Thursday 21 May 2009

Teologi Pembebasan dan Penyadaran dalam Islam

Pembebasan dalam Islam merupakan sebuah proses pengenalan secara kritis latar belakang dan realitas sebuah kezaliman untuk mengadakan langkah-langkah perubahan ke arah yang lebih relevan dengan al-Qur'an dan sunnah dan segala konsekwensinya. Kezaliman dapat dikenali dalam beberapa formula lengkap dan dosis tepat, baik dari kezaliman terbesar seperti syirik atau mensekutukan Allah swt. yang mencakup, penyamaan antara Allah, agama-Nya, konsep dan syari'at-Nya dengan yang lain, dualisme pandangan hidup; maupun kezaliman berupa penindasan, pembodohan, pemalsuan sejarah, perizinan perbuatan maksiat dan sebagainya.
Proses pengenalan dalam konteks pembebasan bertitik tolak dan berangkat dari pengkajian terhadap sumber pembebasan itu sendiri (al-Qur'an) secara intensif, gradual dan kontiniu. Di dalam al-Qur'an sendiri ada beberapa istilah yang punya kaitan erat dengan pembebasan, seperti 'aqabah, bara'ah, taubah dan lain-lain (Lihat kamus). Hanya saja masing-masing istilah punya muatan-muatan dan bobot-bobot tersendiri.

Metode pengenalan muatan-muatan ini tampak jelas dari dialog-dialog antara Musa a.s. dan Fi'aun saat memperkenalkan mu'jizat terbesarnya, Torat, kitab suci yang menjadi pegangan hidupnya, kitab ajaib Allah yang dapat membelah laut, wahyu Allah yang dapat mengeluarkan air dari batu lagi mengeluarkan cahaya atau senjata sakti mandraguna yang bisa berubah wujud menjadi ular besar yang sangat gesit, tangkas, diplomat ulung, jumawa, keras, militan, tangguh dan cepat merayap.

Mengenai pusaka pamungkas ini diterangkan Allah dalam QS. al-Qashash, 20:31:
Lemparkanlah tongkatmu! Seketika ia melihatnya seolah ular, ia berpaling membelakang dan tiada mau kembali. (Allah berfirman:), "Hai Musa! Menghadaplah dan jangan engkau takut, sesungguhnya engkau akan aman.

Masukkanlah tanganmu ke dalam lengan bajumu, niscaya ia keluar menjadi putih berkilau bukan karena penyakit, dan kepitkanlah tanganmu ke rusukmu karena takut (kepada Allah). Inilah dua keterangan dari Tuhan (pengatur)mu kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya".
Dalam sejarah yang masih orisinil, unbiased, objektif, independen, valid, tidak membawa kepentingan politik, nggak neko-neko dan dapat dipertanggungjawabkan dunia akhirat diceritakan, bahwa ketika Fir'aun mulai mencium gelagat tidak baik (entah mendapat wangsit, ilham, intuisi dari mana, bisikan dari mana?), ia langsung memerintahkan balatentranya untuk menangkap Musa. Namun, selama proses perburuan tehadap rasul kita itu lagi gencar-gencarnya dilakukan, (anehnya) banyak terjadi dialog-dialog panjang antara dua tokoh tersebut (satu orang nomor satu di Mesir sekaligus nomor satu di neraka, dan satunya lagi orang yang langka ditemui sifat-sifatnya di zaman millenium ini).

Sepertinya ada indikasi bahwa telah terjadi semacam perang opini, polemik, isu dan sosialisasinya, sehingga tanpa ketemupun Fir'aun dan Musa dapat saling mendengar, menganalisa dan menyanggah statement-statement musuh.

Di tengah segala macam badai, kemelut, kegelapan, topan, krisis, goncangan, azab, laknat, sundel, monyet, binatang ternak, keledai dan sebagainya yang diturunkan Allah bersama gelar penidakhormatan yang disematkan-Nya kepada rezim Fir'aun menurut strata dan bidang masing-masing, Nabi kita Musa menawarkan solusi, hidayah, konsep, peringatan, rahmat, keterangan sebagai manifestasi kemanunggalan Torat.

Kata Musa kepada Fir'aun, dia itu rasul Allah. Fir'aun tegang. Ia berang, kesal, sedih, khawatir sekaligus geram kepada Musa. Soalnya tuntutan Musa a.s. itu sangat kurang ajar baginya, tuntutan hak umat yang selama ini diinjak-injak; yakni sebuah pembebasan terhadap Bani Israel untuk bisa menentukan hidup, secara otonom, independen, berdaulat, egaliter dalam tuntunan Torat, tanpa intervensi pemerintahan Fir'aun. Sebagaimana disinggung Allah dalam QS al-A'raf, 7: 104-107

Dan Musa berkata kepada Fir'aun: "Sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam. Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel (pergi) bersamaku". Fir'aun bertanya:"Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar". (Mula-mula Fir'aun bertanya mengenai bukti kerasulan Musa. Terus Musa a.s bilang kalau dia itu membawa Torat, sebagai bukti kerasulannya, rasul yang membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk kepada penghambaan kepada Allah semata-mata. Lalu ia membeberkan isi Torat yang jadi pegangannya itu).

Maka Musa melemparkan tongkatnya, lalu seketika itu juga tongkat itu menjadi ular yang sebenarnya. Dialog berlanjut lagi, sebagaimana yang terungkap dalam Firman Allah QS. 20, Thaha: 49-52:

Berkata Fir'aun: "Siapakan Tuhanmu berdua, hai Musa? (Fir'aun bertanya lagi. Siapa pula gerangan yang disembah, dipatuhi dan ditaati Musa, sampai-sampai berani menyanggah ketuhanan dirinya). Musa berkata: "Tuhan kami ialah Tuhan Yang memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk". (Musa a.s tak menyerah, tak gerah dan mengatakan dengan gagah, Tuhan sembahannya hanyalah Allah Yang Memberi format, paradigma dan pola segala sesuatunya lagi Yang Maha Mengetahui dan tidak pernah lupa terhadap sejarah). Berkata Fir'aun: "Bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?"(Sampai disitu, lagi-lagi Fir'aun bertanya. Tumben amat sih 'Aun! Nanya terus. Ini memang 'nggak tahu apa nguji. Kurang jelas, apa sih maunya. Pertanyaannya pun mengenai sejarah bangsa-bangsa terdahulu. Baca sendiri kan bisa. Tapi apa masih asli?) Musa menjawab: "Pengetahuan yang demikian itu ada di sisi Tuahnku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa".

Timbul pertanyaan. Apa sebenarnya yang di tangan kanan Musa, yang sedang dipegang Musa, pegangan hidup Musa sampai-sampai bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit begitu.(Senjata tajamkah? Belantankah?, bom molotovkah?, bedilkah?, AK 007-kah, handphone, HT, remote, notebook atau apa? Ah! Kayak sidang meja hijau saja). Musa menjawab lagi, itu tongkat atau penunjuk jalannya yang multifungsi bin mandraguna. Bisa sebagai sandaran dan rujukannya dalam memahami status dan kedudukannya di dunia ini. Boleh juga dipakai sebagai penunjuk jalan, dan alat penggiring dalam menggembala dan mencari makanan jiwa bagi domba-domba Israel. Dapat pula digunakan untuk mencari sumber mata air, sumber pandangan hidup dan sumber-sumber lain untuk pengikut-pengikut setianya. Wah, pokoknya komplit dah! (Tapi, sayangnya Fir'aun nggak sempat nanya, apa Torat itukah tongkatnya Musa?). Sebelum dijawab, Allah duluan telah menjawabnya dalam QS. 20, Thaha: 17-23.

Apakah itu yang ditangan kananmu, hai Musa? Berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan lain dari padanya". Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!". Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mu'jizat yang lain (pula), Untuk kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar". (Sistem kekuasaan Allah di bumi, berbentuk imperium/ khilafah yang besar yang terbentuk dari persatuan dan kesatuan umat).

Fir'aun, pejabat-pejabat tingginya terkejut. Mereka terkagum-kagum menyaksikan Musa melontarkan tongkatnya, melemparkan konsep pegangannya, mendakwahkan bukti kerasulannya dan mencetuskan statement-statement politiknya kepada plor, hadirin dan hadirat, audiens, publik atau khalayak ramai. Sehingga dapat merubah Torat, konsep, tongkat, pegangan, petunjuk itu menjadi kekuatan besar yang berbisa dan menjalar ke mana-mana. Wajar saja bila para politisi, praktisi hukum dan para pengamat saat itu mengakui Musa itu sebagai orator jempolan, diplomat ulung, hipnotiser atau pemukau yang jago minta ampun dan penyihir atau pemukau (magnetor) yang handal selangit tembus. Tapi dasar sombong. Bukannya mereka tunduk dan patuh, e eh, malah rapat tertutup lagi. Sidang khusus di buka. Mengenai kronologisnya (jalan ceritanya), yuk kita lihat ayat-ayat dalam QS 7, al-'A'raf ayat 109-114 berikut ini:

Berkata pembesar-pembesar di antara kaum Fir'aun: "Sesungguhnya ini seorang tukang sihir yang handal. Ia hendak mengeluarkan kamu dari negrimu, bagaimana perintahmu?". (Huh! Mereka memang selalu begitu. Selalu saja menakut-nakuti Fir'aun dan diri mereka sendiri kalau didepak keluar dari ring status quo, KO, kagak bisa lagi sembrono, opo iso? Ah, ngawur!..... Lalu seperti biasa, mereka -dengan sedikit overacting- berkata: Bagaimana petunjuk Bapak?) Mereka menjawab: "Berilah janji padanya dan saudaranya, kemudian utuslah ke kota-kota orang-orang yang akan mengumpulkan (tukang tukang sihir) .(Owalah 'Aun! Rupanya, kalau soal tantang-menantang dan umbar-mengumbar janji, elu memang paling jago ya! Mentang-mentang punya fasilitas dan kontemplasi pendukung real di basis atas bawah). Mereka bawa kepadamu (Musa) segala tukang sihir yang alim".

Datanglah tukang-tukang sihir itu menghadap Fir'aun seraya berkata: "Adakah kami akan menerima upah, jika kami menang?"(Sssssttttt! Jangan bilang siapa-siapa. Ahli-ahli retorika yang selalu berbicara sangat memukau, menarik dan mempengaruhi kaum Fir'auni itu ternyata suka pamrih, nggak tulus! Nggak tulus!) Berkata Fir'aun: "Ya, Sesungguhnya kamu akan menjadi orang-orang yang didekatkan!". (Fir'au bilang apa tadi? Dia bilang, kalau soal iming-iming, pokoknya sip dah! Bisa didekatkan dengan orang pusat. Ah, Basi! Ntar-ntar pusat, ntar-ntar pusat. Dengkulnya mana?)

No comments:

Post a Comment