

Haji di Indonesia
Persoalan haji adalah persoalan negara. Berarti urusan Ibadah termasuk harus dikelola negara. Baik tidaknya ibadah warga negara ada keterkaitan terhadap fasilitas yang berikan negara di dalamnya. Jelasnya, urusan Islam berhubungan dengan negara. Di Indonesia, kendati rukun Islam ada lima, namun hanya UU yang mengatur haji dan zakat saja yang ada. UU Syahadat, sholat dan puasa belum ada. Terlepas dari “spekulasi” dan penilaian barangkali Haji dan Zakat ada duitnya (dapat memberikan input bagi negara), kita masih perlu bersyukur pemerintah masih mau mengurusi persoalan ke dua rukun Islam ini yang suci ini. Namun muncul pertanyaan, mungkinkah sesuatu yang suci dikelola oleh oknum-oknum yang tidak suci hatinya? Untuk menjawab hal itu, perlu dilihat dulu kenyataan bagaimana zakat dan haji dikelola. Kendatipun keduanya sama-sama bermasalah, di sini kita tidak membahas soal zakat, melainkan menukik langsung ke persoalan haji.

Sekali lagi sebagaimana diketahui banyak orang, urusan haji di Indonesia banyak menimbulkan masalah. Karena di negara sudah bayak bercampur yang hak dan yang batil. Apalagi haji sudah dijadikan oknum-oknum tertentu sebagai “barang dangagan” demi hawa nafsu keduniaan. Dari persoalan ONH, Kuota, Asrama, pengelolaan, pelayanan sampai pada kepulangan. Bila dihitung-hitung, rasanya perlu mengabiskan puluhan buku tebal untuk menuliskannya.

Banyak kalangan mencoba mengusulkan solusi persoalan seputar haji ini. Di antaranya sebagaimana yang diungkapkan Sekretaris MUI Pusat Dien Syamsuddin dan Mantan Menag Tarmidzi Taher, Kuota dari Depag untuk pejabat negara pergi ke tanah suci tahun ini sebaiknya dihapuskan saja dan jatah mereka diberikan kepada rakyat. Juga diusulkan rombongan amirul hajj ditiadakan karena jumlahnya membengkak dari apa yang ditetapkan menteri.

Menko Kesra Yusuf Kalla pun ikut bicara. Katanya, pemerintah akan keluarkan Keppres tentang haji, di mana seorang calon haji boleh melaksanakan haji sekali lima tahun. Karena hal ini pun dinilai bermasalah. Soalnya, banyak orang yang haji 3-4 kali masih diberangkatkan sementara yang belum pernah harus menunggu, bahkan kehabisan kuota. Meskipun Menurut Yusuf Kalla ONH 30.000 calon jemaah haji yang gagal berangkat akan dipulangkan, namun apakah persoalan ini akan selesai sebatas pemulangan uang. Bagaimana dengan bunga deposito di Bank-bank ONH selama ini yang nilainya milyaran bahkan triliunan rupiah itu dan tanggung jawab moral pemerintah terhadap dampak yang mungkin muncul.

Membangun Hubungan (Sistem) Infokom
Secara filosofis, haji adalah puncak tertinggi dari pembagunan Islam yang dimulai dari pengukuhan syahadat sebagai fondasi/azas (pembangunan Idiologi Islam), sholat sebagai tonggak/tiang/tulang punggung/pilar (pembangunan aparatur dan militer dalam Islam) zakat sebagai naungan/pengayoman (pembangunan sistem ekonomi umat), puasa sebagai dinding/tembok/perisai (pembangunan sistem informasi dan komunikasi/ hubungan luar negeri). Dengan demikian sempurnalah Islam dalam wujudnya sebagai negara Muslim yang kuat dan tak terkalahkan. Bila diumpakan tubuh haji merupakan sistem penglihatan dan pendengaran. Bila dalam perang urusan haji seperti urusan intelijen yang mencakup infiltrasi dan netrasi. Jadi sangat “telak” apa yang dialami calon jama’ah haji kita pada musim haji tahun ini. Taruhlah, ini tidak dianggap sebuah kegagalan diplomasi. Namun kelihatannya tidak seperti di negara-negara lain, banyak menteri yang merasa malu atas kegegabahannya sehingga mengundurkan diri atau meminta maaf kepada calon jemaah yang tentu saja sangat kecewa. Ini pun tidak dilakukan.

Dari segi syariatnya, pelaksanaan manasik haji adalah gambaran “puncak perjuangan” memenangkan Islam. Dari Thawaf dapat dilihat bagaimana proses sikluitasi berjalan menurut arus searah menggambarkan mekanisme “penghambaan dan ketaatan” harus berjalan seiring. Dalam sa’i dapat dilihat betapa konfirmasi guna mengikuti perkembangan perlu dilakukan agar menemukan jawaban paling “fit”. Begitu pula wukuf yang dapat menunjukkan betapa Islam menghimpun seluruh kekuatan untuk melakukan konsolidasi dan sharing informasi dan seterusnya. Jelasnya, Allah SWT telah mensyariatkan Haji sedemikian rupa agar dapat diaktualisasikan dalam dunia Islam, tidak hanya sebatas ritualitas atau “gelar dan embel-embel nama”.

Firman Allah (QS. Al-Baqarah 2: 160-163), “Dan ingatlah ketika kami menjadikan rumah ini (ka’bah) sebagai mastabah (tempat pengukuhan/pelantikan) dan pengamanan, dan menjadikan dari tempat tegak Ibrahim sebagai tempat Shalat. Dan kami janjikan kepada Ibrahim dan Ismail agar mereka berdua mensucikan Rumah-Ku itu bagi orang-orang yang thawaf, beriktikaf, rukuk dan sujud). Ibrahim berkata, Jadikanlah negara ini negara yang dipercaya (aman) dan berilah rezeki di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Allah berfirman: “Siapa yang menentang, maka Aku akan memberinya kesenangan sedikit (dunia) selanjutnya, Aku akan mencampakkannya ke neraka Jahannam sebagai tempat kembali yang (jelek). Oh Tuhanku jadikanlah kami orang-oarng yang menegakkan sholat dan dari generasi (keturunan) kami. Ya tuhan kami. Oh tuhan Kami terimalah kami (untuk menghadap) dan terimalah kami. Sesungguhnya Engkau maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Tamu Allah
Selamat jalan Tamu Allah…semoga menjadi haji yang Mabrur. Ungkapan ini rasanya paling pantas untuk mengantarkan para calon jamaah haji kita. Namun perlu disadari, keberangkatan ke tanah suci bukan saja untuk pribadi yang melaksanakan tetapi juga untuk keterwakilan bangsa dan golongan kita. Haji mabrur adalah haji yang dapat mengukuhkan kedudukannya sebagai “orang yang mapan” di kalangannya. Seorang haji dari kalangan pers akan semakin mapan di bidangnya. Seorang perwira yang haji akan semakin mapan dalam tugas pengamanannya. Sebaliknya, bila hajinya tidak Mabrur maka ia juga akan semakin “parah” dalam melakukan tindakan yang menyimpang dari ajaran agama. Misalnya, seorang koruptor yang berstatus haji akan semakin mapan dalam menyelewengkan harta negara.

Kisah Mimpi Raja Saat Nabi Yusuf A.S. Dipenjara Isyarat Al-Qur’an, 2004 Puncak Kekurangan Pangan

Kebenaran Islam tidak dapat diukur dari penganutnya, sebab ada sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan “Al-Islamu mahjubu bimuslim”, artinya: Kebenaran Islam terhalang oleh penganut Islam itu sendiri. Hal ini memang dapat dilihat dan dibuktikan dari banyaknya ungkapan orang-orang yang lari dari ajaran agama dan memilih dunia, gara-gara melihat kenyataan banyaknya tokoh-tokoh, cendikiawan dan aktivis Islam yang memakai atribut Islam, tetapi justeru telah membuat noda bagi Islam itu sendiri. Bagi umat yang berfikiran awam, justeru menjadikan ini tolak ukur kebenaran, sehingga muncul ungkapan, “haji, haji tapi korupsi juga”, atau ungkapan, “janggut bukan main panjangnya, jubah bukan main dalamnya, sorban sepuluh lilit tapi di otaknya duit dan duit” atau ungkapan-ungkapan lain yang bernada sisnis.

Kebenaran Islam yang hakiki dapat dirasakan, diterima, diakui dan dibuktikan, tanpa perlu diuji lagi hanyalah terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an. Berapa banyak profesor-profesor barat yang menjadi pemeluk Islam setelah meneliti dan mencoba menelaah isi kandungan Al-Qur’an. Dan alhamdulillah akhirnya Allah memberi mereka hidayah (petunjuk) karena mereka memang benar-benar mencari kebenaran. Dan kebenaran Islam memang kebenaran hakiki. Islam memang paling mulia dari agama yang lain, tidak bisa disamakan, tidak bisa dibanding-bandingkan, apalagi dibenci, seperti tuduhan dan sikap orang-orang yang benci tanpa mempelajari dulu sumber ajarannya.

Salah satu mukjizat al-Qur’an adalah, bahwa ayat-ayatnya berlaku untuk sepanjang zaman. Segala zaman memerlukan al-Qur’an, karena segala peristiwa ungkapan, sifat, sikap dan ulah manusia yang terjadi dan termaktub dalam al-Qur’an adalah semua peristiwa yang dapat ditemukan sehari-hari, dari zaman ke zaman.

Tulisan saya kali ini akan mengulas bagaimana Allah menyusun skenario Nabi Yusuf memegang urusan logistik di Mesir dan kaitannya dengan krisis ekonomi di Indonesia, serta bagaimana caranya bangsa ini keluar dari keterpurukan, dengan didahului latar belakang dan penyebabnya.

Firman Allah SWT QS. Yusuf (12): 45-49: “(45). Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua (pelayan eks. Narapidana) dan teringat (kepada Yusuf yang masih dipenjara) sesudah beberapa waktu lamanya. “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menta’birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)”. (46). (Setelah pelayan itu berjumpa Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh (bulir) gandum yang hijau dan (tujuh lainnya kering agar aku kembali kepada orang-orang itu agar mereka mengetahuinya”. (47). Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan”.(48) Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi (tahun) sulit, kecuali sedikit dari bibit yang kamu simpan. (49) Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya diberi hujan (dengan cukup) dan masa itu mereka memeras anggur.

Peningkatan Pembangunan Ekonomi 1990-1997
Bila kita lihat pertumbuhan ekonomi di negara kita antara tahun 1990-1997, kita akan melihat bahwa, pembangunan ekonomi kita memang pas dan pantas diumpamakan seperti sapi gemuk-gemuk atau seperti 7 bulir gandum hijau saking melimpahnya produksi beras saat itu.

Dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 Ed. 1-15 Desember 1997, Rudi Lengkong, seorang pengamat dalam wawancara tentang Perkembangan Eksport Handicraft Indonesia ke Manca Negara yang selalu berkembang (hlm. 10-11) mengatakan, setiap tahunnya jumlah nilai eksport tiap tahun rata-rata mencapai 3,5 USD. Dan sejak pertengahan tahun 1990 hingga saat ini (1997) mengalami kenaikan antara 10-15% /tahun. Negara kita, di masa-masa itu sedang menggalakkan program Swasembada Pangan di berbagai daerah.

Sedangkan pada tahun 1993, sebagaimana dilansir oleh Majalah Tempo Edisi 3 April 1993, ketika stok beras di Indonesia berlebih pemerintah sanggup mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk membeli gabah petani. Sehingga Badan Urusan Logistik Bulog kewalahan menampung hasil panen petani. Tahun 1991, tecatat 37.286 ton pembelian Bulog sementara produksi beras se Indonesia mencapai 1. 430.000 ton. Sedangkan pada tahun 1992, angka pembelian meningkat berkali-kali lipat menjadi 107.308 sementara produksi meningkat hampir dua kali lipat, 2,565 juta ton. Dan diproyeksikan pembelian Bulog untuk tahun 1993, mencapai 2 juta ton. Subhanallah.

Ekspor beras sampai April 1993 saja, masih menutur Tempo (3/4/93: hl.84) sudah dijanjikan kepada Bulog mencapai 200 ribu ton. Dari jumlah tersebut, 110-120 ribu ton sudah diekspor ke Afrika, Srilanka dan Eropa. Namun bila dipaksakan, harga yang diterima Bulog hanya Rp. 320/kg yang artinya Bulog rugi Rp. 280,-/kg. Bahkan, tahun-tahun selanjutnya, karena melimpahnya bahan pangan (beras) sampai Indonesia sanggup memberikan bantuan berupa beratus-ratus ton beras ke PBB .

Saran IMF
Firman Allah QS. 12, Yusuf: (47). Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan”.

Ayat ini berisikan saran-saran Nabi Yusuf kepada Raja Mesir agar menahan diri untuk tidak memanen semua produksi gandum di saat mana tanda-tanda kekurangan pangan (defisit) mulai tampak. Dan hal itu disinyalir melalui mimpi raja berupa 7 ekor sapi gemuk memakan 7 ekor sapi kurus; 7 bulir gandum subur dan 7 bulir gandum kering. Hal itu dilakukan guna menghadapi masa-masa paceklik di masa selanjutnya.

Pengertian ayat ini, sama halnya dengan yang dikemukakan, Al Chaidar dalam Reformasi Prematur, bahwa ketika defisit transaksi berjalan Indonesia mulai meningkat pada 1995, kita masih bisa menghibur diri dengan masih mengalir masuknya modal asing (capital inflow).

Disebutkan AlChaidar, pada September 1996 tatkala Direktur Eksekutif IMF, Michael Camdessius berkunjung ke Indonesia, defisit ini juga terus meningkat, meski krisis moneter belum sampai meledak. Camdessius pun menyarankan agar Indonesia pandai-pandai menahan selama mungkin modal jangka pendek (short term capital) yang mengalir masuk. Syaratnya, iklim investasi di Indonesia harus kondusif. Itu berarti segala distorsi dihilangkan dan segala diskriminasi usaha (monopoli, monopsoni, fasilitas khusus) dihapus (1999: 167).

Saran Camdessius itu bukan tak beralasan, terbukti bahwa jauh sebelumnya, bahkan tahun 1992, Indonesia sudah mengalami defisit meskipun produksi meningkat tajam. Bulog sendiri, mengalami defisit Rp. 69 M. (Tempo: 3/4/93: hlm. 84).

Kata-kata “membiarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan” sebagaimana disebut ayat di atas menunjukkan, perlunya mempersiapkan cadangan devisa jangka penjang pada masa-masa pertumbuhan Ekonomi kita sedang meningkat. Sedangkan pemenuhan kebutuhan jangka pendek hanya dipergunakan sedikit dari produksi yang ada.

Reformasi IMF, sebagaimana dikemukakan Al Chaidar (1999) diharapkan muncul pengharapan baru, agar iklim berusaha lebih menjadi lebih kondusif. Kalau persyaratan ini dipenuhi, maka modal asing akan mengalir masuk, entah yang berjangka pendek (portofolio) maupun jangka panjang (investasi langsung). Para pelaku ekonomi harus menunggu implementasi memorandum oleh pemerintah.

Karena itu tulisnya, para pelaku ekonomi berharap agar kali ini pemerintah tidak lagi menyia-nyiakan momentum memorandum. Jangan sampai terlepas lagi seperti hilangnya momentum letter of intent, oleh inkonsistensi kebijakan, misalnya soal pajal mobil nasional, keberadaan BPPC dan tata niaya kayu lapis.

Reformasi ekonomi ungkap Al-Chaidar lagi, dapat diibaratkan menanam sebagai menanam fondasi yang dapat menegakkan struktur unutk keperluan jangka panjang. Sementara untuk mengatasi masalah jangka pendeknya sebenarnya belum dapat ditanggulangi secara langsung dengan sekedar memorandum IMF.

Menurutnya, persoalan jang pendek pada dasarnya terletak pada dua hal. Pertama kelangkaan cadangan devisa yang terus tertekan. Kedua utang luar negeri yang jatuh tempo. Terhadap persoalan pertama, hanya ada satu solusi, yakni pencairan dana IMF dalam jumlah yang signifikan, dan dalam tempo yang cepat. Dana yang dibutuhkan ada pada IMF sekalipun sebahagian merupakan skema bantuan bilateral. Namun skema bilateral pun praktis menjadi multilateral dalam payung IMF, karena IMF beranggotakan 181 negara. Jadi, IMF kali ini memang pada posisi lender of the last resort, sebagai sumber pasokan devisa.

7 Tahun Krisis Ekonomi (1997-2004)

Tanggal 8 Juli 1997 merupakan awal dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Kurs Rupiah anjlok sampai Rp. 7.900 per Dolar AS. Inflasi tahun 1997 melesat 2 digit menjadi 11, 05 %…. Penting difahami tentang krisis moneter juga mewariskan sisa-sisa krisis fiskal pada awal 1980-an dan jauh lebih dahsyat dari anjloknya harga migas tahun 1980-an itu. Krisis moneter yang akhirnya menjadi krisis ekonomi ini diduga disebabkan ulah spekulan asing George Soros. Krisis ini terjadi juga dipicu dengan jatuh temponya hutang-hutang swasta jangka pendeek LN. Selanjutnya, 31 Oktober 1997 IMF mengumumkan paket bantuan keuangan senilai 23 M USD yang diberikan secara bertahap.

Dalam reformasi Prematur ditulis bahwa, seharusnya dunia melihat bahwa Indonesia mulai melakukan reformasi ekonomi pada November 1997, ketika Indonesia meminta pertolongen IMF dan IMF sepakat dengan pinjaman berikut segala persayaratan reformasinya. Tetapi kemudian diulur sampai pertengahan Januari 1998 yang lalu dikenal dengan reformasi ekomomi 50 pasal. Kesepakatan Final baru diumumkan 11 April 1998. Tak mengherankan bila ada pendapat bahwa tahun 1999, ekonomi Asia pulih kecuali Indonesia, bahkan untuk Thailand, Filiphina dan Malaysia tanpa meminta pertolongan IMF (AlCahidar: 1999 hl. 165).

Skenario ini hampir sama ketika, Nabi Yusuf AS menunda pemberian makanan kepada saudara-saudaranya yang datang dari luar negeri yang memohon makanan karena di daerahnya habis stok makanan. Lalu Yusuf mengajukan syarat agar membawa saudaranya yang bernama Benyamin kehadapannya. Lalu mereka meminta kepada Nabi Ya’Qub menolak mengizinkan Benyamin dibawa, sebab khawatir akan hilang seperti hilangnya Yusuf ketika masih kecil.

Kekurangan Pangan
Di bidang ekonomi, apa yang terjadi sejak tahun 1997 sampai penghujung 2003 ini tampak jelas bahwa, apa yang kita hasilkan sejak tahun 1990-1997 (7 tahun) tak berarti apa-apa, persis seperti “dimakan” oleh kesulitan (krisis) yang dialami 7 tahun berikutnya. Penulis meyakini bahwa, inilah yang disebutkan Allah, 7 sapi gemuk memakan sapi kurus lewat kisah Nabi Yusuf di atas. Beras yang kita eksport ke sejumlah di Afrika dan Eropa, juga ke Srilanka ditambah beras yang kita sumbangkan pada PBB masa-masa sepanjang 1990-1997, ternyata tidak lebih sedikit bila dibanding beras yang kita import dari negara-negara seperti Thailand, India dan Vietnam dan sebagainya sejak krisis ekonomi 1997. Di beberapa daerah di Indonesia yang dulunya menjadi daerah swasembada pangan bahkan sekarang ini menjadi daerah kering dan warganya kekurangan pangan.

Di Sumut Misalnya, daerah Deli Serdang yang dulunya termasuk terkenal sebagai daerah swasembada pangan berskala nasional, saat ini kekurangan pangan pada masa-masa tertentu, karena puluhan ribu sawah dan lahan pertanian terlantar. Hal ini dinilai, meskipun masih menghasilkan surplus Beras, produksi beras Deli Serdang dinilai tidak teralokasikan dengan baik akibat adanya permainan ekonomi dan kurang tanggapnya lembaga Badan ketahanan Pangan atau Dinas Pertanian dalam persoalan ini.

Akhir 2004, Keluar dari Krisis Ekonomi
Firman Allah QS Yusuf, (49) “Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya diberi hujan (dengan cukup) dan masa itu mereka memeras anggur” menyiratkan bahwa, setelah tujuh tahun masa krisis ekonomi berakhir (pertengahan 2004), akan datang tahun yang bercukupan pangan. Selain itu ayat ini juga menyiratkan bahwa akan banyak dibuka lapangan kerja pada tahun-tahun itu, sebagaimana pengertian al-‘Asr selain dapat diartikan memeras anggur dapat pula diartikan, bekerja keras.

Maha benar Allah yang telah mendudukkan Nabi Yusuf Alaihis Salam yang sangat bisa dipercaya lagi bijaksana sebagai pemegang lumbung pangan. Sementara. Dan Indonesia merindukan sosok seperti Yusuf AS, sehingga tidak terjadi lagi apa yang namanya Bologgate, tidak tampak lagi rakyat rame-rame memeras keringat, mengemis bahkan ada yang dianiaya, jadi pelacur ke negara tetangga dekat dan jauh demi sesuap nasi. Sehingga pada Oktober 2004 nanti, insya Allah ekonomi kita akan berangsur bisa pulih, meskipun perlu banyak yang harus kita korbankan untuk itu. Dan setelah kita mengetahui sebahagian rahasia-rahasia ilmu Allah dalam al-Qur’an ini, semoga kita mau kembali kepada al-Qur’an. Fa’tabiru ya ulil Albab.

Kisah Mimpi Raja Saat Nabi Yusuf A.S. Dipenjara Isyarat Al-Qur’an, 2004 Puncak Kekurangan Pangan

Kebenaran Islam tidak dapat diukur dari penganutnya, sebab ada sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan “Al-Islamu mahjubu bimuslim”, artinya: Kebenaran Islam terhalang oleh penganut Islam itu sendiri. Hal ini memang dapat dilihat dan dibuktikan dari banyaknya ungkapan orang-orang yang lari dari ajaran agama dan memilih dunia, gara-gara melihat kenyataan banyaknya tokoh-tokoh, cendikiawan dan aktivis Islam yang memakai atribut Islam, tetapi justeru telah membuat noda bagi Islam itu sendiri. Bagi umat yang berfikiran awam, justeru menjadikan ini tolak ukur kebenaran, sehingga muncul ungkapan, “haji, haji tapi korupsi juga”, atau ungkapan, “janggut bukan main panjangnya, jubah bukan main dalamnya, sorban sepuluh lilit tapi di otaknya duit dan duit” atau ungkapan-ungkapan lain yang bernada sisnis.

Kebenaran Islam yang hakiki dapat dirasakan, diterima, diakui dan dibuktikan, tanpa perlu diuji lagi hanyalah terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an. Berapa banyak profesor-profesor barat yang menjadi pemeluk Islam setelah meneliti dan mencoba menelaah isi kandungan Al-Qur’an. Dan alhamdulillah akhirnya Allah memberi mereka hidayah (petunjuk) karena mereka memang benar-benar mencari kebenaran. Dan kebenaran Islam memang kebenaran hakiki. Islam memang paling mulia dari agama yang lain, tidak bisa disamakan, tidak bisa dibanding-bandingkan, apalagi dibenci, seperti tuduhan dan sikap orang-orang yang benci tanpa mempelajari dulu sumber ajarannya.

Salah satu mukjizat al-Qur’an adalah, bahwa ayat-ayatnya berlaku untuk sepanjang zaman. Segala zaman memerlukan al-Qur’an, karena segala peristiwa ungkapan, sifat, sikap dan ulah manusia yang terjadi dan termaktub dalam al-Qur’an adalah semua peristiwa yang dapat ditemukan sehari-hari, dari zaman ke zaman.

Tulisan saya kali ini akan mengulas bagaimana Allah menyusun skenario Nabi Yusuf memegang urusan logistik di Mesir dan kaitannya dengan krisis ekonomi di Indonesia, serta bagaimana caranya bangsa ini keluar dari keterpurukan, dengan didahului latar belakang dan penyebabnya.

Firman Allah SWT QS. Yusuf (12): 45-49: “(45). Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua (pelayan eks. Narapidana) dan teringat (kepada Yusuf yang masih dipenjara) sesudah beberapa waktu lamanya. “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menta’birkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)”. (46). (Setelah pelayan itu berjumpa Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh (bulir) gandum yang hijau dan (tujuh lainnya kering agar aku kembali kepada orang-orang itu agar mereka mengetahuinya”. (47). Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan”.(48) Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi (tahun) sulit, kecuali sedikit dari bibit yang kamu simpan. (49) Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya diberi hujan (dengan cukup) dan masa itu mereka memeras anggur.

Peningkatan Pembangunan Ekonomi 1990-1997
Bila kita lihat pertumbuhan ekonomi di negara kita antara tahun 1990-1997, kita akan melihat bahwa, pembangunan ekonomi kita memang pas dan pantas diumpamakan seperti sapi gemuk-gemuk atau seperti 7 bulir gandum hijau saking melimpahnya produksi beras saat itu.

Dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 Ed. 1-15 Desember 1997, Rudi Lengkong, seorang pengamat dalam wawancara tentang Perkembangan Eksport Handicraft Indonesia ke Manca Negara yang selalu berkembang (hlm. 10-11) mengatakan, setiap tahunnya jumlah nilai eksport tiap tahun rata-rata mencapai 3,5 USD. Dan sejak pertengahan tahun 1990 hingga saat ini (1997) mengalami kenaikan antara 10-15% /tahun. Negara kita, di masa-masa itu sedang menggalakkan program Swasembada Pangan di berbagai daerah.

Sedangkan pada tahun 1993, sebagaimana dilansir oleh Majalah Tempo Edisi 3 April 1993, ketika stok beras di Indonesia berlebih pemerintah sanggup mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk membeli gabah petani. Sehingga Badan Urusan Logistik Bulog kewalahan menampung hasil panen petani. Tahun 1991, tecatat 37.286 ton pembelian Bulog sementara produksi beras se Indonesia mencapai 1. 430.000 ton. Sedangkan pada tahun 1992, angka pembelian meningkat berkali-kali lipat menjadi 107.308 sementara produksi meningkat hampir dua kali lipat, 2,565 juta ton. Dan diproyeksikan pembelian Bulog untuk tahun 1993, mencapai 2 juta ton. Subhanallah.

Ekspor beras sampai April 1993 saja, masih menutur Tempo (3/4/93: hl.84) sudah dijanjikan kepada Bulog mencapai 200 ribu ton. Dari jumlah tersebut, 110-120 ribu ton sudah diekspor ke Afrika, Srilanka dan Eropa. Namun bila dipaksakan, harga yang diterima Bulog hanya Rp. 320/kg yang artinya Bulog rugi Rp. 280,-/kg. Bahkan, tahun-tahun selanjutnya, karena melimpahnya bahan pangan (beras) sampai Indonesia sanggup memberikan bantuan berupa beratus-ratus ton beras ke PBB .

Saran IMF
Firman Allah QS. 12, Yusuf: (47). Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan”.

Ayat ini berisikan saran-saran Nabi Yusuf kepada Raja Mesir agar menahan diri untuk tidak memanen semua produksi gandum di saat mana tanda-tanda kekurangan pangan (defisit) mulai tampak. Dan hal itu disinyalir melalui mimpi raja berupa 7 ekor sapi gemuk memakan 7 ekor sapi kurus; 7 bulir gandum subur dan 7 bulir gandum kering. Hal itu dilakukan guna menghadapi masa-masa paceklik di masa selanjutnya.

Pengertian ayat ini, sama halnya dengan yang dikemukakan, Al Chaidar dalam Reformasi Prematur, bahwa ketika defisit transaksi berjalan Indonesia mulai meningkat pada 1995, kita masih bisa menghibur diri dengan masih mengalir masuknya modal asing (capital inflow).

Disebutkan AlChaidar, pada September 1996 tatkala Direktur Eksekutif IMF, Michael Camdessius berkunjung ke Indonesia, defisit ini juga terus meningkat, meski krisis moneter belum sampai meledak. Camdessius pun menyarankan agar Indonesia pandai-pandai menahan selama mungkin modal jangka pendek (short term capital) yang mengalir masuk. Syaratnya, iklim investasi di Indonesia harus kondusif. Itu berarti segala distorsi dihilangkan dan segala diskriminasi usaha (monopoli, monopsoni, fasilitas khusus) dihapus (1999: 167).

Saran Camdessius itu bukan tak beralasan, terbukti bahwa jauh sebelumnya, bahkan tahun 1992, Indonesia sudah mengalami defisit meskipun produksi meningkat tajam. Bulog sendiri, mengalami defisit Rp. 69 M. (Tempo: 3/4/93: hlm. 84).

Kata-kata “membiarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan” sebagaimana disebut ayat di atas menunjukkan, perlunya mempersiapkan cadangan devisa jangka penjang pada masa-masa pertumbuhan Ekonomi kita sedang meningkat. Sedangkan pemenuhan kebutuhan jangka pendek hanya dipergunakan sedikit dari produksi yang ada.

Reformasi IMF, sebagaimana dikemukakan Al Chaidar (1999) diharapkan muncul pengharapan baru, agar iklim berusaha lebih menjadi lebih kondusif. Kalau persyaratan ini dipenuhi, maka modal asing akan mengalir masuk, entah yang berjangka pendek (portofolio) maupun jangka panjang (investasi langsung). Para pelaku ekonomi harus menunggu implementasi memorandum oleh pemerintah.

Karena itu tulisnya, para pelaku ekonomi berharap agar kali ini pemerintah tidak lagi menyia-nyiakan momentum memorandum. Jangan sampai terlepas lagi seperti hilangnya momentum letter of intent, oleh inkonsistensi kebijakan, misalnya soal pajal mobil nasional, keberadaan BPPC dan tata niaya kayu lapis.

Reformasi ekonomi ungkap Al-Chaidar lagi, dapat diibaratkan menanam sebagai menanam fondasi yang dapat menegakkan struktur unutk keperluan jangka panjang. Sementara untuk mengatasi masalah jangka pendeknya sebenarnya belum dapat ditanggulangi secara langsung dengan sekedar memorandum IMF.

Menurutnya, persoalan jang pendek pada dasarnya terletak pada dua hal. Pertama kelangkaan cadangan devisa yang terus tertekan. Kedua utang luar negeri yang jatuh tempo. Terhadap persoalan pertama, hanya ada satu solusi, yakni pencairan dana IMF dalam jumlah yang signifikan, dan dalam tempo yang cepat. Dana yang dibutuhkan ada pada IMF sekalipun sebahagian merupakan skema bantuan bilateral. Namun skema bilateral pun praktis menjadi multilateral dalam payung IMF, karena IMF beranggotakan 181 negara. Jadi, IMF kali ini memang pada posisi lender of the last resort, sebagai sumber pasokan devisa.

7 Tahun Krisis Ekonomi (1997-2004)

Tanggal 8 Juli 1997 merupakan awal dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Kurs Rupiah anjlok sampai Rp. 7.900 per Dolar AS. Inflasi tahun 1997 melesat 2 digit menjadi 11, 05 %…. Penting difahami tentang krisis moneter juga mewariskan sisa-sisa krisis fiskal pada awal 1980-an dan jauh lebih dahsyat dari anjloknya harga migas tahun 1980-an itu. Krisis moneter yang akhirnya menjadi krisis ekonomi ini diduga disebabkan ulah spekulan asing George Soros. Krisis ini terjadi juga dipicu dengan jatuh temponya hutang-hutang swasta jangka pendeek LN. Selanjutnya, 31 Oktober 1997 IMF mengumumkan paket bantuan keuangan senilai 23 M USD yang diberikan secara bertahap.

Dalam reformasi Prematur ditulis bahwa, seharusnya dunia melihat bahwa Indonesia mulai melakukan reformasi ekonomi pada November 1997, ketika Indonesia meminta pertolongen IMF dan IMF sepakat dengan pinjaman berikut segala persayaratan reformasinya. Tetapi kemudian diulur sampai pertengahan Januari 1998 yang lalu dikenal dengan reformasi ekomomi 50 pasal. Kesepakatan Final baru diumumkan 11 April 1998. Tak mengherankan bila ada pendapat bahwa tahun 1999, ekonomi Asia pulih kecuali Indonesia, bahkan untuk Thailand, Filiphina dan Malaysia tanpa meminta pertolongan IMF (AlCahidar: 1999 hl. 165).

Skenario ini hampir sama ketika, Nabi Yusuf AS menunda pemberian makanan kepada saudara-saudaranya yang datang dari luar negeri yang memohon makanan karena di daerahnya habis stok makanan. Lalu Yusuf mengajukan syarat agar membawa saudaranya yang bernama Benyamin kehadapannya. Lalu mereka meminta kepada Nabi Ya’Qub menolak mengizinkan Benyamin dibawa, sebab khawatir akan hilang seperti hilangnya Yusuf ketika masih kecil.

Kekurangan Pangan
Di bidang ekonomi, apa yang terjadi sejak tahun 1997 sampai penghujung 2003 ini tampak jelas bahwa, apa yang kita hasilkan sejak tahun 1990-1997 (7 tahun) tak berarti apa-apa, persis seperti “dimakan” oleh kesulitan (krisis) yang dialami 7 tahun berikutnya. Penulis meyakini bahwa, inilah yang disebutkan Allah, 7 sapi gemuk memakan sapi kurus lewat kisah Nabi Yusuf di atas. Beras yang kita eksport ke sejumlah di Afrika dan Eropa, juga ke Srilanka ditambah beras yang kita sumbangkan pada PBB masa-masa sepanjang 1990-1997, ternyata tidak lebih sedikit bila dibanding beras yang kita import dari negara-negara seperti Thailand, India dan Vietnam dan sebagainya sejak krisis ekonomi 1997. Di beberapa daerah di Indonesia yang dulunya menjadi daerah swasembada pangan bahkan sekarang ini menjadi daerah kering dan warganya kekurangan pangan.

Di Sumut Misalnya, daerah Deli Serdang yang dulunya termasuk terkenal sebagai daerah swasembada pangan berskala nasional, saat ini kekurangan pangan pada masa-masa tertentu, karena puluhan ribu sawah dan lahan pertanian terlantar. Hal ini dinilai, meskipun masih menghasilkan surplus Beras, produksi beras Deli Serdang dinilai tidak teralokasikan dengan baik akibat adanya permainan ekonomi dan kurang tanggapnya lembaga Badan ketahanan Pangan atau Dinas Pertanian dalam persoalan ini.

Akhir 2004, Keluar dari Krisis Ekonomi
Firman Allah QS Yusuf, (49) “Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya diberi hujan (dengan cukup) dan masa itu mereka memeras anggur” menyiratkan bahwa, setelah tujuh tahun masa krisis ekonomi berakhir (pertengahan 2004), akan datang tahun yang bercukupan pangan. Selain itu ayat ini juga menyiratkan bahwa akan banyak dibuka lapangan kerja pada tahun-tahun itu, sebagaimana pengertian al-‘Asr selain dapat diartikan memeras anggur dapat pula diartikan, bekerja keras.

Maha benar Allah yang telah mendudukkan Nabi Yusuf Alaihis Salam yang sangat bisa dipercaya lagi bijaksana sebagai pemegang lumbung pangan. Sementara. Dan Indonesia merindukan sosok seperti Yusuf AS, sehingga tidak terjadi lagi apa yang namanya Bologgate, tidak tampak lagi rakyat rame-rame memeras keringat, mengemis bahkan ada yang dianiaya, jadi pelacur ke negara tetangga dekat dan jauh demi sesuap nasi. Sehingga pada Oktober 2004 nanti, insya Allah ekonomi kita akan berangsur bisa pulih, meskipun perlu banyak yang harus kita korbankan untuk itu. Dan setelah kita mengetahui sebahagian rahasia-rahasia ilmu Allah dalam al-Qur’an ini, semoga kita mau kembali kepada al-Qur’an. Fa’tabiru ya ulil Albab.

Gesekan Hak Vs. Batil Dari Penangkapan Aktivis Islam, sampai Penggelapan Dana Haji

Awal tahun 2003 ditandai dengan penangkapan sejumlah aktivis Islam dengan berbagai tuduhan, akhir tahunnya ditandai dengan kecewanya para jemaah haji yang sudah ber“iya-iya” mau berangkat. Itu untuk skala nasional. Untuk scope daerah Sumut, khususnya kota Medan sendiri, tahun 2003 diakhiri dengan mencuatnya “persoalan” raibnya milyaran rupiah dana bantuan bagi jemaah haji yang direncanakan –ada yang mengatakan dijanjikan- oleh Pak “Wali” akan dibagi-bagikan kepada seluruh jamaah pada saat menjelang keberangkatan dari tanah air menuju tanah suci. Berbagai dugaan bermunculan dari tengah-tengah pluralitas masyarakat kota Medan.

Ada yang menduga dana itu “dipinjam”, Tapi ada yang mengatakan dana yang berjumlah 250 Riyal atau Rp. 1 Miliar lebih itu “dicuri”. Setelah 7000-an calon jemaah haji Sumut gagal berangkat, sekali lagi, jemaah haji kota Medan kecewa. Umat Islam ikut kecewa. Bantuan yang setidaknya dapat membantu meringankan beban jemaah dalam menjalankan ibadah fisik-mental spiritual itu, tak dapat mereka nikmati gara-gara ulah beberapa “kepala” yang akibat ulahnya nampak, tapi makhluknya masih “gaib” dan gentayangan di Kota Medan, walaupun belakangan ada yang disebut-sebut sebagai calon tersangka.

Belum lagi babak demi babak, proses demi proses yang terjadi sepanjang tahun yang dialami umat Islam (termasuk warga muslim kota Medan) seharusnya membuat umat Islam membuka mata. Mengapa kita bangsa Indonesia yang berpopulasi penganut Islam terbesar di dunia, bahkan mungkin terbanyak sepanjang sejarah manusia, tetapi justeru menjadi bangsa yang mempunyai koruptor terbanyak, penggarap anak kandung terbanyak, pembunuh tersadis, dunia mistik terheboh dan ter-ter lainnya. Kenapa umat Islam menjadi “bulan-bulanan”, jadi “target” dan masih banyak jauh tertinggal, dari banyak sisi? Inilah sepenggal pangkal dan ujung kisah yang dapat dijadikan refleksi.

Refleksi 2003, Hak Vs. Batil
Sebenarnya sudah tampak jelas, tahun 2003 menjadi tahun transisi. Di satu sisi yang “haq”, Islam yang sebenar-benar Islam, yang hakiki tanpa atribut, tanpa “cover”, sedang menggeliat menuju kebangkitan. Hal itu disinyalir dari semakin merambahnya kekuatan dakwah Islam ke berbagai komponen bangsa di semua sektor dan keahlian, baik dari kalangan sipil maupun militer.

Di sisi lain, sebahagian yang masih ber-KTP Islam tetapi masih tetap “diliputi dosanya” atau mereka sudah terlalu sulit menarik diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang selama ini terus mereka lakukan. Kaum yang sepintas kelihatan seperti bagian dari umat Islam ini “insya Allah” akan hancur.

Kenapa demikian? Karena Allah berkehendak supaya memisahkan para pencandu yang “batil-batil” ini dari penegak yang Haq tadi, sehingga kekuatan Islam tidak bercampur dengan kekuatan batil. Sebab logikanya, Haq ditambah batil sama dengan batil. Pada akhirnya, komunitas yang diridhoi akan tetap terbimbing membangun kembali bangsa dan negara yang mereka cintai ini dengan landasan yang Haq, sementara yang batil-batil tadi akan saling makan, saling cakar, saling fitnah, saling bunuh dan saling hancur mengancurkan. Mereka kelihatan bersatu dalam satu “bendera” tapi sebenarnya hati mereka berpecah belah. Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya pertentangan intern di kalangan mereka itu.

Firman Allah: “Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan yang bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau dibalik tembok. Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu hati sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti” (QS. 59:14).

Ayat di atas mengingatkan, begitu pun banyaknya kelompok dan golongan yang berisi orang-orang yang Islamo fobia, antek-antek yahudi, kaum sekularis yang berbaju nasionalis dan sosialis, namun tidak sekalipun mereka pernah berani secara terbuka dan serentak melakukan perlawanan terhadap Islam, apalagi menghancurkan Islam. Banyak kepentingan yang mengganggu mereka. Idealisme mereka semu. Solidaritas mereka lemah. Itulah makanya, Islam hanya sering dipojokkan dengan cara fitnah, ditangkap tanpa bukti. Dituduh tanpa dasar. Biasanya, ini dilakukan dengan cara mencari kambing hitam, mencari “pion” yang bisa dikorbankan.

Penulis melihat, sepanjang tahun 2003, pergesekan-pergesekan antara kedua kubu (Haq-batil) ini mulai nampak di tengah-tengah kita, bahkan sepertinya sempat menimbulkan percikan-percikan kecil. Barangkali, tidak tertutup kemungkinan pada tahun 2004 gesekan-gesekan itu secara akumulatif akan semakin membesar dan akan menimbulkan percikan yang lebih besar. Namun, sebagai seorang yang beriman perlu diyakini, Allah pasti melindung yang Haq.

Haq jangan disembunyikan tapi juga tidak perlu dimuncul-munculkan, sebab yang Haq pasti akan muncul dengan sendirinya. Yang batil tidak perlu dihancurkan, karena yang batil itu akan hancur dengan sendirinya juga. Itulah makanya ayat Allah yang menjelaskan “Katakanlah: Yang haq telah datang dan yang batil telah hancur, sesungguhnya yang batil itu pasti hancur”.(QS. 17: 81) berbentuk “bina lazim” bukan “bina muta’addi”, artinya Allah tidak menjelaskan sama sekali yang menghancurkan yang batil itu adalah yang Haq, apalagi tak satu pun ayat yang memerintahkan kita untuk menghancurkan yang batil. Ayat Allah justeru memerintahkan kita agar memisahkan diri dari yang batil. Sebab kalau kita bercampur dengan yang batil-batil, kita digolongkan batil.

Firman Allah: “Janganlah kamu campuradukkan yang Hak dan batil sementara yang Hak kamu sembunyikan sedangkan kamu mengetahuinya” (QS. 2: 42).
2004, Perubahan Cepat: “Menarik Diri” atau Hancur !

Rakyat Indonesia khususnya umat Islam di masa sekarang ini ibarat sedang kembali digodok dalam sebuah kancah perubahan yang sangat cepat. Kita melihat dari waktu ke waktu, terjadi banyak perubahan yang sangat mendasar dalam kehidupan sosial, baik itu berubahnya persepsi masyarakat dalam memandang dunia politik, dunia Islam, dunia barat dan sebagainya. Dari perubahan pemikiran dan pandangan ini perlu dimatangkan lagi, perlu digodok lagi sampai umat Islam dan rakyat Indonesia umumnya dapat menjadi bangsa yang dewasa. Dewasa dalam menyelesaikan persoalan, dewasa dalam menyikapi keadaan dan sebagainya.

Kendati demikian, perlu digarisbawahi, perubahan adalah sesuatu yang direncanakan dan diproses secara matang. Sedikit saja terlambat di masa-masa seperti sekarang ini, jangan harap dapat mengejarnya dalam waktu yang singkat.

Oleh karena itu, tahun 2003 telah berlalu. Perlu diadakan muhasabah, (evaluasi) sudah sejauh mana kita memisahkan diri dari yang batil, sejauh mana pula kita telah mengintegrasikan segenap jiwa raga kita kepada yang Haq. Bila yang batil belum terpisah dari sekeliling kita, berarti tinggal menunggu giliran. Sekeliling kita sewaktu-waktu pasti siap membinasakan kita. Tak peduli kita salah atau tidak, tetap jadi korban.

Sebaliknya bila yang Haq sudah menyatu dalam kehidupan kita, al-Qur’an dan Sunnah sudah jadi kebutuhan hidup sehari-hari, alhamdulillah, berarti kita telah bersiap-siap menerima tiga hal dari Allah, rezki yang mulia, ampunan dan derajat kemenangan. Sebab di sekeliling kita sewaktu-waktu pasti siap mengembangkan potensi kita.

Selain itu, aktivis yang ditangkapi awal tahun lalu bila benar bersalah, semoga disadarkan Allah untuk bisa kembali ke jalan benar. Tetapi bila tidak benar bersalah melainkan hanya korban fitnah keji, insya Allah 2004 Allah akan tunjukkan jawabnya. Siapa yang menabur fitnah, pasti menuai “fitnah besar” dan makan fitnah.

Bagi para 30.000 jemaah haji yang tidak jadi berangkat, perlu diingatkan. Semua ini ujian dari Allah. Allah SWT tidak pernah menganiaya hamba-Nya. Niat kita tetap akan disampaikan Allah. Walaupun kita tak jadi berangkat ke Makkah, barangkali Allah sudah mengutus malaikat “dengan menyerupai wajah kita atau tidak” untuk menghajikan kita. Karena ini terjadi setiap musim haji. Tiga hari terakhir, para jemaah dari beberapa kelompok terbang sudah berangkat. Kita doakan mereka. Ikhlaskan menerima ujian ini. Barangkali, saat jemaah haji yang berangkat tahun ini juga menemukan “kita” di sana.

Krisis Iman dan Lemahnya Kesadaran Sosial

Oleh : Jufri Bulian Ababil


Bila dicermati lebih mendalam pola hidup kita selaku umat beragama, khususnya kita yang menganut agama Islam atau minimal yang mengaku muslim, tampaklah jelas tidak sedikit diantara kita yang muslim kuatitatif, bukan kualitas, artinya islam hanya kulit dengan pemahaman yang sekedar tahu saja, sehingga belum memiliki kesadaran yang memadai untuk dapat dikatakan seorang yang beriman atau mukmin. Firman Allah: "Dan diantara manusia itu ada yang menyembah Allah dipinggir-pinggir saja." (QS : 22 : 13)

Mengapa kesadaran yang memadai merupakan tolak ukur dari keimanan atau aqidah memang begitulah semestinya. Bila mungkin pengertian kesadaran itu adalah aqidah/iman dan itu dapat kita terima, mengapa tidak ? mengapa kita tidak berani menerjemahkan kata IMAN itu kepada bahasa indonesia yang kaya dan kita bangga-banggakan dengan sebuah kata SADAR. Mengapa kita tidak berani, sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri jelas-jelas membuka jalan pengertian kearah itu, Sabda Beliau : "Iman itu ialah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan lidah, dan berbuat dengan anggota tubuh" (HR Tabrani & Ali bin Abi Thalib). "Iman itu ialah bahwa engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, kadar baik dan buruk. (HR. Muslim dari Umar Bin Khatab).

Pada dua defenisi berdasarkan kedua hadist diatas memang sangat sulit bagi kita untuk memastikan iman adalah kesadaran, namun mari kita telusuri berbagai hadist-hadist lain yang menjelaskan secara exsplisit mengenai cabang-cabang keimanan yang selanjutnya kita sebut saja, aspek-aspek kesadaran.


Iman dan Kesadaran

Dalam berbagai hadist saheh dan terpercaya, nabi kita Muhammad SAW menyebutkan bahwa ada 70 cabang iman ( baca : aspek kesadaran ), daimana yang paling utama ialah kalimat Laila Haillallah dan paling sederhana membuang duri dari jalan umum. Dalam riwayat lain pula menyebutkan ada 60 cabang. Sabda nabi Muhammad SAW : "Iman itu terdiri dari 60 cabang. Dan rasa malu adalah satu cabang dari iman". ( HR. Bukhari dari Abu Hurairah ).

Keenam puluh aspek kesadaran itu sebagian besar menyoroti permasalahan sosial. Adapun kesadaran ritual dalam hal ini tentu tidak dibahas. Disini akan diuraikan 5 diantara 9 aspek-aspek kesadaran yang dinilai amat penting untuk kita renungkan antara lain :

Iman dan Rasa Malu.

Sabda Rasul : "rasa malu dan iman itu saling berkaitan erat, apabila hilang salah satu maka hilanglah yang lainnya" (HR. Abu Nain dari Ibn. Umar). Hadist Nabi yang lain : "malu itu satu cabang dari iman". Bila kita perhatiakn perkembangan masyarakat akhir-akhir ini, praktek maksiat telah dapat dikatakan gila-gilaan tanpa menyisakan sedikitpun rasa malu. Kita masih ingat dulu sewaktu orde baru, seorang koruptor masih malu unjuk muka didepan publik lalu berbicara soal kejujuran dan menyelamatkan bangsa. Majalah atau surat kabar porno masih lebih mencetak dan menerbitkan majalah dan korannya. Tapi sekarang masyaAllah! Orang sudah terang-terangan mempertontonkan aurat diberbagai bentuk media, orang sudah tidak malu-malu lagi mengkomersilkan diri. Apakah barang kali setanpun merasa malu melihat sepak terjang kebanyakan kita dalam melakukan dosa jangankan malu kepada Allah, kepada orang lain, kepada keluarga sendiripun rasa malunya nyaris pupus lalu diamana kita dapat melihat tanda-tanda keimanan itu hari ini ?.

Iman dan Kebersihan Lingkungan.

Sabda Rasulullah SAW : "dan kebersiahan itu adalah sebahagian dari iman". Kalau kesadaran hidup bersih benar-benar tertanam bersama keimanan kita tak mungkin ada sampah yang berserakan disegala pelosok kota-kota (sama saja ). Tentu dinas kebersihan kota akan terbantu tugasnya. Namun karena lemahnya kesadaran kita tumpukan sampah justru menjadi santapan sehari-hari yang baunya tidak sedap tidak lagi mampu membuat kita terpolusi karena sudah terbiasa. Wajar bila got atau parit sampah tersumbat sampah sehingga setiap hujan menjadi banjir.

Iman dan Solidaritas Umat Islam.

Sabda Rasul SAW: "Seorang mukmin bagi mukmin yang lain menguatkan". (HR. Bukhari Muslim dari Abu Musa). Ada orang yang mengatakan, dari dulu bangsa kita ini suka main keroyok. Siapa yang duduk paling atas, dia akan dikeroyok. Bila tidak lagi mampu mengeroyok karena terlalu kuat, satu-satunya jalan yang ditempuh, yakni yang sudah mudah tidak asing lagi, menjilat. Apakah omongan itu benar, sebagian kita pun mungkin sama-sama tahu. Kapan umat Islam dapat kuat, bila bersatu hanya demi kepentingan sesaat, hanya demi kepentingan oknum-oknum tertentu. Bukan untuk izzul Islam, tetapi untuk Izzul organisasi masing-masing.


Iman dan Mengutamakan Diam Ketimbang Omong (Sok Tau).

Sabda Nabi SAW: "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya, dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata yang baik (tidak membikin resah) atau (kalau tidak bisa maka lebih baik diam)". (HR Bukhari Muslim dari abu Hurairah).


Iman dan Tidak Melakukan Kebohongan Publik.

Sabda Nabi SAW: "Jauhi kamulah dusta, karena sesungguhnya dusta itu mengikis keimanan". (HR. Ahmad). Mungkin banyak di antara kita yang benar-benar pernah menelan berbagai bentuk pembohongan publik. Tak usahlah kita buka lembaran-lembaran politik masa lalu, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sekarang saja msih banyak pembohongan publik/ penipuan dengan modus operandi penerimaan TKW tetapi malah dijadikan "korban kejahatan seksual" dengan diperdagangkan secara gelap di mancanegara. Begitu juga praktek pemalsuan ijazah untuk dapat masuk ke suatu instansi, pemberitaan yang sepihak (tanpa receck) dan dibumbu-bumbui sehingga mencoreng nama baik dunia jurnalistik dan sebagainya.

Masihkah Umat Mengaku Muslim Bersaudara?


1. Persaudaraan Dalam Islam

Mewujudkan dan menerjemahkan kata “saudara” ditengah-tengah kehidupan memang tak semudah mengucapkannya. Banyak orang setiap pidato, ceramah dan sebagainya mengatakan “saudara-saudara sekalian”, tetapi entah sadar atau tidak, entah tau entah tidak atau entah merasakan atau tidak “indahnya” kata itu. Atau mungkin ini hanya sekedar kebiasaan yang lahir karena tiru meniru. Begitu dibuat orang, begitulah yang dibuatnya, sehingga barangkali tidak pernah mengetahui, memahami dan merasakan beratnya tanggung jawab dari “kata saudara” yang diucapkannya.

Oleh karena itu, dalam hal ini perlu dilihat bagaimana persaudaraan itu bisa lahir, dan bagaimana proses menuju persaudaraan dan tahapan-tahapan yang mestinya dilalui, sehingga tanggung jawab sesama orang yang mengaku saudara dapat direalisasikan. Tahapan-tahapan tersebut yaitu :

a. saling mengenal (ta’aruf). Untuk dapat mewujudkan persaudaraan, maka perlu dilakukan saling tukar informasi, tukar pikiran dan saling menghubungkan silaturrahmi, agar kebekuan dan miscomunication sesama umat Islam selama ini dapat dicairkan kembali. Singkatnya, dalam bersaudara, belajar untuk mengenal orang lain atau kelompok lain sangat dibutuhkan.

b. Saling memahami (tahasyum/tafahum). Informasi dan pemikiran yang telah saling diperkenalkan oleh masing-masing komponen umat semstinya tidak dilihat dari sisi perbedaan yang menjadi sumber perpecahan, seperti khilafiyah yang tak kunjung reda. Tapi hendaknya diharapkan agar saling memahami cara pandang dan alat dan media yang digunakan dalam perbedaan yang ada. Singkatnya, tak mau tau maka tak faham. Sebaliknya banyak keinginan untuk tahu akan banyak faham dengan banyak hal.

c. Saling Menyayangi (tarahum). Apabila umat saling memahami dan dapat menerima perbedaan, kelebihan dan kekurangan serta menerima realtas pemikiran dan budaya yang dibangun, insya allah rasa saling menyayangi akan tumbuh ditengah-tengah kita. Benar kata pepatah: Tak kenl maka tak sayang.

d. Saling menolong (ta’awun). Kenapa banyak orang
yang membutuhkan pertolongan,banyk yang menolak memberikan pertolongan,? Jelas karena ada berat hati atau rasa sungkan yang disebabkan karena tidak adanya ikatan batin yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya. Dalam hal ini perlu dilihat, pada mana proses tahap menuju persaudaraan itu terputus. Pada proses mengenal, memahami atau menyayangi? Singkatnya, perlu dilakukan sehingga disaat orang lain menolak untuk memberikan pertolongan, tidak ada rasa kecewa. Mungkin tidak ada rasa keterbukaan, kesalah pahaman, ketidak percayaandan tidak sebagainya.

e. Saling Mencintai (tahabbub). Cinta kepada saudara seiman dan seaqidah membuahkan rasa kebersamaan danrasa senasip sepenanggungan. Dalam fungsi boleh beda, tetapi tak terhadap sesama tetap sama. Itulah makanya Rasulullah SAW tak pernah menyebut pengikutnya dengan panggilan anggota, anak buah dan sebagainya, tetapi beliau justeru menyebutnya sahabat lebih menunjukkan ikatan yang tulus yang berisi cinta.

f. Saling membela (Takaful). Inilah puncak dari persaudaran dalam Islam. Darah saudara harus dibalas dengan darah. Kehormatan saudara harus ditebus dengan kehormatan. Apabila saudara disakiti, sakitnya terasa juga kediri. Apabila saudara bahagia dan sejahtera, hatipun ikut sejahtera. Inilah orang-orang yang benar-benar merasakan nikmatnya menjadi seorang mukmin. Hidupnya tak pernah terlantar. Hatinya tak pernah mati dan diharpkan dapat menjadi pemimpin bagi orang-orang yang taqwa. Amin. Sabda Rasulullah SAW “seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti bangunan yang satu sama lain saling menguatkan”.(HR. Bukhari Muslim dari Abu Musa ).

2. Kesatuan Umat
Umat Islam yang bersatu adalah umat yang bersaudara. Persaudaraan umat islam adalah persaudaraan seiman dan seaqidah. Yakni aqidah Islam. Persaudaraan yang satu hati satu jiwa, persaudaraan yang lebih tinggi nilainya dari persaudaraan ikatan darah, kesukuan dan kebangsaan atau saudara karena ikatan perkawinan. Persaudaraan yang bukan hanya sekedar manis dimulut atau disebabkan kepentingan, tetapi persaudaraan yang lahir dari niat suci membangun masyarakat Isalam demi terciptanya ridha Allah semata. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran sama-sama bertuhankan tuhan yang satu, agama yang satu dan pegangan hidup yang satu.

Sebaliknya umat Islam yang berfirqah-firqah dan bnerpecah belah adalah umat Islam yang tidak mengenal arti persaudaraan. Mereka kelihatanya satu organisasi, satu perjuangan, satu bangsa, satu partai, satu kepentingan, tetapi hati mereka terpecah-pecah, jiwa mereka takl pernah merasa puas melihat Rahmat dan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, mungkin terbentuk kelebihan dalam suatu hal dan sebagainya. Persaudaraan bagi mereka ini hanya sebatas kepentingan dan janji-janji manis belaka. Sedangkan dalam hatinya penuh dengan maksud-maksud lain demi kepentingan sesaa. Itulah makanya, bagi umat yang mengaku muslim seperti ini sangat langka ditemukan “sidang” atau “rapat” atau musyawarah yang kondusif dengan cara hati kehati, yang terjadi pasti perdebatan, pertentangan faham yang sangat tajam, bahkan saling hujat dan saling sesat menyesatkan dan bid’ah membid’ahkan. Padahal disekeliling mereka banyak yang korupsi, tapi tak ada yang sangup menyatakan langsung bahwa perbuatan itu sesat. Begitu pula kalau ada yang berjudi, berjina, membuka aurat, mencuri, merampok dan sebagainya, justeru tak digubris apalagi berani menyatakan secara terang-terangan inilah perbuatan ayang sesat. Tidak ada. Yang ada apabila ada pengajian yang tidak sesuai menurut selera mereka, ini yang disesatka. Dibilang “pengajian sesat”, meresahkan masyarakat atau barang kali-dituduh keluar dari Islam.

Umat yang bersatu adalah umat yang bertauhid, sementara umat yang terpecahbelah adalah umat yang telah terjerumus kedalam salah satu kategori musyrik. Karena tauhid adalah kebalikan dari syirik. Firman Allah. “dan janganalah kamu menjadi orang-orang yang musyrik. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada kelompok mereka (QS. 30 :31-32 ). Sebagaimana yang dimaksud ayat diatas, jelaslah bahwa orang dikatakan musyrik bukan saja disebabkan karena menduakan atau menyerupakan Allah, karena siapa yang pernah bertemu dengan Allah sehingga sok mampu menyerupakan-Nya? Atau menyerupakan sifat-sifatNya dengan makhluk, seperti menyerupakan Allah yang bersifat al Hakim ( Maha Pembuat Kebijakan ) makhluk dengan cara mencari hakim (pembuat hukum) selain dari Allah sehingga banyak ditemukan hukum-hukum tandingan selain hukum Allah.

Terlepas dari mereka yang tidak dapat diharapkan lagi komitmen keIslamannya, semua sepakat akan hal itu. Begitu pula dengan pemahaman bahwa tidak boleh mensekutukan Allah dengan memuja-muja benda yang dianggap dapat menghilangkan bala atau mendatangkan kebaikan tanpa sedikitpun mengharapkan pertolongan Allah. Umumnya juga sepakat akan hal ini. Tetapi pernahkah dipertanyakan orang musyrik itu KTPnya apa? Idealismenya ada berapa? Kesetiaanya dan kepatuhannya terbagi berapa? Kualitas solidaritasnya sejauh mana? Memang tidak mudah menjawab hal ini. Karena, untuk mendapat jawaban yang lengkap, perlu difahami dan diamalkan surat al-Hujurat yang merupakan pedoman dalam mewujudkan persaudaraan. Firman Allah QS. 49 :11 “sesungguhnyaa orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damailah sesama saudara-saudara kamu….”

Masihkah Umat Mengaku Muslim Bersaudara?

1. Persaudaraan Dalam Islam

Mewujudkan dan menerjemahkan kata “saudara” ditengah-tengah kehidupan memang tak semudah mengucapkannya. Banyak orang setiap pidato, ceramah dan sebagainya mengatakan “saudara-saudara sekalian”, tetapi entah sadar atau tidak, entah tau entah tidak atau entah merasakan atau tidak “indahnya” kata itu. Atau mungkin ini hanya sekedar kebiasaan yang lahir karena tiru meniru. Begitu dibuat orang, begitulah yang dibuatnya, sehingga barangkali tidak pernah mengetahui, memahami dan merasakan beratnya tanggung jawab dari “kata saudara” yang diucapkannya.

Oleh karena itu, dalam hal ini perlu dilihat bagaimana persaudaraan itu bisa lahir, dan bagaimana proses menuju persaudaraan dan tahapan-tahapan yang mestinya dilalui, sehingga tanggung jawab sesama orang yang mengaku saudara dapat direalisasikan. Tahapan-tahapan tersebut yaitu :

a. saling mengenal (ta’aruf). Untuk dapat mewujudkan persaudaraan, maka perlu dilakukan saling tukar informasi, tukar pikiran dan saling menghubungkan silaturrahmi, agar kebekuan dan miscomunication sesama umat Islam selama ini dapat dicairkan kembali. Singkatnya, dalam bersaudara, belajar untuk mengenal orang lain atau kelompok lain sangat dibutuhkan.

b. Saling memahami (tahasyum/tafahum). Informasi dan pemikiran yang telah saling diperkenalkan oleh masing-masing komponen umat semstinya tidak dilihat dari sisi perbedaan yang menjadi sumber perpecahan, seperti khilafiyah yang tak kunjung reda. Tapi hendaknya diharapkan agar saling memahami cara pandang dan alat dan media yang digunakan dalam perbedaan yang ada. Singkatnya, tak mau tau maka tak faham. Sebaliknya banyak keinginan untuk tahu akan banyak faham dengan banyak hal.

c. Saling Menyayangi (tarahum). Apabila umat saling memahami dan dapat menerima perbedaan, kelebihan dan kekurangan serta menerima realtas pemikiran dan budaya yang dibangun, insya allah rasa saling menyayangi akan tumbuh ditengah-tengah kita. Benar kata pepatah: Tak kenl maka tak sayang.

d. Saling menolong (ta’awun). Kenapa banyak orang
yang membutuhkan pertolongan,banyk yang menolak memberikan pertolongan,? Jelas karena ada berat hati atau rasa sungkan yang disebabkan karena tidak adanya ikatan batin yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya. Dalam hal ini perlu dilihat, pada mana proses tahap menuju persaudaraan itu terputus. Pada proses mengenal, memahami atau menyayangi? Singkatnya, perlu dilakukan sehingga disaat orang lain menolak untuk memberikan pertolongan, tidak ada rasa kecewa. Mungkin tidak ada rasa keterbukaan, kesalah pahaman, ketidak percayaandan tidak sebagainya.

e. Saling Mencintai (tahabbub). Cinta kepada saudara seiman dan seaqidah membuahkan rasa kebersamaan danrasa senasip sepenanggungan. Dalam fungsi boleh beda, tetapi tak terhadap sesama tetap sama. Itulah makanya Rasulullah SAW tak pernah menyebut pengikutnya dengan panggilan anggota, anak buah dan sebagainya, tetapi beliau justeru menyebutnya sahabat lebih menunjukkan ikatan yang tulus yang berisi cinta.

f. Saling membela (Takaful). Inilah puncak dari persaudaran dalam Islam. Darah saudara harus dibalas dengan darah. Kehormatan saudara harus ditebus dengan kehormatan. Apabila saudara disakiti, sakitnya terasa juga kediri. Apabila saudara bahagia dan sejahtera, hatipun ikut sejahtera. Inilah orang-orang yang benar-benar merasakan nikmatnya menjadi seorang mukmin. Hidupnya tak pernah terlantar. Hatinya tak pernah mati dan diharpkan dapat menjadi pemimpin bagi orang-orang yang taqwa. Amin. Sabda Rasulullah SAW “seorang mukmin bagi mukmin yang lain adalah seperti bangunan yang satu sama lain saling menguatkan”.(HR. Bukhari Muslim dari Abu Musa ).

2. Kesatuan Umat
Umat Islam yang bersatu adalah umat yang bersaudara. Persaudaraan umat islam adalah persaudaraan seiman dan seaqidah. Yakni aqidah Islam. Persaudaraan yang satu hati satu jiwa, persaudaraan yang lebih tinggi nilainya dari persaudaraan ikatan darah, kesukuan dan kebangsaan atau saudara karena ikatan perkawinan. Persaudaraan yang bukan hanya sekedar manis dimulut atau disebabkan kepentingan, tetapi persaudaraan yang lahir dari niat suci membangun masyarakat Isalam demi terciptanya ridha Allah semata. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran sama-sama bertuhankan tuhan yang satu, agama yang satu dan pegangan hidup yang satu.

Sebaliknya umat Islam yang berfirqah-firqah dan bnerpecah belah adalah umat Islam yang tidak mengenal arti persaudaraan. Mereka kelihatanya satu organisasi, satu perjuangan, satu bangsa, satu partai, satu kepentingan, tetapi hati mereka terpecah-pecah, jiwa mereka takl pernah merasa puas melihat Rahmat dan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain, mungkin terbentuk kelebihan dalam suatu hal dan sebagainya. Persaudaraan bagi mereka ini hanya sebatas kepentingan dan janji-janji manis belaka. Sedangkan dalam hatinya penuh dengan maksud-maksud lain demi kepentingan sesaa. Itulah makanya, bagi umat yang mengaku muslim seperti ini sangat langka ditemukan “sidang” atau “rapat” atau musyawarah yang kondusif dengan cara hati kehati, yang terjadi pasti perdebatan, pertentangan faham yang sangat tajam, bahkan saling hujat dan saling sesat menyesatkan dan bid’ah membid’ahkan. Padahal disekeliling mereka banyak yang korupsi, tapi tak ada yang sangup menyatakan langsung bahwa perbuatan itu sesat. Begitu pula kalau ada yang berjudi, berjina, membuka aurat, mencuri, merampok dan sebagainya, justeru tak digubris apalagi berani menyatakan secara terang-terangan inilah perbuatan ayang sesat. Tidak ada. Yang ada apabila ada pengajian yang tidak sesuai menurut selera mereka, ini yang disesatka. Dibilang “pengajian sesat”, meresahkan masyarakat atau barang kali-dituduh keluar dari Islam.

Umat yang bersatu adalah umat yang bertauhid, sementara umat yang terpecahbelah adalah umat yang telah terjerumus kedalam salah satu kategori musyrik. Karena tauhid adalah kebalikan dari syirik. Firman Allah. “dan janganalah kamu menjadi orang-orang yang musyrik. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada kelompok mereka (QS. 30 :31-32 ). Sebagaimana yang dimaksud ayat diatas, jelaslah bahwa orang dikatakan musyrik bukan saja disebabkan karena menduakan atau menyerupakan Allah, karena siapa yang pernah bertemu dengan Allah sehingga sok mampu menyerupakan-Nya? Atau menyerupakan sifat-sifatNya dengan makhluk, seperti menyerupakan Allah yang bersifat al Hakim ( Maha Pembuat Kebijakan ) makhluk dengan cara mencari hakim (pembuat hukum) selain dari Allah sehingga banyak ditemukan hukum-hukum tandingan selain hukum Allah.

Terlepas dari mereka yang tidak dapat diharapkan lagi komitmen keIslamannya, semua sepakat akan hal itu. Begitu pula dengan pemahaman bahwa tidak boleh mensekutukan Allah dengan memuja-muja benda yang dianggap dapat menghilangkan bala atau mendatangkan kebaikan tanpa sedikitpun mengharapkan pertolongan Allah. Umumnya juga sepakat akan hal ini. Tetapi pernahkah dipertanyakan orang musyrik itu KTPnya apa? Idealismenya ada berapa? Kesetiaanya dan kepatuhannya terbagi berapa? Kualitas solidaritasnya sejauh mana? Memang tidak mudah menjawab hal ini. Karena, untuk mendapat jawaban yang lengkap, perlu difahami dan diamalkan surat al-Hujurat yang merupakan pedoman dalam mewujudkan persaudaraan. Firman Allah QS. 49 :11 “sesungguhnyaa orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damailah sesama saudara-saudara kamu….”

Mencintai Allah

Orang yang mencintai akan selalu membela kepentingan orang yang dicintai, ingat selalu kepada yang dicintai, senantiasa merindukan pertemuan yang indah dengan yang dicintai, memuja dan meninggikan yang dicintai dari selinnya. Ia juga akan sanggup berkorban demi yang dicintai, takut akan kemurkaan dan hilangnya perhatian dari yang dicintaio serta memberikan perhatian kepada yang dicintai. Demikianlah gambaran cinta dan segala keindahannya. Begitu juga yang dirasakan orang yang mencintai Allah.
Cinta tak mungkin tumbuh tanpa adanya pengenalan. Pengenalanpun hendaknya pengenalan yang baik sehingga menimbulkan kesan yang baik. Bagaimana mungkin akan datang rasa cinta kepada Allah, apabila seseorang tidak mengenal Allah dengan pengenalan yang semestinya, pengenalan kepada Allah tidak hanya sebatas “dongengan” atau “legenda” belaka. Semestinya pula mengenal allah tidak dari “kata sipulan dari si Fulan”. Karena Abu jahal pun bersumpah atas nama Allah. Abu thalib pun mngakui bahwa Allah memang ada dengan segala ke agungan-Nya. Para pendeta yahudi dan nasranipun tau bahwa Allah itu yang menciptakan alam semesta.
Bila pengenalan Allah dalam arti yang sesungguhnyadapat dirasakan oleh seorang hamba-Nya, maka barulah ia kan dapat merasakan kecintaan kepada Allah dengan tulus dan hakiki. Adapun tanda-tanda ketulusan dan kehakikian cinta kepada Allah itu dapat dilihat dari dua hal yaitu :
1. Mengikut dan Mematuhi Rasul

Mengikuti rasul berarti manjadi rasul sebagai hakim dna menjadikan risalah yang dibawah rasul sebagai hukum dalam menyelesaikan segala permasalahan baik permasalahan kecil antar individu maupun permasalahan besar antar kelompojk bahkan antar negara.
Kebenaran dan ketulusan cinta kepada Allah dapat dibuktikan dari mengikuti Rasul. Sebaliknya bila rasul tidak diajadikan teladan dalam melaksanakan seluruh aktivitas kehidupan, berarti cinta kepada Allah hanya cinta yang palsu.
Adapun orang-orang yang durhaka, bukanlah saja orang yang tidak percaya akan adanya Allah atau tidak melegitimasi Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah; namun termasuk juga menolak isi sebahagian kandungan al-Qur’an atau juga merasa berat untuk mnjadikan al-Qur’an sebagai hukum juga merupakan bentuk kekufuran yang sebenarnya. Firman Allah : “Maka demi tuhanmu , mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudioan mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. 4 :65).”…..Apakah kamu beriman dengan sebagian isi al-kitab (al-Qur’an) dan kafir sebahagian yang lain?tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikan dari padamu kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat nanti mereka dikembalikan kepada siksa yang pedih…”(QS.2:85) dan “dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” ( QS. 33: 2)

2. Berjihad dengan diri dan Hara di jalan allah
Orang sering salah mengartikan jihad . jihad sering di artikan secara sempit atau hanya secara bahasa saja , yaitu; sungguh atau berperang “ . memang ini pengertian jihad tapi belum meyentuh pada penyesuaian pada diri mukmin sejadi pada tujuan “allah huakbar “ jadi sebenarnya,jihad itu mengandung pengertian berjuang , karena dalam perjuaqngasn sudah tercakup di dalamnya kesuungguhan keseriusan dan tercakup pula di dalam penertian perang .bila seorang ibu melahirkan anaknya termasuk jihad , juga dapat di terjemahkan bahwa ia sedang berjuang menyelamatkan banyinya di satu sisi dan berjuang untuk bertahan agar dapat hidup di sisi lain . seorang yang menuntut ilmu di katakan berjihad . karena di dalam belajar seorang se4dang berjuang melwan kebodohan . memerangi nafsu bahwa nafkah kepada keluarga dan sebagainya juga dalam kategori jihad . yang kesemuanya menunjukan adnya perjuangan suci di dalamnya .
Setaip cinta memerlukan pengorbanan hal ini tak ada bedanya dengan kalimat setiap perjuang butuh pengorbanan . karena tak mungkin orang berjuang tanpa di dasari cinta dan kenyakinan. Dan cinta berisi keyakinan .
Kesediaan berkorban adalah bukti kecintaan , di katakan berkorban bila berkorban bukan yang di cintai .misalnya Qobil bin adam tak di anggapallah berkorbankarena yang ia korbankan kepda allah bukanlahsuatu yang ia cintai . hasil gembala yang bagus ia ambil untuk dirinya , sementara yang tak bagus ia korbankan kepada allah . seandainya ada orang lain yang memberikan seperti yang ia korbankan itu kepadanya , ia sendiripun mengumpat karenanya.
Zaman sekarangpun banyak orang-orang yang kaya yang menyumbang dengan mengharap yang lebih baik. Tetapi seandainya sejumlah yang ia sumbangkan itu disumbangkan kepadanya, mungkin barangkali ia malah merasa diejek karena jumlahnya yang memalukan baginya. Mungkin barangkali pula, ia menganggap nilai inglklash itu tidak terletak di jumlah, tapi di hati. Padahal okhlash itu lebih luas maksudnya.

Orang-orang Jahiliyah di masa sebelum kedatangan Rasulullah sanggup mengorbankan anak laki-lakinya kepada berhala-berhala yang dibuat oleh tokoh-tokoh yang dihormati pada beberapa generasi sebelum mereka. Di zaman sekarang, orang-orang juga sanggup mengorbankan diri dan harta demipartai, organisasi dan keolmpok yang didirikan oleh tokoh-tokoh terkemuka di zaman ini.

Begitu juga para orang tua yang rela mngorbankan waktu yang sherusnya di rumah dan mendidik anak-anaknya karena kepentingan karir dan pekerjaan. Kesemua ini merupakan bahwa “Cinta itu mengorbankan sesuatu yang dicintai”.

Allah SWT juga membenarkan adanya kecendreungan manusia untuk mencintai kesengan hidup di dunia dan segala keindahan perhiasan dan tetek-bengeknya. Sebagaimana dijelaskan secara gamlang oleh Allah: “Dan sesunggihnya ia (manusia) amat bakhil karena cintanya kepada harta”, (QS. 100:8); “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan” (QS. 89:20); “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak laki-laki, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan disisi Allahlah tempat kembali yang lebih baik” (QS. 3:14).

Dalam hal ini manusia selalu terjebak kepada situasi yang dilematis. Artinya di satu sisi manusia memang tidak ada pilihan, bahwa harus ada yang dikorbankan untuk dua hal yang dicintai. Namun di sisi lain manusia itu juga dituntut harus menetukan sikap ketika cinta menuntunya harus memilih. Dalam menghadapi situasi yang seprti ini hanya da 3 sikap manusia dalam mengambil keputusan dan pilihan, yaitu:

1. Memilih Allah.
Mereka yang memilih Allah, Rasulnya dan berjihad di jalannya akan dibalas cintanya dan diampuni dosa-dosanya oleh Allah. FirmanNya: “Jika kamu-benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan (balas) mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu” (QS. 3:31).

2. Memilih Selain Allah.
Mereka, orang-orang yang memilih selain Allah misalnya: harta anak, bisnis dan sebgainya yang dalam al-Qur’an disebutkan delapan kepentingan, kesemuanya bernilai 0, dan kecintaan kepada Allah bernilai 1. Apabila kecintaan kepda Allah lebih didahulukan, maka nilainya akan berlipat ganda menjadi 1.00.000.000. Namun sebaliknya, bila kedelapan hal tersebut yang ternyata lebih didahulukan maka nilainya akan sangat tidak memadai yakni hanya bernilai 000000001. Dalam hal ini Allah memberikan wanti-wanti dengan memberikan catatan: ‘ntar lu. Tunggulah, waktunya akan tiba. FirmanNya: “Katakanlah: “Jika bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kamu kerabatmu, harta perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya; maka tunggulah sampai Allah akan mendatangkan keputusanNya” (QS.9:24).

3. Memilih kedua-duanya.
Ada juga orang yang tidak dapat mengorbankan kedua kepentingan itu meskipun terkadang keduanya selalu bertentangan. Kadar kecintaan mereka sama dengan kecintaan mereka kepada Allah. Mereka ini dipandang sebagai orang-orang yang memprihatinkan, membikin kesal. Sebab jangankan mendua hati kepada Allah, mendua hati kepada makhluk saja akan dapat menimbulkan kecemburuan.Padahal dalam sebuah hadits Qudsi, diriwayatkan bahwa, Allah amat pecemburu. Dia tidak ingin disamakan dengan maskhluk. Dia ingin dicintai spenuhnya, bukan setengah-setengah. Dia dan ajaran-ajaranNya harus lebih diagungkan dari ajaran-ajaran dan agama-agama yang lain. FirmanNya: “Dan di antara manusia itu ada orang-orang yang mengabdi (beribadah/menyembah) tandingan-tangdingan (saingan/rival) selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana merka mencintai Allah. Adapun orang-oarng yang beriman amat bersangatan cintanya kepda Allah. Dan jika seandainya orang-oarang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa, bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksanya (tentulah mereka akan menyesal)” (QS. 2:165).

Makna dan Kedudukan Qurban

Secara syariat Islam, Qurban bermakna menumpahkan darah hewan sembelihan. Bila dikaji lebih mendalam, di dalam makna ini terdapat suatu hakikat kebenaran, yakni kesakitan, penderitaan dan kerugian. Hal inilah barangkali membuat orang Indonesia mengambil kata Qurban lantas dibahasaindonesiakan menjadi "korban". Sebab kita 'mafhum' alias tahu sama tahu, yang namanya 'korban' memang selamanya menderita, mengalami kesakitan dan penderitaan atau kerugian, baik secara fisik material maupun mental spiritual.
Belum pernah kita dengar kata korban dimasukkan ke dalam kalimat yang enak-enak atau berkonotasi keberuntungan seperti misalnya, si Halimah (pinjam nama dulu) salah seorang 'korban' dalam pesta itu; atau ada kalimat, dalam pengumuman lomba memasak itu, si Ari memberikan hadiah kepada 5 'korban'. Ini jelas salah, karena selama masih berstatus korban, pasti tidak ada enaknya.

Di media massa kita juga sering mendengar misalnya ada berita, 2 ruko terbakar, tidak ada korban jiwa; atau terjadi pemboman di Irak, 5 korban tewas 30 lainnya luka-luka; begitu juga kata korban pembunuhan, korban perkosaan, korban bencana alam dan korban perampokan. Dalam bahasa anak muda pun ada istilah 'korban perasaan'.

Nah, selanjutnya secara hakikat, Qurban mengandung makna mendidik, menguji dan melatih. Kenapa demikian? Pemaknaan mendidik di sini berkaitan erat dengan makna 'memisahkan'. Kalau yang disembelih itu seekor kambing, unta, lembu atau ayam, maka akibatnya terjadi pemisahan antara kepala dan badan disebabkan lehernya disembelih berdarah-darah. Jelas ada unsur kesakitannya.

Bila makna ini diterjemahkan ke dalam sebuah proses pendidikan, seorang kader, murid, santri, siswa atau apalah namanya, pasti akan mengalami berbagai pemisahan. Seorang 'kader mujahid dengan senantiasa dididik ber"al-Qur'an" pasti akan terjadi pemisahan antara pola fikir (di kepala) dan iman (di hati), pemisahan hak dan batil dan pemisahan kepentingan jihad dan dunia (selektif).

Begitu pula halnya, seorang anak didik kemiliteran harus mampu memisahkan "urusan tugas" dan "urusan kekeluargaan". Seorang kader organisasi harus dapat memisahkan antara perasaan dan logika pergerakannya. Kader bisnis pun begitu, harus mampu memisahkan rasa sosial dengan logika bisnisnya. Sehingga, jadilah mereka kader yang tangguh, yang mapan di bidangnya, yang tahan uji lagi tahan menderita. Kader yang sabar dan bermental "pertapa" dan "tidak takut dirugikan", seperti ternak yang dewasa yang bersedia digembala dan siap disembelih.

Inilah salah satu tolak ukur keberhasilan seorang pendidik dalam setiap Tujuan Pendidikan Khusus (TPK), di mana, peserta didik harus dapat memilah-milah dan menentukan pilihannya. Sebelum standart ini terpenuhi, insya Allah, perusahaan, organisasi, sekolah atau lembaga apapun namanya dijamin akan kecewa, karena hanya akan melahirkan karyawan-karyawan yang "menggek", tentara-tentara yang tidak disiplin, kader-kader yang "cengeng", orang-orang pergerakan atau bisnismen yang mudah frustasi dan "merajuk", yang tidak bisa dijamin kapabilitasnya (layak dan mampu), kualitasnya (bermutu dan bernilai), kredibilitasnya (jujur dan berakhlak mulia) apalagi integritasnya (patuh dan punya rasa memiliki) dan loyalitas (setia dan pembela) kepada siapa (institusi) yang mendidiknya. Jadi, dalam pemaknaan ini kita harus belajar dari Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Firman Allah SWT QS. 37: 100-108:

"(100). Ya Tuhanku anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang shaleh. (101). Maka kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang amat sabar. (102). Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku meyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu". Ia menjawab: "Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (103). Tatkala keduanya berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya (nyatalah kesabaran keduanya)". (104). Dan Kami panngillah dia, "Hai Ibrahim", (105) sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, "sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (106). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (107). Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, (108). Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian".

Mengertikah Kita Arti Bersatu?

Oleh : Jufri Ababil S.Sos.I

Bangsa Indonesia, adalah bangsa yang satu. Kita semua sama sepakati hal itu sejak 28 Oktober 1928, melalui Sumpah Pemuda. Umat Islam adalah Umat yang satu, mereka yang menganut agama Islam harus percaya itu, karena Al-Qur'an secara tegas mengatakan hal itu. Firman Allah QS. 2 (al-Baqarah): 213: "Manusia manusia itu satu ummat. Maka Allah mengutus Nabi-Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan kabar takut; dan Allah menurunkan bersama para Nabi itu Kitab suci dengan konsep Kebenaran (hakikat), agar dijadikan hukum sesama manusia terhadap apa saja perselisihan yang ada tentang kitab suci itu. Dan tidak ada perselisihan tentangnya kecuali setelah mereka diberi Kitab suci dan telah muncul penjelasan kepada mereka, mereka pun saling dengki. Maka Allah menunjuki orang-orang yang beriman untuk yang mereka perselisihkan tentangnya dengan izin-Nya. Allah akan menunjuki siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus".

Nah, muncul sejumlah pertanyaan. Bila kita adalah satu bangsa, mengapa tingkat kemiskinan semakin meningkat? Kerusuhan bernuansa SARA dan konflik di beberapa daerah terus terjadi? Kenapa tawuran sesama pelajar, masyarakat terus terjadi? Mengapa konflik internal sesama teman sekantor, seinstansi seoraganisasi, satu partai tidak pernah selesai bahkan semakin tajam?

Demikian pula sebagai umat Islam, ummah wahidah. Bila kita mengaku sebagai ummat yang satu seperti yang diteriak-teriakkan para da'I, para Ustazd dan kaum Mu'allimin di mimbar-mimbar dan majelis majelis. Tetapi, kenapa tetap saja partai politik Islam lebih dari satu? Kenapa tidak ada persatuan para ustadz? Kenapa bila 5 orang ustadz bertemu membahas agama tidak pernah ada kesefahaman? Kenapa komponen sesama komponen umat Islam menuntut saudaranya? Kenapa ada parpol Islam menggugat parpol Islam lain? Dari banyak pertanyaan mengenai bangsa dan umat yang satu itu, muncul sebuah pertanyaan besar. Mengertikah kita arti bersatu?

Konsep Persatuan dan Prakteknya
Sila ketiga Pancasila adalah persatuan Indonesia yang sebenarnya diberi lambang rantai, jelas-jelas menyebutkan, persatuan merupakan salah satu dasar negara RI didirikan. Apa para elit politik sudah lupa? Dalam UUD Dasar 1945 baik yang belum diamandemen maupun yang sudah diamandemen, dari pembukaan sampai batang tubuh juga menggariskan alangkah mahalnya persatuan bangsa. Apa pakar hukum sudah lupa?

Dalam Islam, persatuan adalah bagian yang tak terpisahkan dari Kalimah Tauhid itu sendiri. Artinya, umat bertauhid adalah umat yang mengaku memiliki hukum yang satu (hukm ullah), atau tidak saja sekedar mengaku ber-Ilah yang satu (tauhid Ubudiyah/Uluhiyah) dan berwala'/berkepemimpinan dalam sebuah kedaulatan saja (Mulkiyah), melainkan juga harus mempraktekkan ummah wahidah dalam satu Tali Buhul Agama Allah.

Mempersatukan ummat adalah Tauhid. Sebaliknya memecah-belah ummat adalah Syirik. Mengajak bersatu memang sulit, apalagi di tengah-tengah kaum yang fanatik dengan golongannya. Padahal, orang-orang yang fanatik faham/golongan adalah ciri kaum yang musyrik, jahiliyah dan fasiq, munafik dan kafir. Firman Allah SWT QS. 30 (ar-Rum): 31-32: "Dengan kembali kepada ajaran fitrah (bertaubat kepada Allah), dan dirikanlah Sholat dan bayarlah zakat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mensekutukan Allah (musyrik). Yaitu, orang-orang yang memecah belah agama mereka lantas mereka menjadi berkelompok-kelompok, tiap-tiap golongan merasa bangga (hebat/lebih) dengan apa yang ada pada mereka".

Munculnya perpecahan berawal dari perbedaan faham, berbeda pandangan, berbeda fikiran, berbeda visi dan tujuan. Masing-masing perbedaan ini apabila dicampurkan dengan kesombongan dan kedengkian, ego dan merasa benar. Maka muncullah perselisihan. Sebenarnya perselisihan dapat dirembuk melalui memohon maaf dan menunjukkan iktikad baik memperbaiki. Tetapi, bila perselisihan justeru diisi dengan rasa gengsi dan sikap cuek menganggap "semuanya pasti beres" atau "entar lu ya?", maka tak bisa dihindarkan lagi, muncullah sikap permusuhan dan rasa dendam. Lambat laun konflik pasti terjadi. Konflik, bila tidak diredam dengan keadilan sikap orang yang mengangkat dirinya sebagai penengah, akan memunculkan konflik yang baru; dan akan semakin meluas bila terjadi saling bela dan dicampuri pihak-pihak lain yang memihak. Konflik akan memunculkan luka lama dan parah. Kelukaan sosial akan membunuh persatuan.

Konsep yang baru dikemukankan tadi tak ada apa-apanya, karena negara kita kalau soal membuat konsep termasuk paling jago. Sekali buat ketetapan MPR, ratusan miliyar Kas negara terkuras, sekali mengesahkan UU, puluhan milyar leong, sekali buat perda, ratusan juga lenyap, nyap nyap. Namun dalam prakteknya, hukum-hukum dan segala aturan yang telah dibuat seperti diakui banyak pihak, NOL besar lagi menyedihkan. Selain, penafsirannya beda-beda, banyak yang kontadiktif, setengah jadi, juga banyak yang tidak berpihak kepada rakyat kecil (malah berpihak ke kapitalis, borjuis dan menguntungkan koruptor dan pencuri berdasi).

Faktor Penghambat Persatuan
a. Pemimpin Jahat (Thagut).
Pemimpin Jahat merupakan tipe pemimpin yang memecah belah rakyatnya demi melanggengkan kekuasaannya. Pemimpin seperti ini, adalah faktor penghambat persatuan bangsa dan umat. Tak peduli harus dengan cara menindas, menangkapi aktifis, menculik/ membunuh lawan politiknya, melakukan politik belah bambu maupun mengkambinghitamkan suatu kelompok demi menaikkan pamornya. Pemimpin ini, tak akan dapat memperbaiki bangsa Indonesia dan umat Islam, karena selain merusak sumber daya manusia, pemimpin seperti ini juga merusak sumber daya alam seperti Fir'aun. Firman Allah QS. 28 al-Qashash: 24: "Sesungguhnya Fir'aun adalah (pemimpin yang) sewenang-wenang di muka bumi dan memecah belah rakyatnya dengan menindas sekelompok dari mereka (dan memanjakan sekelompok yang lain). Dia membunuh genesrasi-generasi (pemuda) mereka dan menghidupkan anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang membuat kerusakan".
b. Ulama Jahat/ Cendikiawan Sesat.
Ulama jahat atau cendikiawan sesat adalah orang-orang yang mengakui dirinya sebagi ulama atau dianggap cendikiawan oleh sebagian umat Islam. Tetapi sebenarnya, banyak ide-idenya yang menyimpang dari ajaran Tuhan. Namun anehnya, Rakyat yang memang banyak jadi korban pembodohan (baik melalui sistem maupun kurikulum pendidikannya) justru lebih mengikuti kata-kata ulama atau cendikiawan seperti ini ketimbang Tuhan. Haram kata Tuhan halal katanya (demi kepentingan uang, kekuasaan atau kepentingan gengsi). Haram kata Tuhan, malah ia ikut membubuhkan tanda tangan melegalisasi maksiat. Orang yang mengikuti mereka ini adalah orang Musyrik, karena mereka telah mempertuhankan manusia. Orang musrik tidak akan dapat bersatu, karena mereka akan lebih cenderung tunduk kepada tuhan masing masing. Firman Allah 9 (at-Taubah): 31: "Mereka menjadikan alim ulama (pendeta dsb) dan kaum tokoh spritual (seperti rahib, syaikh dsb) menjadi Tuhan (Rabb) selain Allah (mereka juga menjadikan) Isa putera Maryam (sebagai tuhan). Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali hanya mengabdikan diri kepada sembahan (Ilah: sasaran ketaatan) yang satu saja. Tidak ada Sembahan selain Dia. Maha Suci Dia dari apa-apa yang mereka sekutukan".

c. Sistem Jelek (Jahiliyah)
Bila sebotol minyak wangi atau permata dimasukkan ke dalam tong sampah. Pasti dipukulratakan sebutannya, sama-sama sampah, walaupun dari jenis berbeda tetapi dimasukkan pada wadah yang sama. Begitu pula, seorang mengaku muslim apabila lebih memilih tinggal di daerah kafir (darul bawar/Kuffar: sekuler, komunis, paganis) dan tidak mau pindah ke darul Islam (daerah/komunitas Islam) padahal dia mampu, maka dia termasuk golongan mereka. Firman Allah QS. 16 (an-Nahl):28: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menukar nikmat Allah (Keimanan dan keislaman) dengan kekafiran dan menggiring bangsa mereka ke kampung (sistem) kebinasaan (darul bawar)?"

d. Fanatik Golongan/ Faham
Mereka, adalah orang-orang yang kaum konservatif tradisional yang masih mengikuti ajaran-ajaran nenek moyang, ajaran (isme-isme) tokoh "tempoe doeloe" yang bertentangan dengan Islam atau tidak ada dalam Islam. Mereka ini kaum yang tidak mengerti tentang adat dan budaya, tetapi sok beradat dan berbudaya. Kendati demikian, sebagian kaum Konservatif tradional yang lain yang tunduk kepada ajaran Islam tidak termasuk kategori ini. Pernyataan ini bukan berarti pembenaran terhadap kaum pembaharu. Justeru tidak sedikit kaum pembaharu yang dinilai "kurang tepat" mengartikulasikan konsep Islam dengan semangat modernismenya, sehingga sesat dan menyesatkan. Firman Allah QS. 2 (al-Baqarah): 170: "Apabila dikatakan kepada mereka, marilah kepada ajaran-ajaran (ayat) yang diturunkan Allah. Malah mereka mengatakan, "Kami hanya akan tetap mengikuti apa yang telah dipusakakan oleh nenek moyang kami", walaupun pun nenek moyang mereka itu tidak mengerti apa pun, dan tidak mendapat petunjuk".

Untuk Dapat Dimengerti…
Persatuan dimulai dari penyatuan fikiran, penyatuan visi, misi, saling berbesar hati dan terbuka menerima kelebihan orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri. Dan yang terpenting, untuk dapat bersatu, maka yang pertama dan yang paling utama dilakukan adalah mencari pengertian tentang bersatu itu sendiri. Tauhid pun seperti itu, untuk mewujudkan ummah wahidah, perlu kita mengerti dulu, ummat yang satu itu seperti apa? Untuk dapat dimengerti, berikut ini disebutkan tahapan menuju persatuan Umat Islam bangsa Indonesia, yakni:

1. Satu Pengertian
Untuk dapat bersatu, perlu ada satu pengetian, satu persepsi, satu penafsiran dan satu pemahaman bail tentang pokok-pokok isi kandungan al-Qur'an, satu pengertian siapa kawan dan dan Lawan dan satu pengertian pula tentang misi dan tujuan. Bila terdapat perbedaan jangan dipertajam. Bila ada persamaan teruslah dipupuk. Firman Allah: QS 3 (Ali Imran): 64: "Hai pakar konsep agama (ahli Kitab) marilah kepada satu Kalimah yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak akan mengabdikan diri selain hanya kepada Allah dan kita tidak menyaingiNya dengan sesuatu apapun; dan tidak akan memilih sesama kita sebagai tuhan-tuhan (Rabb) selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: "Saksikan kamulah, sesungguhnya kamilah orang-orang yang menyerahkan diri (mencari jalan selamat)".

2. Satu hati
Tidak selamanya dalam menyelesaikan persoalan uang, logika pergerakan, pedang atau kekuasaan yang bicara. Tak jarang, perselisihan dapat terpecahkan melalui bicara hati ke hati. Sebab, bila hati telah menyatu, tidak ada akan lagi saling curiga. Salah sedikit, tak mengapa. Malah justru, lebih mempererat hubungan. Firman Allah: QS. 3 (Ali Imran) : 151: "Kami akan menyusupkan ke dalam hati orang-orang kafir itu rasa takut (cemas dan ragu), karena mereka telah mensekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak punya kemampuan. Tempat mereka Jahannam, sebagai tempat paling buruk bagi orang-orang yang zalim"; QS. 3: 102: "Berpegang teguhlah kamu pada tali (ikatan) Allah (Islam) dan jangan berpecah-belah; dan ingatlah nikmat Allah kepada kamu di saat kamu dulu bermusuh-musuhan maka Allah menjinakkan hati kamu, sehingga jadilah kamu ummat yang bersaudara…"

3. Satu Barisan
Pemimpin Umat Islam (ulil Amri) adalah satu, dan wajib berbai'atnya dan haram durhaka kepadanya. Agar umat Islam dapat terkomandoi dalam satu ketaatan. Tanpa pemimpin Umat Islam akan lemah dan terpecah belah. Bila ulil Amri belum ada, maka wajib bagi umat Islam untuk tetap mencetak kader-kader umat sampai Allah mengkaruniakan kepada umat Islam pemimpin dari sisi-Nya. Secara Firman Allah QS. 61 (as-Shaff): 4: "Sesunguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan ang kokon seolah-olah mereka itu bangunan yang teramat kokoh". Wallahu A'lam.