Thursday 21 May 2009

Pemimpin Pilihan Allah

Oleh: Jufri Bulian Ababil S.Sos.I

Landasan Naqli Kepemimpinan Islam
Firman Allah SWT, QS. 2 Al-Baqarah: 246-247: "Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka (mala') Bani Israel sesudah Nabi Musa yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: "Angkatlah untuk kami seorang raja (malik) agar (di bawah kepemimpinannya) kami bisa berperang di jalan Allah. Nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali, barangkali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak mau berperang". Mereka menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami?". Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.

Nabi mereka mengatakan kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memerintah (mulk) kami, sedangkan kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan dibandingkan dia, sementara dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak". Nabi mereka menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui".

Sabda Rasulullah SAW: "Setiap kau adalah pemimpin (Ra'in) dan setiap kamu akan bertanggungjawab (Mas'ul) terhadap apa dipimpinnya" (HR. Bukhari).

Pengertian dan Istilah Memimpin Ketika para intelektual muslim berusaha menerjemahkan makna kepemimpinan Islam baik dalam ruang yang paling sederhana sampai yang paling besar, dari persoalan fiqh sampai teologis, terjadi banyak kesimpang siuran pemahaman dalam memilah-milah pemaknaan. Selain itu banyak terjadi polarisasi terhadap budaya dan hal-hal lain yang banyak menimbulkan kontoversi. Apalagi zaman sekarang Istilah kepemimpinan Islam sudah banyak dipengaruhi pemikir-pemikir Barat, orientalis; juga telah banyak intervensi pemahaman dari sistem kepemimpinan sekuler. Sehingga muncul istilah demokrasi dalam Islam, sosialisme dalam Islam dan sebagainya. Padahal sebenarnya, konsep kepemimpinan dalam Islam sangat jelas dan begitu sempurna.

Dalam Islam melalui terma-terma yang terdapat dalam istilah Arab maupun secara syara' sendiri, istilah memimpin memiliki banyak kata sinonim (muradif) yang satu sama lainnya nyaris identik. Hanya saja, penggunaan dan aspek-aspeknya yang berbeda satu sama lain.

Di antara istilah-istilah itu dikenal antara lain, Mas'uliyah, Imamah, Qiyadiyah, Sulthaniyah, Walayah, Tadbirah, Mulkiyah, Khilafah, Mala'il Qaum, Imarah, Ra'iyah, Qawwamiyah dan lain-lain.

Adapun istilah Mas'uliyah, berarti kepemimpinan yang lebih menekankan pada fungsi tanggung jawab kepemimpinan, di mana setiap seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT, baik keadilannya, kepelayanannya dalam tugas-tugas, maupun dasar yang digunakannya dalam mengambil setiap keputusan. Dari istilah ini terdapat kata mas'ul, yang berarti penanggung jawab berasal atau yang ditanyai; karena kata ini juga berasal dari kata mas'alah.

Sedangkan istilah Imamah, juga berarti pemimpin, tetapi sekopnya lebih besar karena memimpin sebuah bangsa, atau banyak suku yang serumpun; karena kata ini mempunyai akar kata yang sama dengan kata Ummu yang berarti ibu, dan ummah yang berarti serumpun atau segolongan manusia (komunitas). Istilah ini lebih mengenai aspek spiritual. Dari kama imamah ini dikenal sebutan imam yang mengandung makna selalu di depan atau yang selalu diikuti makmumnya.

Ada pula istilah Qiyadiyah, yang berarti pemimpin, tetapi pemaknaannya lebih menekankan pada nilai-nilai pengorganisasian dan managerial yang tidak bersifat material dan program. Hal ini dinilai dari asal-usul kata Qiyadah itu sendiri yang berarti menggembala atau mengendalikan sesuatu. Secara bahasa, istilah ini banyak digunakan bagi para penggembala domba di Arab. Namun, dalam al-Qur'an dan sejarah Islam, istilah ini juga banyak digunakan bagi kepemimpinan yang bersifat komandemen, yang berarti kepemimpinan dalam perang; juga bisa digunakan bagi pemimpin militer, di mana titah seorang pemimpin lebih merupakan komando, bukan instrksi atau sekedar maklumat.

Ada juga istilah Sultaniyah, berarti kepemimpinan; yang 'scop'nya juga besar, penekanannya lebih kepada kemampuan dan kecakapan serta penguasaan terhadap apa yang ada di wilayah kepemimpinannya. Dari kata ini, terdapat istilah Sultan dan kesultanan. Dalam sejarah, kedua kata yang belakangan disebut, merupakan istilah yang lebih diasosiasikan pada kerajaan Islam. Artinya, sultan lebih mendekati sistem kepemimpinan negara yang berbentuk kerajaan atau negara teokrasi.

Sementara istilah walayah, juga berarti pemimpin; tetapi pemaknaannya lebih luas dan paling banyak penafsiran di antara istilah-istilah kepimpinan lainnya. Selian itu istilah ini yang paling banyak digunakan dalam al-Qur'an dan matan hadits. Kata walayah ini melahirkan kata Wali yang berarti wakil atau orang yang berkedudukan

Mala'il Qaum, dalam al-Qur'an istilah ini banyak juga disebut terutama dalam kisah-kisah yang berhubungan dengan para Nabi dan Rasul. Istilah ini berarti pembesar suatu kaum. Maksudnya, pemimpin-pemimpin yang dikenal luas, dapat memberikan pengertian seperti yang dikenal sekarang, pemimpin tradisonal, elit politik, pemimipin tradisional, kepada suku, pejabat tinggi. Jelasnya istilah mala' lebih menekankan kepada kepemimpian yang lebih figuristik dan ketokohan, baik dipandang karena memegang kepemimpinan di suatu dinas, kelompok tradisional dan lainnya, meskipun bukan tokoh sentral atau pemimpin utama/tertinggi.

Imarah, artinya kepemimpinan; dapat juga berarti kepengurusan, karena istilah ini diambil dari kata al-Amr, artinya perintah, instruksi atau amaran (bahasa Malaysia). Maksud istilah ini lebih mengedepankan program dan material yang menjadi misi dan usaha sebuah kepemimpinan dalam rangka mencapai tujuannya. Dari istilah Islam ini, dikenal luas istilah Ulil amri yang populer diartikan dengan pemerintahan atau orang-orang yang berwenang memegang suatu urusan. Dengan demikian, maka istilah ulil amri adalah istilah kepimpinan yang formal dan bersifat kedinasan.

Ra'iyah, memiliki pengertian yang hampir sama dengan Mas'uliyah. Bila masuliyah menyangkut pertanggungjawabannya, maka raiyah merupakan sosok yang bertanggungjawab.

Qawwamiyah, juga berarti memimpin. Istilah ini berasal dari kata Qoma (tegak) dan seakar kata pula dengan Qaum (bangsa). Kepemimpinan pada istilah ini lebih ditekankan pada aspek keadilan, keutamaan dan rasionalitas.


Tipe-Tipe Pemimpin dalam al-Qur'an
Dalam al-Qur'an, ada dua tipe pemimpin, yakni pemimpin yang jahat dan pemimpin yang baik. Pemimpin yang jahat mempunyai ciri-ciri berikut ini, yaitu: Menghancurkan bangsanya dengan menukar ajaran Allah dengan pandangan dan gaya hidup yang penuh kekafiran. Firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan memurukkan bangsanya ke lembah kebinasaan? (QS.14:48)

Selain itu, pemimpin yang jahat adalah pemimpin yang mempunyai tipikal seperti Fir'aun yang suka berbuat sewenang-wenang, memecah-belah rakyat dengan memanjakan kelompok tertentu (dengan fasilitas dan kewenangan) dan menindas yang lain; melakukan pengebirian terhadap aspirasi masyarakat, anti kritik, menghidupkan budaya menjilat, serta membuat kerusakan lingkungan dan merusak sumber daya manusia (pembodohan) melalui praktek money politik dan janji-janji kosong.

Firman Allah QS. 28:4, "Sesungguhnya Fir'aun berbuat sewenang-wenang di muka bumi, menjadikan penduduknya berpecah belah dengan menindas segolongan di antara mereka, dia membunuh anak laki-laki dan menghidupkan anak perempuan; sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang membuat kerusakan".

Sedangkan pemimpin yang baik adalah pemipin yang wajib dipatuhi dan ditaati, karena hal itu merupakan perintah Allah. Firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu….(QS. 4: 59).

Adapun ciri-ciri pemimpin (imam) yang baik itu antara lain; Adil, karena sifat ini paling dimuliakan Allah dan termasuk salah satu tipe manusia yang mendapat naungan dan perlindungan Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Jamaah pada Kitab Min Kunuziz Sunnah. Adil menurut prinsip Islam adalah selain menyesuaikan segala sesuatu sesuai kebutuhan dan kemampuan, juga mengandung makna tidak berat sebelah dalam mengambil keputusan (memihak). Adil adalah lawan kata dari curang atau terpengaruh pada kepentingan sesaat dan berat sebelah.

Selain memiliki sifat adil, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang punya sifat kepemimpinan seperti Rasulullah yaitu, Shiddiq (jujur), tabligh (menyampaikan kebenaran), amanah (terpercaya) dan fathonah (cakap/cerdas).

Mengenai kepemimpinan berdasarkan gender, tidak ada larangan bersadarkan Islam, laki-laki boleh, perempuan juga boleh, kecuali menjadi pemimpin sentral suatu bangsa dan atau hakim yang memberi keputusan. Hal ini didasarkan dari banyak hadits. Salah satunya, yaitu: Sabda Nabi SAW: "Tidak akan beruntung suatu bangsa bila dipimpin seorang perempuan" (HR. Bukhari). Sementara kepemimpinan perempuan untuk menjadi kepala keluarga tidak dilarang bahkan memiliki kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki; asalkan syaratnya, mampu memberi nafkah dengan yang ia pimpin dan bisa menjaga diri.

Firman Allah QS. 4: 34, "Laki-laki itu pemimpin (qawwam) bagi perempuan, disebabkan Allah melebihkan sebagian kaum lelaki terhadap sebagian kaum perempuan telah memberikan sebagian harta mereka (memberi nafkah)". Itu berarti tidak semua laki-laki itu mampu memimpin perempuan; perempuan juga dapat memimpin laki-laki bila perempuan yang memberi nafkah kepada laki-laki. Sebab, kepemimpinan laki-laki gugur karena tidak memberi nafkah. Kendati demikian perempuan meskipun dibolehkan Islam bekerja di luar rumah, tetapi wajib menjaga diri dan mejaga kesucian.

Pemimpin Pilihan Allah
Pemimpin pilihan Allah adalah pemimpin (imam) yang mempunyai ilmu (agama) yang luas mendalam dan tubuh yang perkasa; sebagaimana dijelaskan pada ayat Allah QS. 2: 246-247 di atas.

Selain itu, Allah SWT berjanji akan menjadikan semua keturunan Ibrahim yang tidak zalim (berbuat aniaya seperti kejahatan kemanusiaan, syirik dan dosa besar lain) menjadi pemimpin (imam) manusia. Firman Allah QS. 2:124: "Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji dengan kalimah (perintah dan larangan) Tuhannya, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin (imam), bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-KU ini tidak mengenai (tidak termasuk) orang-orang yang zalim. Ini berarti pemimin pilihan Allah adalah dari orang-orang yang shalih (senantiasa berbuat baik).

Selain dua tipe di atas, pemimpin pilihan Allah adalah pemimpin yang berasal dari orang-orang yang tertindas oleh kekuatan yang otoriter, sewenang-wenang dan penuh dengan kekerasan (tangan besi). Firman Allah: "Dan kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi dan hendak menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan kami akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta Militernya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu" (QS. 28:5-6).

Islam sebagai sebuah Dien yang mengatur secara sempurna ajaran hidup mengajarkan, dilarang dengan keras mengangkat orang kafir, orang fasiq, musyrik atau orang munafiq menjadi pemimpin, pelindung, pembuat dan pemberi keputusan hukum.

Seorang muslim dilarang juga meminta diangkat menjadi pemimpin atau menjanjikan bila dia nanti terpilih akan mengiming-imingi orang lain dengan hal-hal yang indah. Hal itu dilarang karena manusia seperti itu adalah manusia berhati atau berjiwa setan. Dan biasanya, manusia yang seperti itu hanya bermaksud menipu.

Firman Allah QS. 6: 112, "Dan demikianlah telah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu dari jenis manusia dan jin segian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah dengan maksud menipu. Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.

No comments:

Post a Comment